Kabar gembira datang dari tim sepak bola Indonesia yang tampil di ajang Homeless World Cup (HWC) 2012 di Meksiko. Bersaing dengan 53 negara lain, skuad Merah Putih pulang dengan predikat peringkat keempat.
MUHAMMAD AMJAD, Bandung
TIM sepak bola Indonesia peringkat keempat dunia? Jangan keburu girang! Tapi, jangan pula kaget. Ya benar, tim sepak bola kita memang berhasil menduduki peringkat keempat dunia. Tapi, sukses besar itu tidak ditorehkan tim nasional yang dikelola PSSI.
Capaian hebat tersebut diraih tim sepak bola jalanan (street soccer) Indonesia yang turun di ajang Homeless World Cup (HWC) 2012 di Plaza de la Constitucion, Mexico City, Meksiko, pada 6-14 Oktober lalu. Dalam turnamen tahunan yang diikuti 54 negara tersebut, langkah tim Indonesia terhenti di semifinal setelah kalah oleh tuan rumah. Merah Putih menjadi peringkat keempat setelah kalah oleh Brasil.
Meski gagal ke final, hasil itu lebih baik daripada tahun lalu, saat Indonesia bertengger di peringkat keenam. Selain menembus semifinal, kali ini Indonesia juga sukses meraih predikat pelatih terbaik. Tahun lalu, saat ajang itu digelar di Paris, Prancis, Merah Putih meraih penghargaan sebagai tim pendatang baru terbaik.
Yang membanggakan, prestasi tersebut disumbangkan oleh orang-orang yang dipandang dengan sebelah mata. HWC memang ajang bagi orang-orang pinggiran dan terpinggirkan. Mulai mereka yang tidak memiliki tempat tinggal hingga para pengidap virus mematikan seperti HIV.
Nah, dalam dua kali partisipasi, tim Indonesia bisa dibilang sukses. Prosesnya memang tidak mudah. Berbekal pengalaman pada keikutsertaan sebelumnya, kali ini tim Indonesia melakukan persiapan yang lebih matang.
"Jika sebelumnya hanya berasal dari tim Rumah Cemara, Bandung, dan teman dari Jakarta, kali ini diwakili pemain yang berasal dari beberapa provinsi di Indonesia," tutur Febby Arhemsyah, manajer tim Homeless World Cup Indonesia, kepada Jawa Pos di Rumah Cemara, Bandung, Senin lalu (22/10).
Program road to HWC 2012 diawali dengan perhelatan League of Change (LoC) pada Februari lalu. Beberapa tim dari delapan provinsi diundang untuk berpartisipasi. Event itu sekaligus ajang seleksi untuk memilih pemain yang mewakili Indonesia di HWC 2012.
LoC digalang Rumah Cemara, komunitas orang-orang yang pernah bersentuhan dengan narkoba dan HIV/AIDS. Ketika kemudian terpilih delapan pemain untuk mewakili Indonesia, lima di antara mereka pengidap HIV. Sedangkan tiga lainnya adalah kaum miskin kota.
Salah satu kendala untuk menyelenggarakan LoC adalah dana. Menurut Febby, penyokong dana terbesar justru bukan pemerintah Indonesia. "Kami sulit meminta kepada pemerintah. Dana terbesar kami berasal dari Kedutaan Besar Australia," ungkapnya.
Dari ajang LoC, akhirnya terpilih delapan pemain. Antara lain; Doni Aristiawan dan Adik Madina Irawan (Jatim); Anton Sugiri dan Moses Manuhuttu (DKI Jakarta); serta Suherman dan Arif Apriadi (Jabar). Juga ada M. Iqbal (Sumut) dan Farid Satria (Sulsel).
Begitu tim terbentuk, mereka langsung bergerak menyiapkan pendanaan untuk mengikuti HWC 2012. Total dana yang dibutuhkan sekitar Rp 300 juta. Uang tersebut digunakan untuk membeli tiket serta biaya akomodasi dan pemusatan latihan. Namun, sampai lima bulan setelah tim terbentuk, dana yang terkumpul belum mencukupi. Belum ada bantuan dari pemerintah.
Manajemen tim serta pihak Rumah Cemara sepakat membuat gerakan pengumpulan dana dari masyarakat. Gerakan itu mengusung slogan 1.000 untuk 1. Harapannya, setiap orang di negeri ini bersedia menyumbang Rp 1.000 bagi tim Indonesia.
"Kami mendapat Rp 170 juta dari donasi masyarakat yang ternyata masih peduli. Sisanya, kami mendapat bantuan dari Bank BJB dan Pertamina," tutur Febby, 32.
"Kami lakukan ini demi Indonesia. Demi orang-orang homeless yang tidak terlalu dihiraukan. Kami bangga bisa mengharumkan nama Indonesia dengan apa yang kami miliki," tambahnya.
Karena dana yang cekak, rencana pemusatan latihan yang seharusnya dilakukan selama dua bulan baru bisa terealisasi dua minggu menjelang kejuaraan. Kompensasinya, para pemain harus melahap materi latihan yang keras. Mereka berlatih seperti pemain sepak bola pada umumnya. Latihan digelar dua kali sehari, pagi dan sore. Tiap sesi latihan berdurasi tiga jam.
Kerja keras itu tidak sia-sia. Tim Indonesia tampil menawan di HWC 2012. Mengawali kejuaraan dengan kemenangan 9-3 atas Yunani, Merah Putih menutup penampilan dengan kalah dalam perebutan tempat ketiga melawan Brasil lewat skor 2-6.
"Kami dua kali menjuarai penyisihan grup. Di perempat final mengalahkan Lithuania sebelum kalah di semifinal oleh Meksiko. Di tempat ketiga, kami kalah lawan Brasil," terang Febby.
HWC memiliki regulasi yang berbeda jika dibandingkan dengan turnamen sepak bola pada umumnya. Di ajang itu, setiap tim memang memiliki delapan pemain. Tapi, yang bermain di lapangan hanya empat (tiga pemain dan satu penjaga gawang). Pertandingan terdiri atas dua babak. Tiap babak berdurasi tujuh menit. Setiap tim bisa terdiri atas pemain putra semua, putri semua, atau campuran.
Melihat kerja keras dan persiapan yang dilakukan, Febby puas dengan capaian timnya." Menurut dia, prestasi itu adalah hasil maksimal. "Kami mencatat rekor bagus. Kami mencetak sepuluh kemenangan dengan tiga kali kalah sampai dapat prestasi ini," ucap lelaki yang memiliki usaha distro tersebut.
Selain prestasi, yang tak kalah penting dari ajang itu adalah semangat. HWC menjadi energi yang besar bagi para pemain untuk terus bersemangat dan bertahan menjalani hidup. "Teman-teman homeless jangan berputus asa. Tetap bersemangat untuk bermanfaat bagi masyarakat. Jangan pernah bersedih dan selalu bahagiakan hati," ucap Febby.
Salah seorang anggota tim, yakni Arif Apriadi, mendapat berkah positif dari keikutsertaannya dalam tim HWC. Dia berhasil mengurangi dosis terapi methadone dari semula 250 ml per hari menjadi 30-40 ml per hari. Menurut Febby, Arif ingin lepas total dari terapi tersebut.
Dengan prestasi yang diraih, Febby berharap tak ada lagi cibiran kepada kaum homeless. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki, mereka juga bisa memberikan hal positif. (*/c11/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setitik Harapan bagi Marianto, TKI yang Terancam Hukuman Mati di Malaysia
Redaktur : Tim Redaksi