JAKARTA - Kritikan tajam dalam beberapa pekan terakhir mengalir deras kepada anggota dewan di SenayanDPR dinilai tidak menunjukkan transparansi, terutama dalam kegiatan kunjungan kerja dan pembangunan gedung baru DPR
BACA JUGA: Pemilukada di Aceh, Sejumlah Kandidat Mencuat
Mantan Ketua DPR Akbar Tandjung menilai, di era sekarang, sudah saatnya DPR menjadi lembaga terbuka yang mengakomodasi keterlibatan publikMenurut Akbar, kondisi DPR saat dia pimpin, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kondisi yang sekarang
BACA JUGA: Pendiri Demokrat Minta TPF Umumkan Hasil Investigasi
Dua periode yang berbeda itu sama-sama berada di era reformasiBACA JUGA: Membangkang, Pengurus Hanura Diganti
Aspirasi masyarakat terus meningkat menuntut adanya perubahan dari lembaga legislatif. "Masyarakat mempunyai peranan besar dalam kehidupan politik sekarang," ujarnya.Jika tidak sejalan dengan tuntutan mereka, masyarakat saat ini tak segan menuntut aspirasiAkbar mencontohkan, dalam hal pembangunan gedung, di periode kepemimpinannya memang wacana itu belum perluNamun, saat ini pembangunan gedung baru DPR dipandang sejumlah anggota dewan sangat penting dan urgen. "Seberapa penting harus disampaikan, namun yang sekarang justru anggarannya dimulai triliunan rupiah," sorotnya.
Setali tiga uang dalam hal kunkerMenurut Akbar, di eranya, kegiatan kunker di luar negeri memang ada, namun frekuensinya masih sedikitSaat ini, intensitas kunker DPR keluar negeri sangat padatWajar jika publik menolak kegiatan yang dinilai pemborosan anggaran negara itu"Tidak mungkin DPR terus menutupi, karena anggaran yang dipakai besar," jelasnya.
Solusi yang ditawarkan, kata Akbar, DPR harus merumuskan kebijakan berbasis publikSetiap kebijakan fraksi maupun pimpinan dewan harus dilihat dari sisi publikHal itu penting supaya publik merasa aspirasinya terakomodasi"Terutama fraksiFraksi kan berkepentingan membuat pendekatan yang baik kepada publik," tandasnya.
Ketua DPR Marzuki Alie mengakui, perlu adanya perubahan dari DPRDalam pandangannya, dibutuhkan sebuah infrastruktur baru yang bisa menunjang masuknya aspirasi rakyat kepada wakilnya"Kita buka ruang melalui rumah aspirasi," kata Marzuki.
Keberadaan rumah aspirasi itu, kata Marzuki, nantinya akan ditempatkan di daerah-daerahRumah aspirasi juga sudah menjadi bagian rencana strategis DPR untuk melakukan reformasi diri"Kalau ada rumah aspirasi, bisa disampaikan langsung, sehingga tidak diwakilkan pihak lain, menghindari politik dagang sapi," tandasnya.
Secara terpisah, kalangan LSM menegaskan bahwa kritik mereka terhadap DPR bukan untuk meruntuhkan citra pribadi anggota dewan, apalagi DPR secara kelembagaanKritik itu murni demi perbaikan parlemen "Salah besar kalau kritik kami dicurigai untuk merusak DPR," tegas Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi.
Menurut dia, kalangan LSM aktif mengkritik DPR agar DPR terdorong psikologisnya untuk lebih serius memelototi jalannya pemerintahan"Bagi kami eksekutif lebih susah menjangkaunyaSebaliknya DPR ini wakil kitaJadi lebih gampang untuk mengajak diskusi dengan mereka," katanya.
Selama ini, LSM FITRA aktif menyoroti aktivitas kunker DPR ke luar negeri dan yang terakhir, "anggaran pulsa" para anggota dewanTerkait anggaran pulsa, Uchok mengaku nomenklaturnya memang menyebut anggaran komunikasi intensif dan ini bukan "barang baru". Tapi, Uchok meyakinkan kalau kritik ini hanya untuk meningkatkan akuntabilitas laporan keuangan anggota dewan"Soal pilihanya redaksional (menyebut anggaran pulsa, Red) supaya masyarakat lebh melihat saja," kata Uchok(bay/pri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Angelina Sondakh Mulai Petakan Kawan dan Lawan
Redaktur : Tim Redaksi