jpnn.com, JAKARTA - Tokoh kemanusiaan Sudirman Said mengaku prihatin dengan terjeratnya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka kasus suap pengurusan perkara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kita patut prihatin, kok lembaga tinggi negara kita tidak berhenti memproduksi koruptor," ujar Sudirman, saat dihubungi wartawan, Minggu (26/9).
BACA JUGA: BEM SI Berdemonstrasi, Mardani Minta Jokowi Selamatkan Pegawai KPK
Diingatkan mantan Menteri ESDM ini, sudah dua Wakil Ketua DPR terlibat korupsi. Sebelumnya, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua MK, dan Sekretaris MA, juga sudah terseret kasus korupsi di KPK.
"Ada juga Ketua BPK sempat berstatus tersangka, tapi diloloskan oleh proses praperadilan," imbuhnya.
BACA JUGA: Ferdinand Singgung Jumlah Massa BEM SI di Gedung KPK
Sudirman menyesalkan ulah para wakil rakyat dan pemimpin yang melakukan praktik rasuah tersebut. Soalnya, rakyat sedang haus teladan. Mereka berharap pemimpin menampilkan sikap-sikap luhur, jujur, dan mengabdi rakyat.
"Ironisnya, yang disuguhkan adalah perilaku korup dan tamak, mencuri hak-hak rakyat," sesal Sudirman.
BACA JUGA: Tanah Hasil Sitaan Digarap Pengembang, KPK Mengadu ke Polisi
Kondisi ini diperparah dengan seringnya Mahkamah Agung (MA) memberi diskon hukuman bagi para koruptor. "Sebutan koruptor sudah menjadi kata netral, tidak berkonotasi negatif lagi. Sanksi hukum bisa didiskon, seperti yang sedang ngetren belakangan ini," sindir dia.
Ia berpandangan, untuk menimbulkan efek jera, sanksi sosial dan ekonomi harus diperkuat. Untuk sanksi sosial, sebutan koruptor, katanya, perlu diganti dengan pencuri atau perampok uang rakyat.
"Sementara sanksi ekonomi, harta hasil korupsi harus disita, dikembalikan ke negara," saran dia.
Selain lembaga peradilan, dia juga menyoroti KPK yang kini dinilainya tidak lagi luar biasa. Padahal, diingatkan Sudirman, KPK merupakan lembaga extra ordinary.
Komisi Anti rasuah itu dibentuk untuk memberantas korupsi, yang merupakan kejahatan yang extra ordinary. Sudirman pun berpendapat, lebih baik, KPK dibubarkan.
"Sekarang suasana “luar biasa” tidak ditampilkan lagi oleh KPK baik dari skala kasusnya maupun cara penanganannya. Jadi untuk apa dipertahankan," keluhnya.
Makin ke sini, kata Sudirman, KPK makin sulit diharapkan. Sebab, proses seleksi pimpinan atau komisionernya makin kompromistis. Kualitas komisioner yang dipilih pun semakin menurun.
"Skandal TWK mungkin menjadi titik nadir dari pelumpuhan peran KPK. Saat ini KPK mengalami “distrust” dari rakyat. Ketuanya pernah melanggar etika, salah satu pimpinannya melakukan kolusi dengan calon tersangka," beber Sudirman.
Sudirman pun menegaskan, melihat kondisi KPK saat ini, merupakan keniscayaan bagi Polri dan Kejaksaan untuk memperbaiki integritas dan kinerjanya. "Bila mau memperkuat peran dalam pemberantasan korupsi, keduanya harus bebas dari praktik korupsi juga," wanti-wantinya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil