jpnn.com, JAKARTA - Hampir seratus orang memenuhi Ballroom Lantai 21 Gedung Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, pada Jumat lalu (13/5).
Seluruh mata di ruangan itu mengarah kepada Dirut BRI Sunarso yang berbicara di panggung pendek dengan latar warung kelontong.
BACA JUGA: Dirut BRI Sunarso Jadi Business Person of the Year versi Fortune Indonesia Summit
Pada hari itu, Sunarso menjadi sahibulbait halalbihalal antara jajaran BRI dengan para pemimpin redaksi dari berbagai media. Berkemeja putih dipadu jas dengan bawahan kasual, pria kelahiran Pasuruan, Jawa Timur, itu berbicara detail soal BRI, baik strategi maupun capaiannya.
Dua tahun pandemi Covid-19 ternyata tak menggerus bisnis BRI. “Itu tecermin dari kinerja yang dibukukan perseroan,” ujar Dirut BRI Sunarso.
BACA JUGA: Jualan Pecel dan Targetkan Laba Rp 45 Triliun, BRI Jadi Trending Topic di Twitter
Pada 2021, BRI membukukan laba bersih mencapai Rp 32,22 triliun atau tumbuh 75,53 persen year-on-year (yoy). Adapun pada triwulan pertama 2022 saja, bank pelat merah itu mampu mencatatkan laba bersih terkonsolidasi senilai Rp 12,22 triliun atau tumbuh sebesar 78,13 persen yoy.
Aset BRI per Maret 2022 juga tumbuh 8,99 persen yoy menjadi Rp 1.650,28 triliun.
BACA JUGA: Tuai Hasil Transformasi, Kinerja BRI Group Cemerlang
“Kunci sukses itu ialah fokus pada core bussines BRI,” ucap Sunarso.
Saat pandemi mendera, BRI justru menggenjot penyaluran kredit untuk sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Kami akan tetap jualan pecel,” kata penyandang gelar magister administrasi bisnis dari Universitas Indonesia itu.
Sunarso menggunakan diksi ‘pecel’ untuk sektor UMKM yang sering diremehkan, tetapi memiliki kekuatan luar biasa.
Pada 2021, BRI Group menggelontorkan dana Rp 1,042 triliun untuk kredit dan pembiayaan.
Dari angka itu, porsi kredit BRI untuk sektor UMKM mencapai 83,86 persen.
”Kami akan terus menggarap SME (small medium enterprise/UMKM), bahkan ke ultramikro,” tutur Sunarso.
Menggarap kredit mikro bukanlah bidang baru bagi Sunarso. Dia pernah memimpin PT Pegadaian selama kurang lebih 15 bulan sejak Oktober 2017 hingga Januari 2019.
Saat ini BRI membawahkan PT Pegadaian di Holding Ultra Mikro (UMi). Menurut Sunarso, Pegadaian di Indonesia memiliki keunikan dibandingkan di negara lain.
Di mancanegara, rumah gadai biasanya dimiliki swasta, sedangkan PT Pegadaian merupakan perusahaan milik negara.
“Inilah rumah gadai terbesar di dunia,” ujar Sunarso.
PT Pegadaian merupakan perusahaan penopang kredit mikro. Asetnya mencapai Rp 44 trilun.
“Separuh dari aset itu modal,” kata penerima penghargaan The Best SME Banker 2013 versi The Asset Magazine Hong Kong itu.
Sunarso pun meyakini konsistensi BRI yang fokus pada kredit UMKM akan mendatangkan keuntungan lebih besar pada tahun ini.
Emiten berkode BBRI itu menargetkan labanya pada pada 2022 menembus Rp 40 triliun.
“Targetnya Rp 40 triliun. Kalau meleset, ya, paling Rp 45 triliun,” kelakar Sunarso yang langsung ditimpali aplaus para tamunya.
Menurut Sunarso, ada dua kunci utama kinerja BRI. “Digital dan kultur,” ucapnya.
Sasaran digitalisasi di BRI ialah memudahkan pelayanan, efisiensi proses bisnis, dan membentuk model bisnis baru.
Adapun kultur yang positif harus berkembang di seluruh insan BRI.
“Kultur itu dijadikan KPI (key perfomance indicator, red),” kata Sunarso.
Meski melakukan digitalisasi, BRI tak mau melakukan sistem ijon yang dibungkus ‘bisnis digital’ dalam mengejar keuntungan.
Oleh karena itu, Sunarso menyinggung perusahaan-perusahaan yang menarik keuntungan di depan dengan menjanjikan aplikasi atau platform buatan mereka akan dipakai jutaan orang pada masa mendatang.
“Itu namanya pesugihan digital. Bagaimana pertanggungjawaban moralnya?” kata Sunarso.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul