Subkontraktor

Oleh: Dahlan Iskan

Selasa, 25 Juli 2023 – 07:41 WIB
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Bangun. Jual. Bangun lagi. Jual lagi.

Orang sudah mulai ketagihan jalan tol. Orang mulai bermimpi kapan ada jalan tol Bandung-Tasikmalaya.

BACA JUGA: Berlian Panas

Atau Tegal-Banyumas. Purwokerto-Jogja. Siantar-Balige. Banjarmasin-Barabai. Pontianak-Mempawah. Makassar-Parepare, bahkan Mataram ke Timur. Surabaya-Bojonegoro. Kudus-Rembang.

Dan banyak lagi. Bahkan, tol dalam kota seperti dari Surabaya Timur ke Surabaya Barat.

BACA JUGA: Ruwet Indah

Maka tidak ada jalan lain kecuali ide lama dilaksanakan. Tol yang sudah jadi segera dijual. Hasilnya untuk membangun tol yang baru.

Sekalian agar perusahaan BUMN grup Karya bisa punya uang. Bisa sekalian untuk membayar subkontraktor yang kini banyak menjerit-nyeri.

BACA JUGA: Akbar Sitorus

Rasanya rakyat sudah tidak sabar dengan kemacetan. Subkontraktor juga tidak kuat lagi kalau tidak dibayar. Sudah terlalu lama.

Maka di samping menekan perusahaan BUMN untuk membangun jalan tol mereka juga harus didorong untuk mempercepat penjualan tol yang sudah jadi.

PT Hutama Karya yang mendapat penugasan membangun jalan tol di Sumatera sudah melakukan bangun-jual itu. Tetapi untuk anggota grup Karya yang lain masih banyak hambatan.

Salah satunya: sulit cari pembeli. Harga yang ditawarkan terlalu mahal.

Dulu saya memang berharap agar jalan-jalan tol itu bisa segera dibeli oleh SWF. Waktu itu pemerintah memberikan angin yang sangat sorgawi: begitu banyak negara yang berkomitmen untuk menaruh uang di SWF Indonesia.

Sampai akhir tahun 2022, Lembaga Pengelola Investasi yang lebih dikenal dengan istilah SWF, atau di Indonesia disebut INA ( Indonesia Investment Authority) baru punya aset Rp 100 triliun.

Itu pun masih banyak yang ditanam dalam bentuk deposito dan di lembaga keuangan. Belum berani lebih banyak untuk membeli infrastruktur seperti jalan tol. Sudah ada. Lewat Hutama Karya. Tetapi belum banyak ke Karya yang lain.

Itu karena INA juga harus mengejar laba. Tahun lalu labanya mencapai Rp 2,62 triliun.

Investasi di ekuitas lembaga keuangan mencapai Rp 64,21 triliun. Dalam bentuk deposito Rp 10 triliun. Itu saja sudah Rp 74 triliun.

Tentu bukan tujuan INA untuk berbisnis keuangan. Maka Karya perlu lebih gigih meyakinkan INA untuk membeli jalan-jalan tol yang sudah jadi. Para Subkontraktor pun punya harapan untuk dibayar.

Pasti ada jalan. Para manajer pendanaan begitu banyak. Yang lokal maupun yang global. Maka para manajer dana itu bisa memberikan usulan jalan keluar terbaik. Agar jalan-jalan tol yang sudah jadi bisa cepat terjual. Jalan tol baru bisa segera dibangun. Subkontraktor bisa dibayar. Ekonomi berputar.(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Zaytun Sinagog


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler