jpnn.com - Permasalahan dalam rumah tangga biasanya muncul dari hal sepele.
Misalnya, karena hubungan suami istri kurang mesra, kurang komunikasi, egois alias menang sendiri, dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Rezeki Sedang Seret? Ini Doa Rasulullah SAW Saat Keluar Rumah
Padahal, antara suami-istri mesti saling mengerti dengan keinginan masing-masing. Jangan sampai salah satu pihak merasa puas, tetapi mengabaikan pihak lain.
Lalu bagaimana hukum suami yang meraih kepuasan sendiri (orgasme duluan) saat berhubungan intim tanpa mempedulikan kepuasan istri?
BACA JUGA: Dirut PLN: Keputusan Pemerintah Sudah Sangat Jelas!
Idealnya dalam berhubungan intim suami istri adalah kedua belah pihak merasa puas, keluar (orgasme) bersama-sama.
Namun pada kenyataannya terkadang suami lebih cepat orgasme, sedangkan istrinya belum terpuaskan, atau sebaliknya.
BACA JUGA: Kerap Gagal Menyanyikan Lagunya Sendiri, Keisya Levronka Sampai Datangi Psikolog
Perbedaan ini memang acapkali menimbulkan masalah, terutama jika istri tipikal mudah sewot, ngambek karena syahwatnya belum tuntas.
Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin juz 2, 52 menuturkan:
Perbedaan karakter keluarnya sperma (diantara suami-isteri, pent) akan menimbulkan perselisihan, terutama jika pihak suami keluar (orgasme) terlebih dahulu.
Padahal bagi istri keluar secara bersamaan akan terasa lebih nikmat. Suami tidak boleh mementingkan egonya sendiri sehingga mengabaikan istrinya.
Sebab, acapkali istri merasa malu untuk mengungkapkan gejolaknya.
Apabila suami orgasme terlebih dahulu sebelum istrinya, maka dimakruhkan bagi suami untuk melepaskan dzakarnya, sebelum istri menuntaskan syahwatnya.
Karena ada riwayat dari Anas bin Malik RA menyatakan bahwa Rasulullah SAW besabda, ‘Ketika seorang suami menggauli istrinya, maka hendaklah ia memberinya cinta dengan tulus.
Kemudian ketika suami telah menyelesaikan hajatnya, maka jangan terburu-terburu untuk mengakhiri sebelum istrinya menuntaskan hajatnya juga. Demikian itu karena bisa menimbulkan bahaya bagi istri dan menghalanginya untuk menuntaskan syahwat,” (Lihat Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Beirut, Darul Fikr, 1405 H, juz VIII, halaman 136).
Secara eksplisit, bagi Ibnu Qudamah, tindakan suami saat hubungan intim lalu orgasme duluan dan mengabaikan istrinya yang belum tuntas syahwatnya adalah makruh.
Oleh karena itu dalam redaksi disebutkan: hendaklah suami memberinya cinta dengan tulus (falyasduqha).
Al-Munawi dalam Jami’ Saghir menjelaskan hendaknya suami menjimak istrinya dengan sungguh-sungguh, dengan perkasa, dan memberikan layanan ketika beradu di ranjang dengan baik, serta penuh kasih sayang. Hal ini sesuai dengan firman Allah: pergaulilah istrimu dengan baik.
Dari kesimpulan penjelasan di atas, makruh hukumnya bagi suami saat berhubungan intim orgasme duluan, terburu-buru melepaskan istri yang belum tuntas syahwatnya.
Tentu hal ini bisa menimbulkan kekecewaan istri dan berujung pada percekcokan di luar ranjang.
Sebaiknya suami jangan melepaskan ciuman pelukannya dan menyudahi suasana intim itu, ketika istri masih belum tuntas syahwatnya.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada