Strategi Indonesia Hadapi Uni Eropa soal Kelapa Sawit

Senin, 22 April 2019 – 05:24 WIB
Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Radar Tarakan/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Diskriminasi produk kelapa sawit oleh Uni Eropa (UE) membuat Indonesia berencana membentuk satuan tugas (satgas) khusus.

Satgas itu terdiri atas pemerintah, pelaku usaha sawit, dan firma hukum asing.

BACA JUGA: Maju Mundur Brexit Bikin Produsen Peta Menjerit

Di samping itu, pemerintah bakal menunjuk satu firma hukum untuk mendampingi satgas tersebut dalam menyampaikan gugatan mengenai kelapa sawit ke World Trade Organization (WTO).

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan menyatakan, pemerintah telah berkonsultasi dengan lima firma hukum asing.

BACA JUGA: Harga TBS Meroket, Petani Kelapa Sawit di Kaltim Senang

Nanti dipilih satu firma hukum yang dirasa paling cocok dengan misi pemerintah Indonesia.

’’Nanti di task force (satgas) kita ada tim, ada kepanitian khusus,’’ kata Oke, Kamis (18/4).

BACA JUGA: Inggris Terpaksa Ikut Pemilu Eropa

Saat ini pemerintah telah menyiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk melayangkan gugatan terhadap UE ke WTO.

Namun, Indonesia baru akan melayangkan gugatan pada 15 Mei 2019. Tepatnya setelah kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II Delegated Act disahkan parlemen Eropa.

Kebijakan itu mengategorikan kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati berisiko tinggi.

Yakni, memberikan efek buruk pada lingkungan, kesehatan, serta pekerja di bawah umur.

Sebelumnya, Indonesia, Malaysia, dan Kolumbia yang tergabung dalam Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) memprotes UE di Brussel, Belgia, pekan lalu.

Presiden Joko Widodo dan PM Malaysia Mahathir Mohamad juga telah mengirimkan surat ke UE.

Namun, pihak UE tidak mengubah niatnya dalam mengategorikan produk kelapa sawit.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN Sofyan Djalil menuturkan, pemerintah masih berupaya melakukan upaya negosiasi ke Eropa.

Pemerintah bakal menjelaskan bahwa kelapa sawit tidak mengakibatkan dampak buruk terhadap lingkungan.

Setidaknya tidak seburuk dampak lingkungan dari penanaman komoditas vegetable oil lain seperti rapeseed dan bunga matahari.

’’Nanti ada nanti tim yang membicarakan ini lebih detail dengan pihak UE. Mereka akan menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi selama ini,’’ ujar Sofyan. (rin/c14/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Eropa Naik 27 Persen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler