Sumbar harus Tetap Menyiapkan Kawasan Mandeh dan Mentawai

Jumat, 16 Februari 2018 – 23:36 WIB
Kawasan Wisata Mandeh. Foto: posmetropadang

jpnn.com, PADANG - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brojonegoro mengatakan pengembangan pariwisata Indonesia harus berbasis kawasan dan tidak boleh sepotong-sepotong atau parsial.

“Jangan membangun hanya berdasarkan objek wisata yang ada karena tidak membuat pariwisata menjadi berkembang,” ujar Bambang Brojonegoro dalam rapat kerja Bappeda se-Indonesia dan Bappenas di Hotel Grand Inna Padang, Kamis (15/2).

BACA JUGA: Ssttt, Ini Kabar Terbaru soal Rencana Pemindahan Ibu Kota

Meskipun tidak termasuk program 10 “Bali Baru”, lanjut Bambang, tapi Sumbar harus tetap menyiapkan dua daerah, yakni kawasan Mandeh di Pesisir Selatan dan Mentawai sebagai destinasi unggulan berikutnya.

“Provinsi lain juga harus memiliki ide yang sama. Tetap menyiapkan pengembangan wisata di daerah masing-masing. Tentu saja harus sesuai perencanaan dan holistik serta terintegrasi,” ucap Bambang.

BACA JUGA: Perusahaan Bonafide Bersaing di Indonesia CSR Award 2017

Dalam rencana kerja pemerintah (RKP) 2019 yang segera diselesaikan dan akan dibahas dengan DPR pada Mei nanti, penganggaran harus berbasis program atau money follow program.

“Untuk membahas RKP ini, Sumbar sejak Januari sudah mulai membahasnya dengan pemerintah kota dan kabupaten. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih. Langkah ini sangat tepat. Selayaknya ini juga dilakukan provinsi lain,” ucapnya.

BACA JUGA: Pria Asal Melbourne Hidup 8 Tahun Bersama Suku Mentawai

Mantan Menteri Keuangan itu mengingatkan pula bahwa waktu penyusunan RKP sampai April. Sedangkan Mei sudah Musrenbangnas yang merupakan ujung persiapan RKP 2019. Karena itu, dalam waktu relatif sempit ini, hendaknya daerah memanfaatkannya sebaik mungkin.

Jika RKP dibuat atau disusun tergesa-gesa, maka bisa berdampak pada kurangnya masukan aspirasi dari bawah, kabupaten/ kota ataupun aspirasi dari prioritas nasional.

“Jadi intinya, PP 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional akan kita maksimalkan implementasinya pada RKP 2019. Difokuskan pada money follow program yang pendekatannya tematik, holistik dan spasial serta dapat diterapkan pada RKP masing-masing provinsi,” tukasnya,

Berbicara perencanaan, maka ujungnya adalah perencanaan berbasis wilayah atau di mana lokasi kegiatannya. Artinya menekankan pada pendekatan spasial (geografis).

Jika ingin mengembangkan wisata, maka orientasinya jangan hanya ada objeknya turis yang datang untuk berwisata atau ketersediaan hotel. Setelah itu, langsung menjual daerah tersebut untuk wisata. Itu adalah pendekatan masa lalu.

Seyognya harus pendekatan masa kini. Dengan income (pendapatan) masyarakat yang semakin baik dan makin banyak turis dari luar negeri.

Daerah tidak bisa lagi mengedepankan promosi wisata separuh-separuh atau seadanya. Daerah harus bisa mempromosikan destinasi yang sudah terintegrasi dan holistic sehingga yang dijual adalah kawasan wisata, bukan objek wisata yang berdiri sendiri.

“Yang dijual untuk wisata itu satu kesatuan, bukan hanya objek wisata saja,” tukasnya.

Bappenas terus mendorong daerah di luar 10 bali baru untuk bisa membuat kawasan terintegrasi. Dengan begitu, maka daya ungkit dalam mendatangkan wisatawan akan lebih tinggi lagi. Misalnya, di Sumbar. Banyak yang menyebutkan Mentawai punya potensi luar biasa. Ombaknya bagus untuk surfing.

“Buktinya, tahun 1990 atau awal 2000 saya ke Padang. Saat itu, saya naik Garuda. Di dalam pesawat saya lihat ada bule. Dalam pikiran saya kala itu, mau apa orang bule ke Padang. Padahal daerahnya tak ada migas dan tak ada investasi skala besar. Kalau ke Balikpapan saya bisa maklum karena ada migasnya. Namun, setelah sampai di Padang, barulah diketahui tujuan bule itu adalah Mentawai,” jelas Bambang.

Hebatnya lagi, sambung Bambang, wisatawan tetap mau datang dengan peralatan transportasi seadanya pada waktu itu, yakni hanya naik kapal. Mereka tinggal di Mentawai tak hanya satu atau dua hari, namun bisa lebih dari seminggu.

“Kalau untuk surfing, pasti waktunya lebih panjang. Artinya, di Mentawai ada potensi,” tukasnya.

Penyebab Bali begitu populer wisatanya, menurut Bambang karena tak hanya menjual satu destinasi wisata saja tapi kawasan. Jika Bali mempromosikan “Ayo Surfing ke Bali”, belum tentu akan banyak yang berkunjung. Namun karena ada penawaran lain, maka wisatawan menjatuhkan pilihannya ke daerah itu. Di tambah lagi, sarana dan prasarana sudah memadai.

“Mungkin tetap ada wisatawan yang mau menginap di mana saja di Mentawai demi bisa berselancar. Namun, itu terbatas. Padahal, bisa juga wisatawan yang tidak suka berselancar ingin menikmati alam dan culture-nya. Akan tetapi, karena belum ada fasilitas memadai, maka mereka urung ke sana,” ucapnya.

Oleh karena itu, konsep kawasan dan spasial menjadi penting. Kalau Mentawai dikembangkan dalam kawasan yang terintegrasi seperti di pinggir Danau Toba, maka bisa menarik wisatawan dalam jumlah besar. “Bisa saja, nanti ada kemudahan akses ke Mentawai. Misalnya, untuk ke Mentawai bisa dengan penerbangan dari BIM ke Mentawai atau dari Pekanbaru dan Medang langsung ke Mentawai,” ucapnya.

Wacana tersebut sebelumnya, pernah disampaikan Menteri Pariwisata Arief Yahya agar memperluas bandara Rokot di Mentawai sehingga orang bisa akses langsung ke daerahj kepulauan itu tanpa harus transit ke BIM. Namun, hingga kini belum terealisasi.

Dengan adanya akses yang lebih mudah, makanan yang layak dan sehat serta didukung wisata alam dan cultrure masyarakat Mentawai dalam satu kesatuan promosi wisata, maka itu bisa mendongkrak tingkat wisatawan. “Itulah pentingnya kawasan terintegrasi tadi,” imbuhnya.

Jika daerah tak punya potensi pariwisata, dia mengingatkan agar tidak memaksakan harus ada. “Fungsi ekonomi suatu daerah tak hanya pariwisata. Tapi, ada juga pelabuhan dan kawasan industri,” tukasnya.

Misalnya di Sulawesi Tenggah atau Sulawesi Utara yang lebih banyak potensi nikelnya. Maka tak bisa pariwisata dipaksakan dikembangkan di daerah itu. Lebih cocoknya didorong hiliarisasi dan smelter. “Kalau nikel kan banyak penggalian tanah, makanya tidak cocok untuk pengembangan pariwisata di sana. Tapi jangan stop pada smelter saja, namun dipikirkan lagi apa turunan industri yang bisa dibuat. Sehingga, bisa memberikan nilai tambah,” ucapnya.

Bambang menegaskan lagi, pengembangan ekonomi suatu wilayah juga harus lewat pendekatan nilai tambah. Seperti pengembangan wisata di Mentawai. Jika sudah ada kawasan wisata terintegrasi di sana, maka akan banyak wisatawan yang akan datang. Spending (pengeluaran) turis juga akan lebih besar lagi di Mentawai. Hotel akan mendapatkan keuntungan, demikian pula masyarakat sekitar Mentawai.

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menyebutkan, rakernas yang membahas pola perencanaan, peran dan fungsi Bappeda telah menguatkan hubungan dan sinergitas pembangunan.

Perencanaan yang baik merupakan awal pelaksanaan program pembangunan daerah agar lebih terukur. Baik dalam sasaran dan dampak yang diinginkan dalam memajukan daerah. “Tentu, semua ini tidak terlepas dari kerja sama dan koordinasi yang baik. Mulai dari kabupaten/kota, provinsi sampai ke perencanaan pembangunan nasional,” ujar Irwan Prayitno. (ayu)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Andrinof Luncurkan Buku Evolusi Mimpi Menata Indonesia


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler