jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Sukamta menyatakan penyelenggaraan bela negara di perguruan tinggi, tidak harus dalam bentuk pendidikan militer.
Hal itu diungkap Sukamta dalam keterangannya, Selasa (18/8), menanggapi rencana Kementerian Pertahanan menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk memasukkan program pendidikan militer dan bela negara dalam kurikulum perguruan tinggi.
BACA JUGA: Respons Sukamta PKS Soal Obat Covid-19 Temuan Universitas Airlangga
Sukamta menjelaskan konstitusi mengamanatkan bahwa bela negara, merupakan hak dan kewajiban bagi setiap warga.
Menurutnya, negara memfasilitasi warganya yang ingin turut serta dalam usaha pembelaan negara.
BACA JUGA: Kader Bela Negara Dukung Penguatan Industri Baja Nasional
Sukamta mengatakan, bela negara ini bisa berbentuk pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar militer sebagai calon komponen cadangan, pengabdian sebagai anggota TNI atau pengabdian sesuai profesi.
Pendidikan kewarganegaraan ini berbentuk Pendidikan Kesadaran Bela Negara (PKBN), yang dapat dilakukan dalam lingkup dunia pendidikan, masyarakat dan pekerjaan.
BACA JUGA: Bamsoet Serukan Bela Negara Lawan COVID-19 dengan Jaga Kesehatan
"Dalam konteks ini penyelenggaraan program bela negara di lingkungan perguruan tinggi memang diperlukan, tapi bukan berbentuk pendidikan militer, karena pendidikan militer itu hanya wajib bagi warga yang lulus seleksi awal komponen cadangan," kata Sukamta.
Wakil ketua Fraksi PKS di DPR itu menyatakan untuk mendaftar menjadi komponen cadangan sendiri, sifatnya sukarela.
"Pemaksaan di sini bisa berpotensi melanggar hak asasi manusia," kata Sukamta.
Dia menambahkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN), diatur soal komponen pendukung dan komponen cadangan.
Pada Pasal 17 disebutkan komponen pendukung itu bersifat sukarela.
Demikian juga pada Pasal 28, diatur bahwa komponen cadangan juga bersifat sukarela.
"Artinya, tidak ada wajib militer di sini," ungkapnya.
Sukamta mengatakan bagi perguruan tinggi dipersilakan untuk menyelenggarakan PKBN atau tidak.
Jika kampus ingin menyelenggarakan, bisa misalnya dengan menghidupkan kembali mata kuliah pendidikan kewarganegaraan, dengan modifikasi program sedemikian rupa.
Tidak hanya teori tatap muka di kelas, tetapi bisa dikombinasi dengan pendidikan outdoor.
Namun, juga bukan berbentuk pendidikan militer karena tidak dilakukan dalam rangka mencetak para kombatan.
Dia menjelaskan bahwa ancaman bagi negara sekarang tidak hanya militer, tapi juga ekonomi, ideologi, wabah penyakit, siber, dan seterusnya.
Menurutnya, program bela negara tidak selalu dilakukan untuk mencetak para kombatan.
Namun, lanjut dia, mencetak generasi bangsa yang tangguh yang siap bela negara dengan bidang keahliannya masing-masing.
“Dari sini kami harapkan akan terbentuk generasi muda penerus bangsa yang tangguh, dan siap membela negara dalam berbagai bidang dan spektrum yang luas," katanya.
Entah berkorelasi langsung atau tidak, kata dia, semoga program bela negara ini bisa menyumbang peningkatan kualitas indeks pembangunan manusia bangsa Indonesia.
"Sehingga kita menjadi bangsa yang makin kuat dan mandiri,” tuntas legislator dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini. (boy/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Boy