jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat minta pemerintah menggunakan hasil kajian ilmiah sebagai dasar melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuju penerapan kenormalan baru atau New Normal di masa wabah virus corona.
Pemerintah juga diminta melakukan evaluasi terhadap kesiapan pelaksanaan protokol kesehatan secara umum sebelum mengambil kebijakan tersebut.
BACA JUGA: Ketua MPR RI: Kalau Urusan Perut Saja Bergantung Kepada Negara Lain, Celakalah Hidup Kita
"Dasar kajian secara ilmiah sangat dibutuhkan sebagai acuan pelonggaran kebijakan PSBB. Selain itu, kesiapan pelaksanaan protokol kesehatan secara luas harus dipastikan sebelum penerapan kenormalan baru di sejumlah wilayah," tegas Lestari Moerdijat dalam keterangannya, Selasa (26/5).
Pada Senin (25/5), beredar Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
BACA JUGA: Mbak Rerie Ungkap Kelemahan Pemerintah dalam Menangani Pandemi Corona
Surat Menteri Kesehatan bertanggal 20 Mei 2020 tersebut memberikan panduan bekerja di kantor dan industri untuk mencegah penularan virus korona pada situasi kenormalan baru di masa pandemi Covid-19.
Menanggapi itu, legislator Partai NasDem itu berpendapat saat ini yang diperlukan dalam upaya pengendalian Covid-19 di tanah air bukan sekadar jumlah aturan yang dibuat. Lebih penting dari itu adalah bagaimana aturan itu dapat diterapkan dan efektif.
BACA JUGA: Mahfud MD: New Normal Masih Wacana
"Tanpa dasar kajian ilmiah yang memadai, pelonggaran PSBB berpotensi menimbulkan ledakan penularan baru yang berimplikasi pada biaya ekonomi lebih besar lagi,” ujar Rerie sapaan akrab Lestari.
Untuk itu, Rerie meminta agar pemerintah berhati-hati dan memperhitungkan semua faktor dalam mengambil kebijakan.
Rerie mencontohkan, dalam menghadapi pandemi corona, sejumlah negara menjadikan R sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan kepublikan untuk menetapkan lockdown, maupun kemudian untuk melonggarkannya, bahkan mencabutnya. R adalah huruf yang melambangkan angka reproduksi, kemampuan suatu penyakit menyebar.
Pedoman kerja yang digunakan ialah mereka berupaya keras agar angka reproduksi itu berhasil ditekan sampai konsisten di bawah 1.
“Bagaimana dengan R di Indonesia? Saya kira perlu memastikan, sebelum pelonggaran kebijakan diterapkan, angka penyebaran infeksi konsisten di bawah 1 (R<1),” ujar Rerie.
Selain itu, tambah Rerie, kesiapan pelaksanaan protokol kesehatan secara luas yang mensyaratkan kelengkapan sarana dan prasarana pendukung di area publik juga perlu segera direalisasikan.
Di sejumlah pasar tradisional dan area publik di wilayah DKI Jakarta, misalnya, belum terlihat tempat cuci tangan yang memadai. Demikian pula pembatasan jarak antarindividu.
"Sehingga seringkali terlihat kerumunan orang, bahkan tanpa masker, di sejumlah pasar," ucapnya.
Karena itu, Rerie mengungkapkan, yang terpenting dari semua aturan adalah memastikan bagaimana kedisiplinan masyarakat dapat ditingkatkan dalam mematuhinya.
Rerie mengambil contoh, menjelang Lebaran beberapa waktu lalu, terjadi peningkatan aktivitas masyarakat di luar rumah tanpa mematuhi protokol kesehatan di sejumlah tempat.
Berbanding lurus dengan itu, jumlah kasus terkonfirmasi positif harian di Indonesia mencapai rekor tertingginya pada 21 Mei 2020 atau empat hari jelang Idul Fitri yaitu 973 kasus.
"Naik signifikan dibanding sehari sebelumnya 693 kasus. Untuk itu perlu kesadaran bersama bahwa pemutusan rantai penularan virus korona memang membutuhkan konsitensi dan disiplin yang tinggi. Abai sebentar saja, berpotensi muncul ledakan penularan baru," tegasnya.
Belajar dari kondisi tersebut, menurut Rerie, menjadi pekerjaan rumah bersama bagaimana agar masyarakat konsisten dan disiplin dalam memutus mata rantai penyebaran virus.
Pada bagian lain Rerie juga menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang hingga hari ini konsisten mematuhi anjuran untuk bekerja, belajar, bahkan beribadah di rumah. “Kita perlu disiplin, kerja sama dan konsistensi untuk menuju kenormalan baru,” ujarnya. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi