Sudah Waktunya Senior Partai Mengingatkan Surya Paloh

Jumat, 08 November 2019 – 05:17 WIB
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menilai sudah saatnya para senior partai dan tiga kader Nasdem yang duduk di Kabinet Indonesia Maju mengingatkan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, untuk secara tegas memilih posisi partai tersebut, apakah tetap berada di koalisi pendukung pemerintah, atau berada di luar pemerintahan.

Masukan dinilai sudah waktunya diberikan menyusul pernyataan Presiden Joko Widodo menyinggung pertemuan dan makna pelukan Surya Paloh dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman. PKS merupakan partai oposisi yang berada di luar pemerintahan.

BACA JUGA: Candaan Jokowi ke Surya Paloh Bisa Berujung Reshuffle Kabinet

Emrus menilai, sikap tegas sangat penting segera diambil agar tidak dimaknai oleh publik seolah Partai Nasdem bermain 'dua kaki'.

"Jangan sampai Nasdem berada di persimpangan jalan. Politik itu perlu komitmen. Apalagi mengambil posisi di oposisi karena tidak ada partai yang menjadi oposisi, ini kurang produktif," ujar Emrus di Jakarta, Kamis (7/11).

BACA JUGA: Suryo Paloh Mendadak Temui Wagub Kepri, Ada Apa Ya?

Jokowi saat memberi sambutan pada peringatan HUT ke-55 Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (6/11), mempertanyakan makna pelukan Surya Paloh dan Sohibul, saat keduanya bertemu beberapa waktu lalu.

Selain itu, Jokowi juga menyatakan, bertanya pada Surya Paloh karena Nasdem bagian dari koalisi pendukung pemerintah.

BACA JUGA: Pernyataan Terbaru Hanura terkait Susunan Kabinet Indonesia Maju

"Saya kira dari ungkapan tersebut Jokowi ingin mendengar secara langsung dari Surya Paloh tentang isi pembicaraanya dengan Sohibul Iman. Bertanya langsung kepada yang bersangkutan, sangat baik daripada (hanya) menerima pesan dari pihak ketiga, yang boleh jadi sudah melalui erosi fakta," ucap Emrus.

Sayangnya, kata Direktur Eksekutif EmrusCorner ini, Surya Paloh tidak menjawab atau belum siap menjawab pertanyaan Jokowi, karena bisa saja tidak menduga pertanyaan itu muncul. Menurut Emrus, pertanyaan yang tiba-tiba cenderung memperoleh jawaban yang lebih natural. Karena itu, konteks pengajuan pertanyaan oleh Jokowi dinilai sebagai hal yang produktif.

"Terlepas diduga atau tidak diduga pertanyaan tersebut muncul serta belum siap menjawab, sebaiknya Surya Paloh mejawab apa adanya saat itu juga. Sebab, yang bertanya seorang presiden yang merupakan simbol negara, kepala negara dan kepala pemerintahan," katanya.

Lebih lanjut dosen di Universitas Pelita Harapan ini menyatakan, dari aspek komunikasi penundaan jawaban adalah jawaban. Karena itu, penting menjawab pertanyaan yang diajukan secara langsung agar tidak menimbulkan makna lain.(gir/jpnn)

Video Pilihan :


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler