Suap Pejabat Pertamina dengan 19 ribu Dolar Amerika Plus Jalan-Jalan ke London

Senin, 18 Mei 2015 – 15:55 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang perdana kasus dugaan suap proyek TEL Pertamina tahun 2004-2005 dengan terdakwa Direktur PT Soegih Interjaya (SI) Willy Sebastian Liem, Senin (18/5). Agenda sidang kali ini adalah pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Willy memberi suap senilai 190.000 dolar Amerika kepada Suroso Atmomartoyo sewaktu menjabat sebagai Direktur Pengelolaan PT Pertamina.

BACA JUGA: Kubu Agung Langsung Banding, Anggap SK Menkumham Masih Berlaku

Suap bertujuan agar Suroso menyetujui produsen bahan kimia asal Amerika Serikat, Octel (sekarang Innospec) menjadi penyedia atau pemasok Tetraethy Lead (TEL) untuk kebutuhan kilang-kilang milik PT Pertamina periode bulan Desember 2004 dan 2005.

"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajiban," kata Jaksa Irene Putrie saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

BACA JUGA: Puji KPAI, tapi Menteri Yohana Dimana?

Dalam dijelaskan bahwa TEL merupakan bahan additif untuk meningkatkan nilai oktan pada bahan bakar. Namun, penggunanya dapat menyebabkan hambatan pada lapisan katalis konverter.

"Sehingga membuat gas berbahaya dari hasil pembakaran bahan bakar dan satu sisi pembakaran TEL menghasilkan gas berbahaya dengan level yang sangat membayakan bagi kesehatan," ujar Jaksa.

BACA JUGA: Kubu Ical Minta Agung dan Menkum HAM Tak Banding

Pada tahun 2003 Octel dan PT Pertamina membuat perjanjian kerjasama dalam bentuk MoU. Isi kesepakatan itu adalah Pertamina akan membeli TEL dari Octel pada periode tahun 2003 sampai dengan maksimal September 2004.

Namun, dalam waktu bersamaan pemerintah ternyata mencanangkan proyek langit biru, dimana salah satu isinya adalah menghapus penggunaan TEL dalam bensin dan solar per 31 Desember 2004.

Mendengar hal tersebut, Willy pun mencari cara untuk memperlambat proses dilakukan penandatanganan Surat Keputusan Bersama antar menteri ESDM, menteri KLH dan menteri keuangan terkait proyek tersebut.

Willy pun menghubungi Miltos Papachristos (Regional Sales Director for The Asia Pacific Region of OCTEL) melalui Muhammad Syakir Direktur PT SI. Kepada Miltos, dia memaparkan rencana untuk memperpanjang penggunaan TEL di Indonesia.

"Dengan mengusahakan penggunaan plutocen sebagai oktan alternatif yang diikuti permintaan imbalan sejumlah uang untuk para pejabat Pertamina dengan alasan perusahaan lain pemasok plutocen kepada PT Pertamina melakukan pemberian imbalan yang sama," ujar jaksa.

Miltos Papachristos menyetujui rencana Willy dan menyampaikan melalui M Syakir pada 19 Mei 2003 akan memberikan uang untuk pejabat Pertamina.

Selanjutnya pada tahun 2004, Willy Lim dan M Syakir bertemu dengan Suroso Atmomartoyo di kantor PT Pertamina. Dalam pertemuan tersebut, M Syakir menyampaikan kepada Suroso Atmomartoyo terkait pengiriman TEL oleh OCTEL kepada PT Pertamina melalui PT SI dengan total 450 MT (metrik ton) dengan harga USD 11 ribu/MT.

"Suroso Atmomartoyo menyetujuinya dengan syarat terdakwa memberikan fee sebesar USD 500/MT dan atas penyampaian M Syakir tersebut, terdakwa menyetujuinya," sambung Jaksa KPK.

Kesepakatan ini lantas disampaikan M Syakir ke Sales and Marketing Direcotr of The Associated OCTEL, David P Turner pada 30 November 2004. David Turner menyatakan kesediaannya memberikan fee kepada Suroso Atmomartoyo sebesar USD 500/MT.

Sebagai tindaklanjut kesepakatan pemakaian TEL di Indonesia yang memungkinkan untuk diperpanjang dan kesepakatan mengenai fee yang akan diberikan, Suroso Atmomartoyo membuat memorandum nomor 216/E00000/2004-S7 tanggal 17 Desember 2004 dengan kebutuhan TEL 455,20 MT sekaligus mengupayakan harganya sama dengan harga pada surat pesanan purchase order pembelian TEL terakhir yaitu USD 9,975/MT.

Atas memorandum tersebut, Direksi PT Pertamina menyetujui proses pengadaan TEL keperluan kilang PT Pertamina kepada PT SI dengan menerbitkan memorandum nomor R-1058/C00000/2004-SO tanggal 17 Desember 2004.

Selanjutnya pada 22 Desember 2004, Suroso Atmomartoyo menyetujui OCTEL menjadi penyedia/pemasok TEL untuk periode bulan Desember 2004 dengan harga sebesar USD 10,750 MT padahal harga sebelumnya USD 9,975/MT. Pembelian TEL oleh PT Pertamina berlanjut pada tahun 2005.

Jaksa KPK menyebut, setelah PT Pertamina membeli TEL kepada OCTEL, Willy Lim membukakan rekening atas nama Suroso Atmomartoyo di United Overseas Bank (Bank UOB) Singapura dengan nomor rekening 352-900-970-3 dengan melampirkan identitas berupa paspor milik Suroso.

"Selanjutnya terdakwa mengirim uang fee hasil penjualan TEL oleh PT SI ke rekening milik Suroso Atmomartoyo pada Bank UOB Singapura tersebut sejumlah USD 190 ribu," sebut Jaksa.

Selain itu, Willy Lim menurut Jaksa KPK membayarkan biaya perjalanan Suroso Atmomartoyo ke London dan David P Turner membayarkan fasilitas menginap untuk Suroso Atmo Martoyo di Hotel May Fair Radisson Edwardian pada 23-26 April 2005 sejumlah £ 749,66 dan fasilitas menginap di Hotel Manchester UK pada 27 April 2005 sebesar £ 149,50.

Willy Lim didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diancam pidana Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Pembajakan Musik, Jokowi: Gebuk yang Gede


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler