JOGJAKARTA - Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak pada pengultusan HB IX. Sebab, menurut dia, HB IX tidak pernah mengharapkan setumpuk gelar maupun sanjungan.
Menurut gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta itu, segala yang dilakukan oleh sang ayah, baik untuk Keraton Jogjakarta maupun Republik Indonesia, merupakan kewajiban yang tersandang dalam namanya. Yakni, misi Hamengku, Hamangku, Hamengkoni sebagai wujud visi semesta: Hamemayu-Hayuning Bawana.
"Beliau telah mewasiatkan kepada kami semua, jangan sekali-kali mengultuskannya. Sanjungan dan pengultusan tidak ada gunanya buat almarhum. Sebab, kesederhanaan adalah letak karismanya," ujar putra HB IX dari KRA Windyaningrum tersebut dalam orasi budaya di hadapan 5.000 orang lebih di Pagelaran Keraton Jogjakarta dalam rangka seabad HB IX.
Menurut HB X, ayahnya mendambakan kehidupan seperti orang kebanyakan. Dia menjalin hubungan dengan banyak orang tanpa beban dan embel-embel. Contohnya, sebagai bapak pramuka Indonesia, HB IX kerap dipanggil Kak Sultan agar menjaga semangat muda. Meskipun Sultan sejatinya bukan nama, melainkan gelar tertinggi di Keraton Jogjakarta.
HB IX juga dikenal sebagai sosok yang bersahaja. Suatu hari, kenang HB X yang bernama kecil BRM Herrjuno Darpito, pada sebuah Sidang Umum MPR 1978, HB IX menggunakan kaus kaki yang longgar. Supaya tidak melorot, raja tersebut memasang karet gelang di ujung atas kaus kaki. Seorang wartawan memergoki sang raja yang berkaus kaki longgar.
"Bahkan, kalau almarhum di luar negeri, sering jalan-jalan mengelilingi hotel di musim dingin tanpa overcoat. Hebat" Tidak! Beliau melapisi dadanya dengan koran sebagai penahan udara dingin," lanjutnya.
HB X juga menilai sang ayah adalah sosok yang tak haus akan pencitraan. Sekadar dibuatkan buku biografi pun, seperti yang pernah diceritakan GBPH Joyokusuma pada Radar Jogja beberapa hari lalu, dia awalnya menolak. (hed/jpnn/c10/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rumit, Syarat Usulkan Formasi CPNS 2013
Redaktur : Tim Redaksi