Sumur Benteng: Tidak Pernah Kering, Jadi Harapan Terakhir Warga

Senin, 23 September 2019 – 22:24 WIB
Warga Tanjung Kampung, Kabupaten Serang, memanfaatkan air Sumur Benteng saat musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan mereka. Foto: Banten Raya

jpnn.com, SERANG - Musim kemarau tahun ini cukup menyulitkan warga di beberapa daerah untuk mendapatkan air bersih, terutama di daerah-daerah pegunungan. Salah satu di antaranya di Desa Pakuncen, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten.

Terik matahari di antara Kampung Cinangsi dan Tanjung Kampung, Desa Pakuncen, Kecamatan Bojonegara begitu terasa saat menyentuh tubuh. Sementara itu, tanaman milik petani daunnya mulai mengering. Kemarin (22/9), waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB saat warga yang baru pulang dari aktivitasnya langsung mencari air untuk mandi dan mencuci baju. Salah satu sumber air yang menjadi tumpuan warga adalah sumur Benteng.

BACA JUGA: Waspada! Musim Kemarau, Penyakit ISPA Meningkat

Lokasi sumur Benteng berada di perbatasan Kampung Cinangsi dan Tanjung Kampung. Namun yang memanfaatkan air di sumur yang di sekelilingnya ditumbuhi pohon bambu tersebut tidak hanya dua kampung itu saja, tapi ada juga dari kampung-kampung lain seperti Kampung Sawah, Kampung Geri, dan Kampung Pasir Kelapa. Sebenarnya saat ini di kampung-kampung tersebut sudah ada sumur bor, tapi belum bisa memenuhi kebutuhan warga.

Lebar sumur Benteng sendiri berkisar 1,5 meter dengan kedalaman setengah meter. Di sekeliling sumur terdapat batu-batu berukuran besar yang mengapit posisi sumur. Sumur Benteng diakui warga tidak pernah kering saat sumur-sumur warga di tempat yang lain tidak lagi mengeluarkan air. Air sumur Benteng sendiri sangat jernih dan terasa segar saat digunakan untuk mandi, terlebih saat musim panas seperti sekarang ini.

BACA JUGA: Pengumuman! Musim Kemarau Sudah Tiba, Lebih Kering

“Kalau ngambil air ke sumur ini (Benteng-red) harus subuh-subuh biar kebagian, soalnya jam 05.00 WIB ibu-ibu sudah ramai mandi dan mencuci. Airnya mah terus ada tapi kalau yang memanfaatkan orang banyak sekaligus harus nunggu dulu sampai sumurnya terisi kembali. Kalau lagi enggak musim kemarau sumur ini mah enggak dimanfaatkan warga,” kata Mad Yuti, salah seorang warga.

Namun agar leluasa mendapatkan air dari sumur tersebut, warga pada umum sudah mengetahui waktu-waktunya seperti pada pukul 09.00 sampai pukul 10.30 WIB saat warga pada umumnya melakukan aktivitas bertani.

“Untuk bisa terisi penuh biasanya memakan waktu 20 sampai 25 menit. Biasanya, anak-anak sepulang sekolah pada mandi di sini, kalau anak-anak yang mandi airnya dihambur-hamburin,” tuturnya.

Jarak sumur Benteng sendiri dengan rumah warga kurang lebih 1 kilometer. Biasanya, usai mandi sambil pulang, warga memanggul air dengan menggunakan ember dan jeriken kapasitar 20 liter untuk kebutuhan memasak, berwudu dan lain-lain.

“Disebut Benteng karena menjadi benteng terakhir saat sungai dan kali sudah tidak lagi mengeluarkan air, jadi sumur ini harapan terakhirnya,” ujar pria yang bercerita sambil mandi tersebut.

Sebelum ada sumur bor, pada saat musim puncak kemarau sebelum-sebelumnya, sumur tidak pernah sepi dari warga baik siang maupun malam.

“Kalau dulu-dulu mah hampir 24 jam tidak pernah sepi, banyak gendul (jeriken-red) warga yang ditinggal pemiliknya di sini. Tahun ini juga tidak menutup kemungkinan kalau air sumur bornya berkurang warga ngantri juga di sini. Kalau sumbernya dulu mah besar tapi sekarang berkurang,” ujar Ahyani, warga yang lain.

Untuk kualitas air, sumur Benteng jauh lebih baik dibanding dengan sumur-sumur yang lain yang kebanyakan bau getah yang dihasilkan dari akar pepohonan.

“Kalau air sumur Benteng ini airnya jernih enggak ada bau sama sekali, kalau sumur bor kan kebanyakan seperti mengandung karang. Kalau sore pas mau magrib anak-anak muda biasanya ramai. Sambil nunggu air penuh pada bakar-bakaran singkong dan pisang,” kata pria yang akrab disapa Yani itu. (tanjung)


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler