Stunting jadi Ancaman Bagi Generasi Indonesia di Masa Depan

Rabu, 08 Agustus 2018 – 16:30 WIB
Ilustrasi. Ibu yang sedang menyusui bayinya.

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika merilis mengenai anak stunting di Indonesia yang jumlahnya tertinggi di Asia Tenggara.

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.

BACA JUGA: Moeldoko Puji Upaya LIPI Subang Cegah Stunting

Hasilnya anak stunting tidak hanya dialami oleh keluarga yang miskin dan kurang mampu saja, tetapi juga dialami oleh keluarga yang tidak miskin.

Untuk menanggulangi angka stunting di Indonesia, pemerintah memasukkan penurunan stunting menjadi target Program Kerja Menengah Nasional Pemerintah 2015-2019.

BACA JUGA: Guru Besar UI Nilai Diskusi FMB9 Penting untuk Lawan Hoaks

“Masyarakat belum banyak yang mengenal apa itu stunting. Pertumbuhan anak yang terhambat sering dianggap sebagai faktor keturunan saja sehingga diabaikan," ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Niken, di Jakarta Rabu, (8/8).

Karena itu Niken mengimbau orang tua perlu memantau proses tumbuh kembang anak, terutama di masa 1000 hari pertama kehidupan.

BACA JUGA: Kemenkominfo Dorong Pembangunan Kota Ramah Disabilitas

Hidup bersih dan sehat merupakan salah satu kunci untuk memastikan pertumbuhan anak yang maksimal agar anak dapat terhindar dari stunting.

“Stunting bisa menjadi ancaman bagi generasi Indonesia di masa depan jika tidak segera dicegah. Indonesia akan melewatkan masa bonus demografi hingga 2030 dengan tidak optimal karena tidak dapat menciptakan generasi emas Indonesia,” tutur Niken.

Biasanya stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Masyarakat dihimbau untuk mengenail tanda-tanda anak mengamali stunting yaitu antara lain, anak bertumbuh lebih pendek untuk anak seusianya.

Kemudian proporsi tubuh cenderung normal, tetapi anak tampak lebih muda/ kecil untuk usianya, pubertas terlambat dan performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.

Semakin muda usia perkawinan, semakin besar risiko melahirkan bayi stunting. Kasus stunting yang terjadi di keluarga miskin sebesar 48,4 persen dan pada keluarga kaya sebesar 29 persen.

Permasalahanya, papar Niken para ibu sering kali memiliki pengetahuan yang minim dalam pengasuhan anak sejak dalam kandungan. Faktanya saat ini 60 persen dari anak usia 0 – 6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif. Sebanyak 2 – 3 anak usia 0 – 24 bulan tidak menerima MP – ASI.

“Jika stunting tidak segera ditanggulangi, maka bonus demografi ini akan menjadi sia–sia. Indonesia hanya akan memiliki banyak generasi muda yang tidak produktif. Ini karena stunting akan menghasilkan generasi yang serba kekurangan,” tandas Niken.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Masih Ada Kelaparan, Bamsoet Minta Pemerintah Cekatan


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler