Sumpah Pemuda Versi 4.0

Kamis, 28 Oktober 2021 – 15:43 WIB
Sumpah Pemuda 2021. Ilustrasi: Sultan Amanda/JPNN.com

jpnn.com - Sumpah Pemuda 1928 menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah pembentukan nasionalisme Indonesia.

Ketika para pemuda itu berkumpul dari berbagai wilayah yang sangat berjauhan, 93 tahun silam, tidak bisa dibayangkan beratnya upaya dan perjuangan anak-anak muda itu.

BACA JUGA: Jokowi Sampaikan Harapan Saat Peringatan Hari Sumpah Pemuda, Simak

Dan, yang lebih sulit dibayangkan pula, mereka yang rata-rata umurnya masih “likuran” sudah punya pandangan yang sangat dewasa, matang, visioner, sehingga mereka bisa merumuskan sumpah bersejarah itu.

Indonesia belum ada ketika itu, bahkan ide-ide mengenai konsep negara bangsa juga masih lamat-lamat dipahami.

BACA JUGA: Yuk, Kenali Sosok di Balik Sumpah Pemuda Melalui Pameran Lawan!

Nmaun, anak-anak muda itu digerakkan oleh semangat yang sama untuk mengakhiri penderitaan akibat penjajahan ekonomi dan politik yang berkelanjutan ratusan tahun.

Sumpah Pemuda adalah event bersejarah, bukan cuma di level nasional, tetapi di dunia internasional, karena tidak banyak negara di dunia yang punya gerakan pemuda sehebat itu.

BACA JUGA: 100 Buku Diterbitkan Kembali jelang Sumpah Pemuda

Bahkan negara-negara Eropa yang mengalami beberapa revolusi pun tidak ada peran pemuda sepenting Indonesia.

Belasan tahun kemudian para pemuda itu jugalah yang menjadi mesin utama gerakan perlawanan melawan pendudukan Jepang yang kemudian meletuskan revolusi yang meluas.

Anak-anak muda itu mencium bau darah karena Jepang sudah kehilangan kekuatan setelah Sekutu menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima.

Mereka pun menculik dan memaksa ‘’orang-orang tua’’ generasi Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Tak pelak, Ben Anderson (1989) dengan penuh takjub menulis buku “Revolusi Pemoeda” yang mengungkap peran anak-anak muda dalam revolusi nasional 1944-1945.

Beda dari revolusi di negara mana pun saat itu, bahkan dibandingkan dengan revolusi komunis Rusia, peran pemuda Indonesia benar-benar sentral.

Mereka menjadi kekuatan militan karena ditempa oleh kekerasan pendudukan kolonial. Para pemuda itu kemudian menjadi kekuatan yang mampu menghancurkan kekuatan pendudukan imperialisme.

Sungguh sebuah capaian yang keren. Pada 1928 anak-anak muda itu sudah bisa merumuskan tiga rumusan yang visioner dan relevan sepanjang masa; Bertanah Air Satu, Bebangsa Satu, Berbahasa Satu…Indonesia.

Mereka dengan tegas menyebut ‘’Indonesia’’. Dari mana mereka punya ide dahsyat itu. Mengapa mereka bersepakat hanya punya satu tanah air? Mengapa para pemuda itu bersumpah hanya punya satu bangsa? Mengapa mereka yakin hanya punya satu bahasa pemersatu?

Pada tahun-tahun itu kolonialisme dan imperialisme Eropa sedang ganas-ganasnya. Kapitalisme Eropa adalah hasil dari revolusi industri, anak dari kemajuan sains dan teknologi Eropa, hasil dari gerakan pencerahan di Eropa, yang kemudian melahirkan teknologi militer yang membawa Eropa menjadi kekuaran kolonial dunia.

Anak-anak muda itu tahu betul bahwa untuk menghadapi keganasan itu tidak ada jalan lain kecuali harus bersatu padu sebagai kekuatan yang utuh.

Mereka datang dari latar belakang budaya yang beda. Kulit mereka beda, agama mereka beda, budaya adat istiadat tak ada yang sama.

Itulah hebatnya imajinasi anak-anak muda itu. Dengan merumuskan tiga sumpah itu mereka sama-sama membayangkan bahwa mereka diikat oleh cita-cita yang sama. Mereka sama-sama merasa senasib sepenanggungan, mereka diikat oleh sebuah imajinasi sehingga terbentuklah apa yang oleh Anderson disebut sebagai “imagined community”.

Anak-anak muda bisa dengan akur menemukan rumusan yang sangat visioner. Berbeda sekali dengan para pemimpin yang kemudian pada 1945 bersidang menyiapkan rumusan dasar negara.

Perumusan itu ribut dan ribet karena memperdebatkan peran agama dalam pondasi kenegaraan.

Anak-anak muda peserta Sumpah Pemuda itu tahu, kalau saja faktor agama dimasukkan dalam rumusan sumpah pemuda, maka yang terjadi malah ribut, atau sangat mungkin sumpah pemuda tak bakal pernah lahir di dunia.

Bayangkan kalau ada yang ngotot minta supaya rumusan ditambah dengan “Beragama satu, agama….”

Pasti banyak di antara mereka yang menjadi aktivis Islam, karena Muhammadiyah sudah lahir 16 tahun sebelumnya, NU lahir dua tahun sebelumnya.

Namun, mereka menempatkan agama pada posisi yang tepat dan terhormat sebagai spirit perjuangan tanpa harus memasukkannya ke dalam rumusan formal.

Titik krusial ketika itu adalah semangat merumuskan terbentuknya negara-bangsa (nation-state) yang ketika itu idenya sudah mulai bermunculan di negara kolonial Asia dan Afrika.

Maka tiga rumusan sumpah itulah yang kemudian menjadi penyangga utama, pembentukan negara bangsa Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian menjadi modal utama kemerdekaan 1945.

Kini, 93 tahun berselang. Semangat sumpah pemuda harus terus-menerus direvitalisasi supaya tetap relevan. Ketika Indonesia sekarang tengah terkoyak oleh berbagai isu yang mengancam eksistensi NKRI maka kita bisa berkaca lagi kepada wisdom anak-anak muda itu.

Saat ini, dibutuhkan revitalisasi sumpah pemuda menjadi “Soempah Pemoeda 4.0”. Para pemuda milenial sekarang menghadapi tantangan yang berbeda.

Kalau dulu, dunia terbelah antara dunia pertama Eropa dengan dunia ketiga yang menjadi korban opresi, maka sekarang dunia sudah menjadi satu. Dunia sudah menjadi global village, desa buana, yang mempunyai aspirasi yang sama terhadap perdamaian dan kesejahteraan.

Revolusi informasi 4.0 menjadikan dunia terkoneksi menjadi satu. Kalau dulu imagined community hanya sebatas garis nasional maka sekarang anak-anak muda milenial itu mempunyai komunitas bayangan baru yaitu Imagined Community Global. Konsep negara bangsa, nation-state, sudah obsolete, tak cocok lagi menjawab tantangan globalisasi.

Yang dibutuhkan sekarang bukan pemikiran sektarian dan parokial. Anda tak mungkin bisa menang sendiri kaya sendiri, dan membiarkan orang lain kalah dan miskin.

Dunia sudah berubah, kita hidup dalam dunia yang terkoneksi satu sama lain. The Rise of Network Society, kata Manuel Castells. Masyarakat jaringan adalah sebuah masyarakat sosial yang struktur dan kegiatan-kegiatannya diatur oleh jaringan informasi yang diproses melalui teknologi informasi.

Masyarakat jaringan telah menggantikan masyarakat tradisional yang didasari bentuk organisasi sosial tradisional yang sudah kedaluwarsa. Masyarakat jaringan memproses dan mengelola informasi dengan menggunakan mikro-elektronik yang berbasis teknologi

Interaksi antara jejaring sosial baru berbasis teknologi dengan institusi sosial lama yang konservatif dan mempertahankan status quo akan melahirkan banyak ketegangan.

Teknologi informasi yang canggih melahirkan jenis eknonomi baru, the new economy, yang sangat berbeda dari ekonomi lama yang berbasis pada produksi dan distribusi manual.

Kemunculan industri crypto-currency, mata uang kripto akan menjadi fenomena baru dunia jaringan. Institusi sosial lama berusaha bertahan dengan cara-cara defensif, misalnya dengan mengeluarkan fatwa haram.

Sumpah pemuda versi 4.0 membutuhkan tafsir ulang supaya relevan dengan fenomena masyarakat berjaringan. Teknologi informasi telah menghasilkan jaringan w.w.w (world wide web) yang menyatukan planet bumi menjadi satu jaringan yang bisa diakses dengan ujung jari. Otoritas sosial tradisional kehilangan kekuasan akibat munculnya jaringan baru ini.

Lembaga-lembaga tradisional lama yang dulu menjadi penguasa dunia--seperti PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dan organisasi-organisasi di bawahnya—sudah semakin kehilangan otoritasnya.

Sebagai ganti kini muncul institusi global baru seperti Google, Facebook, dan Amazon yang bisa mengakses manusia di seluruh penjuru bumi dan menyatukan mereka ke dalam tata ekonomi baru.

Tiga institusi ini menjadi sangat powerful dan mempunyai otoritas yang ditaati karena memberikan kebebasan kepada masyarakat berjaringan untuk saling berinteraksi dan saling mendapatkan keuntungan ekonomi dari interaksi itu. Tidak akan lama lagi mata uang Libra, yang dikeluarkan Facebook, menjadi kurensi yang diakui di seluruh dunia, bahkan mata uang dolar pun akan tergusur oleh kurensi digital ini.

Tafsir ulang terhadap Sumpah Pemuda sangat diperlukan kalau ingin tetap relevan dengan kebangkitan masyarakat berjaringan. Dunia sudah berubah, dunia telah menjadi satu kesatuan dalam masyarakat berjaringan. Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Satu Dunia. (*)


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler