jpnn.com, MADRID - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah yang mengatur hutan adat seperti yang diamanatkan dalam pasal 67 UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Penerbitan PP itu diharapkan dapat menjamin kepastian hukum bagi masyarakat adat dalam mengelola dan memanfaatkan hasil hutan adat.
Hal tersebut diungkapkan Sultan dalam diskusi panel pada acara Konferensi Perubahan Iklim (COP Ke-25) UNFCCC di Madrid, Spanyol, Rabu (11/12).
BACA JUGA: DPD RI: Pemerintah Taiwan Komitmen Meningkatkan Investasi di Indonesia
Diskusi yang bertema ‘Upaya Indonesia Dalam Penanganan Kejahatan Lingkungan Hidup dan Kehutanan’ tersebut juga dihadiri oleh Alue Dohong (Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Dedi Mulyadi (Wakil Ketua Komisi IV DPR RI), Perwakilan Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung dan Kepolisian.
Selain itu, DPD RI juga mendesak adanya revisi terhadap Perpres Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut; penerbitan PP tentang rencana perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup; Analisis Risiko Lingkungan Hidup dan Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup; Ketentuan pasal 69 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 terkait penjelasan kearifan lokal yakni melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga telah menyebabkan terjadinya celah hukum yang disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
BACA JUGA: Ketua DPD RI Dorong Pelibatan Pengusaha Lokal Dalam Pembangunan Infrastruktur
“DPD RI mendesak komitmen penegakan hukum yang memprioritaskan kepentingan rakyat sebagaimana amanat undang-undang. Penegakan hukum harus komprehensif, adil, konsisten, dan tegas dalam penerapan saksi pidana bagi oknum pelaku badan usaha yang melakukan pembakaran hutan dan lahan dengan memanfaatkan celah undang-undang ini,” kata Sultan.
Lebih lanjut, Sultan menjelaskan permasalahan yang dihadapi Indonesia sekarang dalam hal lingkungan dan hutan adalah degradasi lingkungan, perusakan hutan dan kebakaran lahan yang terjadi di daerah sentra kehutanan dan perkebunan terutama di Sumatera dan Kalimantan. Indonesia sudah memiliki 2 (dua) Undang-Undang terkait Lingkungan dan Hutan yaitu UU Nomor 32 Tahun 2009 dan UU Nomor 41 Tahun 1999.
BACA JUGA: Bertemu Komite I DPD RI, Bupati Mamuju Ungkap Permasalahan di Sulawesi Barat
“DPD RI bersama dengan DPR RI bersama-sama melakukan revisi terhadap regulasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang tentang pengelolaan Lingkungan Hidup,” ujar Sultan.
Untuk revisi Undang-undang Kehutanan, DPD RI melihat perlunya redifinisi hutan yang berimplikasi pada terjadinya kriminalisasi dari masyarakat, serta belum diakomodirnya kepentingan masyarakat adat yang tinggal di sekitar hutan.
Dari hasil pengawasan DPD RI yang dilakukan oleh Komite II DPD RI ditemukan luas kebakaran lahan dan hutan tahun 2019 (Januari - September) berdasarkan data BNPB mencapai 350 ribu hektar. Lokasinya menyebar di sejumlah provinsi seperti Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Jambi.
Permasalahan lainnya adalah masih rendahnya alokasi dana daerah yang dialokasikan untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Dalam kegiatan penyerapan aspirasi daerah kami menemukan bahwa masalah kawasan hutan disebabkan kebijakan dan peraturan pemerintah yang tumpeng tindih dan tidak optimalnya peraturan perundang-undangan yang ada,” ungkapnya.(adv/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich