JAKARTA - Meski dikalahkan pengadilan, niat Monteroza Co., Ltd melakukan investasi di Indonesia tidak surut. Perusahaan yang masuk 10 besar pebisnis restoran di Jepang itu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) karena merek dagangnya di Indonesia disalahgunakan.
Kawaguchi, mewakili Kabushiki Kaisha Monteroza selaku pemilik perusahaan mengatakan pihaknya berencana ekspansi ke Indonesia karena menilai pasarnya potensial."Selain ada di hampir semua kota di Jepang, sampai saat ini kami sudah ada di Korea, China, Taiwan, dan merek kami sudah terdaftar juga di Rusia, Singapura, Malaysia, dan The World Intellectual Property Organization (WIPO)," ujarnya saat memberikan keterangan di Jakarta, Rabu (19/06).
Ada dua merek dagang yang akan didaftarkan di Indonesia yaitu Wara-Wara dan Shirokiya yang sudah eksis sejak 1994 dimulai di Jepang. Nahas, keduanya ternyata sudah didaftarkan salah satu pengusaha lokal di Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sejak 2003.
Mengetahui itu pihaknya kaget. Terlebih setelah mengetahui logo, tulisan merek, dan detil dari kedua mereknya itu sama. Monteroza pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan sudah bergulir sejak Januari 2013.
Hasilnya, gugatan Monteroza ditolak. Pertimbangan majelis hakim ada dua. Pertama merek dagang milik penggugat dinilai tidak terkenal karena baru ada di tiga negara. Kedua, tidak ada tanda-tanda niatan buruk dari tergugat.
Konsultan HAKI Monteroza, Yoshi Yamamoto, memertanyakan pertimbangan majelis hakim itu. "Kenapa tiga negara dinilai masih belum cukup? Di Jepang saja perusahaan ini masuk 10 besar restoran terbaik," sesalnya.
Pertimbangan kedua juga dipertanyakan. Bagaimana mungkin, kata Yoshi, tanpa niatan buruk bisa terbentuk dua merek dagang yang didaftarkan pada bidang bisnis yang sama dengan bentuk tulisan, nama merek, dan logo yang sama.
Kuasa Hukum Monteroza, Salim Halim, mengatakan Wara-Wara dan Shirokiya milik pengiusaha lokal Indonesia tersebut kurang berkembang. Kata Saliim, setelah dilakukan investigasi restoran itu hanya sempat buka satu kali selama 6 bulan saja.
Investigasi dilakukan ke lokasi tercatat yaitu di kawasan Citra Garden II, Jakarta Barat. "Di sana pernah ada tahun 2008 tapi hanya 6 bulan. Kedua katanya ada di mal Artha Gading (Jakarta) tetapi setelah kita kroscek ternyata tidak pernah ada," ungkapnya.
Dalam persidangan, pengusaha lokal selaku tergugat itu hanya bisa membuktikan daftar menu dan bungkus plastik berlogo merek dagang.
Atas dasar itu kata Salim pihaknya mendaftarkan kasasi ke MA. "Kami yakin hakim di MA lebih profesional dan menjunjung tinggi keadilan. Perusahaan ini mau investasi, membuka lapangan kerja dan membayar pajak untuk negara. Sebaliknya pihak tergugat tidak ada aktivitas usaha dan memiliki itikad tidak baik," tudingnya. (mas/jpnn)
Kawaguchi, mewakili Kabushiki Kaisha Monteroza selaku pemilik perusahaan mengatakan pihaknya berencana ekspansi ke Indonesia karena menilai pasarnya potensial."Selain ada di hampir semua kota di Jepang, sampai saat ini kami sudah ada di Korea, China, Taiwan, dan merek kami sudah terdaftar juga di Rusia, Singapura, Malaysia, dan The World Intellectual Property Organization (WIPO)," ujarnya saat memberikan keterangan di Jakarta, Rabu (19/06).
Ada dua merek dagang yang akan didaftarkan di Indonesia yaitu Wara-Wara dan Shirokiya yang sudah eksis sejak 1994 dimulai di Jepang. Nahas, keduanya ternyata sudah didaftarkan salah satu pengusaha lokal di Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sejak 2003.
Mengetahui itu pihaknya kaget. Terlebih setelah mengetahui logo, tulisan merek, dan detil dari kedua mereknya itu sama. Monteroza pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan sudah bergulir sejak Januari 2013.
Hasilnya, gugatan Monteroza ditolak. Pertimbangan majelis hakim ada dua. Pertama merek dagang milik penggugat dinilai tidak terkenal karena baru ada di tiga negara. Kedua, tidak ada tanda-tanda niatan buruk dari tergugat.
Konsultan HAKI Monteroza, Yoshi Yamamoto, memertanyakan pertimbangan majelis hakim itu. "Kenapa tiga negara dinilai masih belum cukup? Di Jepang saja perusahaan ini masuk 10 besar restoran terbaik," sesalnya.
Pertimbangan kedua juga dipertanyakan. Bagaimana mungkin, kata Yoshi, tanpa niatan buruk bisa terbentuk dua merek dagang yang didaftarkan pada bidang bisnis yang sama dengan bentuk tulisan, nama merek, dan logo yang sama.
Kuasa Hukum Monteroza, Salim Halim, mengatakan Wara-Wara dan Shirokiya milik pengiusaha lokal Indonesia tersebut kurang berkembang. Kata Saliim, setelah dilakukan investigasi restoran itu hanya sempat buka satu kali selama 6 bulan saja.
Investigasi dilakukan ke lokasi tercatat yaitu di kawasan Citra Garden II, Jakarta Barat. "Di sana pernah ada tahun 2008 tapi hanya 6 bulan. Kedua katanya ada di mal Artha Gading (Jakarta) tetapi setelah kita kroscek ternyata tidak pernah ada," ungkapnya.
Dalam persidangan, pengusaha lokal selaku tergugat itu hanya bisa membuktikan daftar menu dan bungkus plastik berlogo merek dagang.
Atas dasar itu kata Salim pihaknya mendaftarkan kasasi ke MA. "Kami yakin hakim di MA lebih profesional dan menjunjung tinggi keadilan. Perusahaan ini mau investasi, membuka lapangan kerja dan membayar pajak untuk negara. Sebaliknya pihak tergugat tidak ada aktivitas usaha dan memiliki itikad tidak baik," tudingnya. (mas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sistem Konvensi PD Berbeda
Redaktur : Tim Redaksi