jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin mendorong peningkatan kerja sama spesifik di bidang riset dan inovasi sektor pertanian antara pemerintah Indonesia dan Thailand.
Hal ini disampaikan Sultan saat melakukan pertemuan singkat bersama Duta Besar Thailand untuk Indonesia Prapan Disyatat di Kedutaan besar Thailand belum lama ini.
BACA JUGA: Sultan Minta Pemerintah Masifkan Program Kemitraan UMKM dengan Korporasi
“Harus kita akui bahwa Thailand merupakan salah satu dari sedikit negara di dunia yang konsen dalam riset dan inovasi di sektor pertanian. Sejak lama kita mengenal banyak produk bibit dan benih tanaman maupun ternak dengan kualitas tinggi dari Bangkok Thailand,” ungkap Sultan melalui keterangan resminya pada Kamis (9/2).
Menurut Sultan, Indonesia dan Thailand memiliki kesamaan dalam hal kekayaan biodiversitas meski dalam pengelolaannya sedikit berbeda.
BACA JUGA: Sikapi Kenaikan Harga Sembako, Sultan Usulkan Audit Kinerja BUMN Bulog dan BPN
Oleh karena itu, dalam Global Food Security Index (GFSI), indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2022 berada di level 60,2, sedikit lebih baik dari Thailand yang mendapatkan skor 60,1.
“Kami memiliki pandangan yang sama dalam upaya pengembangan potensi biodiversitas. Bahwa riset inovasi secara berkelanjutan akan melindungi kedua negara dari krisis pangan, biofarma dan energi,” ujar Sultan.
BACA JUGA: Bertemu Sekjen ASEAN, Sultan Sampaikan Pentingnya Pemberdayaan Daerah
Lebih lanjut, mantan aktivis KNPI itu menyampaikan bahwa pertemuannya dengan Dubes Thailand juga membahas isu perkembangan demokrasi dari kedua negara.
Meskipun Thailand dan Indonesia menganut mazhab demokrasi berbeda, namun memiliki tujuan berdemokrasi yang sama, yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Kita patut bersyukur indeks demokrasi kita masih cukup terjaga di tengah upaya serius pemerintah dalam menyelesaikan kompleksitas persoalan bangsa yang plural di bidang sosial dan ekonomi tidak kemudian mendegradasi nilai-nilai demokrasi,” kata Sultan.
Indeks Demokrasi terbaru yang dirilis Economist Intelligence Unit (EIU), mayoritas negara anggota ASEAN memiliki sistem demokrasi yang cacat.
Mayoritas atau 6 negara ASEAN masuk kategori demokrasi cacat, yaitu Malaysia, Timor Leste, Filipina, Indonesia, Thailand, dan Singapura.
Sementara empat negara lainnya masuk kategori otoriter, yaitu Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar.
“Kami berharap Indonesia sebagai pemegang mandat kepemimpinan ASEAN kali ini mampu mendorong penyelesaian krisis demokrasi, khususnya di Myanmar. Jangan pengaruh otoritarianisme ke empat negara ASEAN yang kami sebutkan tadi mempengaruhi pola demokrasi di negara ASEAN lainnya,” ujar Sultan.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari