Sultan: RUUK Yogya Bertentangan UUD

Selasa, 01 Maret 2011 – 18:17 WIB
Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam di Komisi II DPR, Selasa (1/3). Foto : Arundono W/JPNN

JAKARTA - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X mengingatkan DPR bahwa penggunaan nomenklatur Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama dalam draf Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY bertentangan dengan UUD 1945.

"Kalau yang dimaksud Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama sekadar peristilahan atau sebagai pengganti pararadhya, maka draf itu bertentangan dengan pasal 18 ayat (4), dan tidak sejalan dengan filosofis serta ruh keistimewaan DIY," ujar Sri Sultan Hamengku Buwono X, pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR dan DPD, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (1/3).

Dijelaskan Sultan, implikasi terhadap keberadaan Gubernur Utama akan menciptakan dualisme pemerintahan yang secara mutatis-mutandis melanggar prinsip negara hukum dalam hal kepastian hukum seperti pasal 1 ayat (3) jo pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

"Kalau kemudian ada Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama maka sama saja dengan mempersempit kekuasaan dan wewenangnya dalam mengurus daerah," tandasnya.

Sultan mengatakan dalam sejarahnya, raja yang berkuasa pada waktu Yogyakarta berintegrasi ke dalam Republik Indonesia selanjutnya menjelma menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur dan Wakil Gubernur(fas/jpnn)

BACA JUGA: Tuding Perda Ahmadiyah Terkait Pilkada

BACA ARTIKEL LAINNYA... MUI Ajukan Dua Opsi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler