Sultan Berharap Perpu Cipta Kerja Tuntaskan Hambatan Perizinan Usaha

Senin, 02 Januari 2023 – 09:39 WIB
Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin. Foto: Tim DPD

jpnn.com, JAKARTA - Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin mendorong pemerintah untuk memastikan para pelaku usaha kecil dan menengah mencatatkan usahanya secara formal dengan kepemilikan Surat Izin Usaha pasca-ditetapkan Perpu Cipta Kerja.

Sultan menyampaikan hal itu melalui keterangan tertulis pada Senin (2/1/2023), menanggapi aktivitas perekonomian UMK, uang tidak tercatat atau belum berizin, sehingga tidak memberikan sumbangan bagi penerimaan negara.

BACA JUGA: Awas! Akal-akalan Perpu Cipta Kerja Menyengsarakan Rakyat

Akibatnya, kata Sultan, sektor informal seperti UMK kerap dilabeli sebagai shadow economy.

Pemerintah sudah mengeluarkan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja yang didorong untuk menuntaskan hambatan perizinan usaha tersebut.

BACA JUGA: Ekonom Apresiasi Perpu Cipta Kerja, Menko Airlangga Sebut Sesuai Putusan MK

“Artinya, kami berharap agar perihal kemudahan perizinan usaha harus menjadi kesempatan bagi pelaku UMK untuk mendaftar usahanya secara sukarela kepada lembaga terkait,” ujar Sultan.

Usaha yang tidak berizin, kata Sultan, tentu akan sangat menyulitkan pelaku usaha dalam mendapatkannya stimulus fiskal apalagi modal usaha dari lembaga keuangan.

BACA JUGA: Izin Usaha Holywings Dicabut, PDIP Malah Bilang Anies Baswedan Lemah

Dengan perizinan yang formal diharapkan UMK bisa lebih fleksibel melakukan transformasi dan berpeluang untuk naik kelas.

“Kami percaya bahwa para pelaku UMK kita bersedia untuk mencatatkan usahanya agar memperoleh izin usaha dari negara. Namun sayangnya selama ini sistem perizinan usaha kita belum didesign secara mudah, murah dan terintegrasi,” tegas Sultan yang juga mantan ketua HIPMI Bengkulu itu.

Menurut Sultan, pelaku UMK tidak hanya diwajibkan untuk mencatatkan usahanya sebagai langkah awal untuk menunjukkan kontribusinya bagi negara, tetapi pelaku UMK juga berhak mendapatkan perhatian dan pendampingan yang memadai dari pemerintah.

“Keberadaan UMK yang berstatus nonformal tidak hanya secara pasti menyebabkan unit bisnis menjadi sulit berkembang, tapi juga mengakibatkan mereka masuk dalam kategori underground economy yang merugikan pendapatan negara,” urainya.

Menurut Quarterly Informal Economy Survey (QIES) oleh World Economics yang berbasis di London, nilai usaha nonformal seperti UMK cukup besar di Indonesia. Diperkirakan mencapai 22,7 persen dari PDB berdasarkan tingkat daya beli atau PPP.

Hasil riset yang dilakukan Kharisma & Khoirunurrofik (2019). Hasil riset pada periode penelitian 2007-2017 menyimpulkan, nilai underground economy di Indonesia berkisar antara 3,8-11,6 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan rata-rata 8 persen per provinsi per tahun.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler