STNK-BPKB Langka, SBY Diminta Tegur Kapolri

Kamis, 30 Mei 2013 – 10:55 WIB
JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menilai, habisnya blanko Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) menunjukkan buruknya pelayanan publik di Indonesia. Karena itu perlu ada teguran kepada Kapolri dan Kepala Korlantas.

"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera menegur Kapolri dan Kakorlantas yang tidak mampu melayani kebutuhan masyarakat dalam hal pengadaan STNK dan BKPB," kata Neta di Jakarta, Kamis (30/5).

Menurut Neta, ketidakmampuan menyediakan STNK dan BPKB akan mencoreng citra pemerintahan SBY, karena dinilai gagal memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Apalagi pelayanan yang didapat masyarakat tidaklah gratis.

"Masyarakat membayar sangat mahal untuk sebuah blanko STNK dan BKPB. Sebab itu dalam pelayanan SSB (SIM-STNK-BPKB-TNKB) pemerintah dan Polri bisa dikatakan telah melakukan bisnis dengan masyarakat," ujarnya.

Berdasarkan pendataan IPW, untuk satu blanko STNK, Polri atau pemerintah meraih untung 233 persen. Sementara itu untuk BPKB dan SIM masing-masing keuntunganya 321 persen dan 426 persen.

"Harga selembar STNK misalnya Rp15.000 dan dijual ke masyarakat Rp50.000. Harga SIM Rp19.000 dijual ke masyarakat Rp100.000, di luar pungli," terang Neta.

Dari sana dapat terlihat keuntungan Polri dalam bisnis STNK, BPKB, dan SIM sangat besar. Menurut Neta, rata-rata setiap tahun Polri mendapat untung bersih mencapai Rp2 triliun. Untuk tahun 2013 naik mencapai Rp2,539 triliiun. "Angka itu masih di luar pungli," kata dia.

Dengan adanya keuntungan besar, sangat tidak etis jika stok STNK dan BPKB bisa habis. Apalagi menurut Rencana Umum Pengadaan Barang dan Jasa untuk Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2013 Korlantas Polri Nomor: Peng/1/I/2013/Korlantas tanggal 10 Januari 2013 disebutkan pengadaan STNK-BKPB itu dilakukan antara Januari hingga Pebruari 2013. "Artinya Korlantas sudah melanggar komitmen yang dibuatnya sendiri," ujar Neta.

Untuk mengatasi kekosongan blanko tersebut, Polri mensiasatinya dengan menggunakan surat sementara. Neta menilai, langkah itu sangat tidak mendasar. Sebab dari aspek legal formal STNK dan BPKB sementara yang dikeluarkan tidak memiliki kekuatan hukum dan melanggar Undang-undang Lalu Lintas. "Surat sementara yang bersifat darurat itu lahir akibat kecerobohan Polri sendiri, dalam hal ini Korlantas," kata dia.

Dampak lanjutan dari masih kosongnya material STNK dan BPKB sambung Neta, adalah kepercayaan publik terhadap Polri akan semakin buruk dan bisnis jual beli kendaraan bermotor akan berkurang sebab publik akan meragukan keberadaan surat sementara tersebut.

Polri sudah mengorbankan masyarakat akibat ketidakbecusannya. "IPW menyarankan penanganan surat-surat berharga ini sebaiknya diserahkan ke Departemen Perhubungan saja dan tugas Polri hanya melakukan pengawasan dan penindakan saja," ucap Neta. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hercules Jalani Sidang Perdana di PN Jakbar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler