jpnn.com - JOGJAKARTA- Perselisihan Sabda Raja Keraton Jogjakarta Hadiningrat jika ditilik mendalam sebenarnya tidak jauh dari suksesi kesultanan. Sultan Hamengku Bawono X secara halus telah menunjuk putrinya, GKR Pembayun sebagai penggantinya dengan menyematkan gelar GKR Mangkubumi. Suksesi dengan cara berbeda itu memunculkan polemik.
Referensi seputar paugeran suksesi di Keraton Jogja selama ini tidak banyak ditemukan. Salah satu dokumen tertulis yang tersedia adalah buku karya Susilo Harjono yang diterbitkan Jurusan Politik dan Pemerintahan (JPP) Fisipol UGM. Judulnya Kronik Suksesi Keraton Jawa 1755-1989.
BACA JUGA: Festival Rujak Uleg 2015, Polisi Siaga Alihkan Rute
Buku tersebut menjelaskan proses suksesi di Keraton Jogja mulai HB I hingga HB X. Termasuk prediksi pasca HB X. Menurut Susilo, dari satu raja ke raja berikutnya, suksesi tidak selalu sama. "Sepuluh sultan, sepuluh jalan," katanya. Sekarang dengan bergantinya nama Hamengku Buwono menjadi Hamengku Bawono dan penetapan GKR Mangkubumi sebagai putri mahkota, jalan suksesi 10 sultan menjadi 11.
"Proses ini akan menjadi momentum politik yang luar biasa bagi Keraton Jogja. Jika terjadi, ini merupakan babakan perdana atas sejarah baru," ungkap Susilo dalam bukunya.
BACA JUGA: Para Pangeran Tetap Tolak Sabda Raja
Dia mengatakan, sejumlah orang berpandangan paugeran adalah sesuatu yang mutlak sepanjang zaman. Padahal, paugeran bukanlah instrumen yang bisa membakukan suksesi dari raja ke raja berikutnya. "Sejarah mencatat suksesi di Keraton Jogja bergantung konteks dinamika sosial politik (sospol) yang tengah terjadi pada masanya," paparnya.
Suksesi Sultan Jogja memiliki variasi yang signifikan. Variasi meliputi suksesi berjalan normal sebagaimana lazimnya serta terjadi pecat-memecat antara anak dan ayah yang seorang raja atau digantikan saudara laki-laki.
BACA JUGA: Jembatan Putus, Perekonomian Terancam
Ada pula suksesi yang diwakili suatu dewan perwalian atau penyingkiran putra mahkota dengan cara dibunuh. Fakta lain menyodorkan seorang sultan harus empat kali mengangkat putra mahkota karena sebab-sebab yang rumit. "Ada lima ragam suksesi berdasar sifat, penyebab, dan dampaknya," ungkap Susilo.
Lima jenis itu terdiri atas suksesi normal atau mblarak sempal dari HB VI ke HB VII, HB VIII ke HB IX, dan HB IX ke HB X. Lalu suksesi abnormal atau semar oncat"dari HB I ke HB II dan"HB VII ke HB VIII.
Sementara itu, era HB V ke HB VI disebut klapa nyawang atau suksesi menyamping. Adapun suksesi dari HB II ke HB III merupakan suksesi dengan kekerasan atau anggenthong pecah"serta dewan perwalian atau ngembar dhomas yang terjadi pada HB III ke HB IV dan HB IV ke HB V. (pra/kus/laz/JPG/c7/end)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hujan Bikin Hasil Panen Turun 50 Persen
Redaktur : Tim Redaksi