Sumur Tua

Oleh: Dahlan Iskan

Selasa, 03 Desember 2024 – 06:07 WIB
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Sumur tua itu seberapa tua? Sebut saja itulah sumur-sumur minyak peninggalan Belanda.

Ketika pecah perang dunia kedua, ladang minyak ikut jadi sasaran perang, apalagi ketika Jepang mulai masuk Indonesia.

BACA JUGA: Walk Out

Belanda tidak rela ladang minyak itu jatuh ke tangan musuh.

BACA JUGA: Awan Capung

Itu sama saja dengan memberi Jepang bahan bakar yang sangat diperlukan dalam perang.

Yang di Musi Banyuasin, Sumsel, itu beda. Sebagian memang sumur tua peninggalan Belanda. Sebagian lagi benar-benar sumur milik rakyat setempat.

BACA JUGA: Sherly Benny

Yang milik rakyat di Muba itu sebenarnya tidak bisa disebut sumur.

Minyak mentahnya muncul di kolam kecil di permukaan tanah. Rakyat tinggal menciduknya.

Di Muba, puluhan tahun lalu, rakyat sampai membuat instalasi penyulingan minyak sendiri. Sederhana. Hanya dipanaskan di dalam drum.

Mereka bisa mendapatkan kerosin (minyak tanah) untuk keperluan sehari-hari. Kelebihannya dijual kepada masyarakat setempat.

Tentu 'kilang' rakyat seperti itu kurang efisien. Tetapi rakyat menikmatinya. Puluhan tahun. Sebelum akhirnya yang seperti itu dianggap ilegal. Dan penyulingan rakyat seperti itu dianggap membahayakan.

Toha, bupati terpilih Musi Banyuasin adalah bagian dari orang yang hidup dari sumur rakyat.

Di Muba, minyak mentah tidak perlu dicari sampai ke perut bumi. Dia seperti muncul sendiri ke permukaan bumi.

Kalaupun perlu dibuatkan sumur itu hanya sumur yang dangkal.

Itu beda dangan sumur tua di banyak daerah di Indonesia: Bojonegoro; Sanga-sanga, Kaltim: Jambi; Aceh; sampai Blora.

Jumlah sumur tua peninggalan Belanda itu jumlahnya di atas 10.000 sumur.

Dulu, sumur-sumur minyak bumi itu ditinggalkan begitu saja oleh Belanda. Sebagian lagi justru mereka buntu. Disumbat. Diurug. Dimatikan. Agar jangan jatuh ke musuh Belanda.

Pertamina seperti ogah-ogahan mengurus sumur tua. Dianggap tidak efisien.

Kalau mau diurus harus dibuat standar pengoperasian yang profesional. Itu berarti perlu biaya investasi yang besar.

Terlebih lagi, produksi sumur-sumur tua itu umumnya kecil. Hanya sekitar 15 barrel per hari, bahkan ada yang hanya lima barel.

Kalau diurus secara perusahaan -apalagi kalau perusahaannya sebesar Pertamina -hanya merepotkan.

Akan tetapi bagi rakyat, 15 barel itu banyak. Maka banyak yang diam-diam memanfaatkannya.

Puluhan tahun pemerintah mundur-maju dalam membuat kebijakan harus diapakan sumur-sumur tua itu.

Sampai kemudian muncullah orang seperti Toha di Muba.

Dia mencari model pengelolaan sumur minyak tua. Kecil-kecil tetapi karena banyak hasilnya besar juga.

Toha juga membuat model bisnis yang dianggap realistis. Termasuk bagaimana mencarikan jalan agar yang ilegal bisa legal.

Dia pun terpilih jadi bupati Muba yang kali ini asli orang Muba.

Model Muba bisa dicopy ke semua daerah pemilik sumur tua.

Presiden Prabowo pasti senang mendapat ide dari orang seperti Toha.(*)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kalah Cantik


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi, M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler