jpnn.com - Merasa sebagai cowok ganteng yang dilamar lebih dulu oleh pihak wanita, Donjuan, 36, menganggap dirinya bak pangeran.
Dia pun emoh bekerja dan menyerahkan segala tanggung jawab mencari nafkah kepada istrinya, Karin, 33.
BACA JUGA: Ical Dibacok, Kepala Berlumuran Darah
Umi Hany Akasah - Radar Surabaya
SATU sampai lima tahun lalu, Karin dengan sukarela menerima semua tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga.
BACA JUGA: Wuihh... Juru Parkir Liar Bakal Didenda Rp 50 Juta
Karin pun bekerja keras sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang nyambi menerima pesanan kue kering dan basah di rumah.
Akan tetapi, setahun belakangan ini, Karin mulai sadar bahwa pria lah yang seharusnya bekerja keras menafkahi keluarga.
BACA JUGA: Halo PKL, Ada Peringatan Serius Dari Kepala Satpol PP
Meski terlambat, kesadaran itu paling tidak telah menyelamatkan Karin dari tingkah sewenang-wenang Donjuan.
Karin sendiri baru sadar setelah dirinya dipanas-panasi oleh adiknya, Mira, 19.
”Kalau saya terima, adik saya ini yang malah protes tiap hari. Dia kasihan sama saya karena disuruh kerja terus sama mas Juan. Dia yang dorong saya menggugat cerai ke Pengadilan Agama,” kata Karin saat ditemui di sela-sela mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama (PA) Klas 1 Surabaya, Kamis lalu (27/10).
Sebelumnya, Karin memang menerima semua beban yang diberikan sang suami kepadanya.
Karin merasa bila tanggung jawab itu sudah menjadi konsekuensinya menikah dengan Donjuan.
Sebelum menikah, sebenarnya kedua orang tuanya sudah menolak untuk menikahkan dia dengan Donjuan.
Sebab, Donjuan yang asli Lamongan itu meminta dilamar dengan hadiah mobil.
Sebagai warga asli Pandegiling, Surabaya, keluarga Karin awalnya menolak.
Alasannya, mereka merasa bahwa melamar adalah tanggung jawab seorang pria ke calon mempelai wanita.
Bukan sebaliknya. Namun, adat istiadat tak tertulis di Lamongan menyatakan bila pria lah yang harus dilamar.
Karin pun menerima karena dia memang sangat mencintai Donjuan dan ingin menikah dengannya.
”Orang tua saya kan tidak punya. Ya akhirnya, saya yang banting tulang kerja nyambi jualan biar bisa mengumpulkan uang sampai Rp 100 juta untuk bisa melamar suami,” ungkap ibu satu anak itu.
Padahal mengetahui sang anak bisa membelikan mobil calon tunanganya, orang tua Karin akhirnya sakit-sakitan.
Makin miris nasib orangtuanya setelah Karin benarbenar menikah.
Kondisi mereka makin drop dan akhirnya ayah dan ibu Karin meninggal pada tahun 2010 lalu secara bergantian.
Itu karena mereka terlalu memikirkan kehidupan rumah tangga anak tunggalnya, Karin, yang menikah dengan Donjuan yang tidak mau bekerja.
Tiap hari, pekerjaan Donjuan hanya tidur dan ngopi.
”Setelah orangtua meninggal, akhirnya kedua adik yang waktu itu masih kecilkecil ikut saya. Saya juga yang merawat mereka,” kata Karin.
Waktu masih kecil, adiknya itu tak mengerti apaapa. Akan tetapi, adiknya mulai protes ketika sudah lulus SMA begitu mengetahui sang kakak dijadikan ‘pembantu’ oleh suaminya.
”Tiap hari adik yang mengungkitungkit kematian ayah dan ibuku. Saya pun mulai berpikir rasional dan akhirnya memilih untuk pisah dengan mas Juan meski masih berat,” ucap Karin. Oalah.
(*/jay/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Maaf, Anak Buah Pak Prabowo Telah Menghina Ketum PBNU Lewat Facebook
Redaktur : Tim Redaksi