jpnn.com - SERANG - Tiga produk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) usulan DPRD Banten masih mandek di tingkat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tiga produk itu yakni Raperda Tata Tertib, Raperda Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantib), serta Raperda Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM).
Anggota Komisi I DPRD Banten Yeremia Mendrofa mengatakan, tiga raperda ini masih dalam tahap asistensi Kemendagri. Gara-gara hal tersebut, pihaknya belum dapat memparipurnakan raperda itu untuk menjadi sebuah produk peraturan daerah (Perda). “Hingga saat ini masih di Kemendagri, sudah sebulan lebih belum ada kabar,” katanya, akhir pekan lalu.
BACA JUGA: Revitalisasi Pasar di Samarinda Temui Titik Terang
Yeremia mengatakan, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Perundang-undangan Pemerintah Daerah, mewajibkan setiap raperda terlebih dahulu dilakukan asistensi. Pada aturan itu, Kemendagri akan memberikan hasil asistensi paling lama 15 hari. “Tapi nyatanya, sudah sebulan ini masih mandeg di Kemendagri,” kata dia
Yeremia yang merupakan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Trantib ini, menduga keterlambatan asistensi Kemendagri akibat banyaknya raperda yang masuk untuk diasistensi dari seluruh wilayah Indonesia. Sementara tenaga kerja di kementerian tidak mampu untuk menangani banyaknya produk yang masuk. “Sepertinya tiga raperda ini sedang rebutan dengan ribuan raperda lain untuk diselesaikan,” katanya.
BACA JUGA: Penyelesaian Tol Balikpapan-Samarinda Tunggu APBN
Yeremia meminta agar Bagian Hukum Sekretariat DPRD (Setwan) Banten dan Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Banten pro aktif menjalin komunikasi dengan Kemendagri. Sebab jika dibiarkan akan berpotensi pada hasil asistensi yang molor lebih lama. “Ini kan sudah lebih dari sebulan. Menurut saya, Bagian Hukum dan Biro Hukum banyak berkomunikasi. Selain untuk tahu perkembangan, juga mendorong pihak Kemendagri mempercepat proses asistensi tiga raperda itu,” harapnya.
Kepala Biro Hukum Setda Pemprov Banten Agus Mintono, membenarkan hal tersebut. Namun menurutnya, terdapat aturan terkait produk raperda yang terlal lama mandeg di Kemendagri. Kata Agus, legislatif dan eksekutif bisa memparipurnakan raperda mandeg bilamana selama 15 hari tidak diselesaikan. Aturan ini untuk mengantisipasi kepentingan daerah. “Jika lebih dari 15 hari, maka DPRD dengan pemerintah daerah bisa lanjut untuk memparipurnakan,” jelasnya.
BACA JUGA: Dana Aspirasi Ditolak, Anggota Dewan Gelisah Hadapi Reses
Namun pihak legislatif, menurut Agus, lebih memilih menunggu hasil asistensi selesai. Sebab konsekwensinya, Raperda rentan dibatalkan. “Daripada dibatalkan, maka Dewan memilih bersabar menunggu hasil Kemendagri keluar,” tuturnya.
Pada bagian lain, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Dodi Riyadmadji, mengatakan jika pihaknya kebanjiran raperda untuk diasistensi. Sementara pihaknya tengah fokus pada penerbitan surat keputusan penetapan kepala daerah terpilih. “Kami mohon kesabarannya, raperda yang masuk sangat banyak. Sementara kami tengah kejar tayang untuk menerbitkan SK kepala daerah terpilih. Sekarang baru 200 SK yang diterbitkan, sisanya masih banyak,” jelasnya.
Dodi membenarkan adanya aturan, tentang pemerintah daerah bisa melakukan paripurna jika penerbitan raperda menjadi perda lebih dari 15 hari. Namun begitu, hal tersebut akan membuat perda rentan di cabut. “Sekarang ini, sebanyak tiga ribu raperda tengah dievaluasi karena bertentangan dengan undang-undang atau kepentingan nasional. Karena itu, dari pada di paripurna tiba-tiba di cabut, lebih baik tunggu hasil asistensi dulu,” tuturnya. (quy/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Dermaga di Araino Dianggap Mendesak
Redaktur : Tim Redaksi