Sukses Menerapkan PSE, Pemerintah Harus Mempercepat RUU PDP

Sabtu, 13 Agustus 2022 – 16:11 WIB
Komisaris Maplecode.id Ahmad Faizun. Foto: Dokpri for JPNN.com.

jpnn.com, JAKARTA - Komisaris Maplecode.id Ahmad Faizun mengatakan setelah sukses dan mendapat apresiasi dalam penerapan aturan Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (PSE), Pemerintah Indonesia harus mempercepat penerbitan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). 

Pasalnya, kata komisaris perusahaan yang bergerak di bidang information technoloy (IT) itu, UU PDP tersebut nantinya akan menjadi payung hukum atas keamanan data warga negara Indonesia (WNI). 

BACA JUGA: Paksakan Revisi UU Pemilu, PDP Tuding DPR Arogan

Dia menilai PSE yang diterbitkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) itu sangat positif sebagai regulasi nonnegoisasi dalam menegakkan hukum yang tidak hanya melindungi WNI, tetapi juga meningkatkan kepercayaan investor asing. 

Faiz, panggilan akrab Ahmad Faizun, menegaskan bahwa regulasi tanpa penegakan bukanlah apa-apa.  Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus sering menciptakan regulasi yang kuat dengan implementasi non-negosiasi dan penegakan hukum. 

BACA JUGA: Banyak PSE Nakal Diblokir Kemenkominfo, Jubir Partai Garuda: Sudah Tepat

“Hanya dengan tindakan seperti ini, akan meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat dan investor asing ke Indonesia,” kata Faiz dalam keterangan tertulisanya, Sabtu (13/8).

Pria yang juga menjabat sebagai komisaris utama perusahaan air kesehatan, Hygio, itu mengungkap bahwa PSE merupakan aturan turunan dari UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

BACA JUGA: Bamsoet Apresiasi Keputusan Peradi SAI Kawal RUU Perlindungan Data Pribadi

“Ini adalah awal dari perlindungan Pemerintah Indonesia terhadap hak-hak sipil. Mengikuti peraturan PSE, Pemerintah Indonesia harus segera menerbitkan UU PDP yang saat ini masih dalam draf final,” kata Faiz.

Dia menyebut Eropa memiliki General Data Protection Regulation (GDPR). Menurutnya, GDPR merupakan peraturan tentang perlindungan data dan privasi di Uni Eropa dan wilayah ekonomi Eropa. 

Negara yang menjadikan aturan tersebut sebagai hukum positif, dapat menerapkan denda hingga 10 juta Euro atau dalam kasus suatu usaha hingga 2 persen dari seluruh omzet global pada tahun fiskal sebelumnya. 

“Menurut hukum di Pengadilan Eropa, konsep usaha mencakup setiap entitas yang terlibat dalam kegiatan ekonomi, terlepas dari status hukum entitas atau cara di mana hal itu dibiayai,” katanya. 

Oleh karena itu, lanjut Faiz, suatu usaha tidak hanya dapat terdiri dari satu perusahaan individu dalam arti badan hukum, tetapi juga beberapa orang perseorangan atau badan hukum.  

Dengan demikian, seluruh grup dapat diperlakukan sebagai satu usaha dan total omzet tahunannya di seluruh dunia dapat digunakan untuk menghitung denda atas pelanggaran GDPR dari salah satu perusahaannya,” kata Faiz.

Dia menambahkan penerapan hukum tingkat nasional tidak hanya mesti memperhatikan aturan yang berlaku di internasional, tetapi juga harus efektif, proporsional, dan bersifat jera. 

“Nah, kalau kita lihat draf UU PDP, hukuman beratnya adalah Rp 70 miliar atau sekitar USD 5 juta. Jumlah ini terlalu kecil untuk entitas internasional yang beroperasi di Indonesia sebagai perusahaan multinasional raksasa yang reputasinya di pasar modal dinikmati oleh 250 juta lebih penduduk Indonesia,” kata dia. 

Faiz menambahkan yang menjadi isu utama di sini adalah apakah ketika ingin menjiplak aturan GDPR, Pemerintah Indonesia memiliki kekuatan kemauan untuk menegakkannya, dengan semua kekuatan di tangan, baik keuangan, politik, perdagangan internasional, dan bahkan militer? 

“Jika kita bandingkan dengan Pemerintah AS yang memiliki USA Patriot Act, Pemerintah AS akan menggunakan segala cara untuk menerapkan hukum mereka secara global, bahkan menciptakan perang melawan teroris di negara lain atau bahkan membuat perang dengan negara yang melindungi mereka,” sambungnya. 

Lebih lanjut Faiz mengatakan meskipun sedikit terlambat, tetapi pemerintah memiliki niat baik dengan mengikuti negara lain untuk melindungi hak dan privasi warga negara. Dari perspektif mikro, sangat penting untuk melindungi data WNI. 

“Bayangkan, semua e-commerce di Indonesia, siapa pemiliknya? Dapatkah Pemerintah Indonesia menjamin bahwa data masyarakat yang saat ini dikumpulkan ke dalam situs web dan aplikasi seluler mereka, tidak akan dibagikan kepada pihak yang tidak perlu tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari pemilik data?” kata dia. 

Selain itu, Faiz apakah perusahaan e-commerce itu melindungi data pelanggan dari peretas? Kemudian, apakah akan menyimpan data di Indonesia, atau akan mengirim semuanya ke pusat data di negara mereka? “Data, adalah harta masa depan,” tegasnya. 

Faiz mengatakan pembuatan perangkat keras yang mengumpulkan data individu, lokasi kejadian GPS ketika pengguna bergerak, dan mengirimkan data tanpa persetujuan pengguna, harus dilaporkan secara hukum kepada pemerintah dan dihentikan semaksimal mungkin.  

“Alasannya, selain melanggar privasi pengguna, juga karena adanya pencurian bandwidth pengguna untuk digunakan sendiri tanpa izin dari pengguna,” katanya. 

Pemiki moto eXplore Survive Valid Succces ini juga membeberkan tarif internet Indonesia termasuk salah satu yang termahal secara global. 

Namun, traffic internet tidak digunakan seluruhnya oleh orang Indonesia, termasuk individu yang datanya direkam, dikirim dan dianalisis untuk tujuan tertentu tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari pemilik data. 

“Dengan adanya peraturan PSE ini, seiring dengan upaya penegakan dari pemerintah, diharapkan masyarakat internet kita menjadi lebih sehat, bebas dari perjudian, perdagangan manusia, dan aktivitas ilegal lainnya di internet,” katanya. 

Dia mengatakan peraturan ini akan menjadi garis pertahanan pertama untuk melindungi generasi muda dan orang-orang untuk mengakses situs berbahaya di internet. 

Faiz menambahkan pengumpulan data di internet dengan sengaja tanpa persetujuan sebelumnya adalah ilegal dan dapat membuat bisnis dibekukan, bahkan pelakunya bisa dipenjarakan hingga bangkrut 

“Terakhir, semoga pemerintah kita tidak ragu-ragu melangkah maju dari mengabaikan privasi dan Undang-Undang Perlindungan Data, dan Indonesia menjadi salah satu negara besar yang memiliki kemerdekaan dan kehormatan sejati untuk melindungi rakyatnya dan hak-hak sipilnya di depan bangsa lain,” pungkas Faiz. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler