Tapi, harus ada penanganan khusus pada saat tertentu, misalnya ketika terjadi perubahan kondisi sungai. Kondisi ini besar dipengaruhi oleh faktor cuaca. “Pada saat tertentu memang ada perubahan warna air, yakni ketika musim panas. Air yang biasa berwarna kekuningan akan menjadi kemerahan. Ini disebabkan tumbuhan mati di dasar sungai akan terangkat ke permukaan ketika terjadi hujan, setelah musim panas di hulu,” kata Syarif Rahman, seperti dilansir Kaltim Pos, Selasa (6/11).
Air baku untuk pelanggan PDAM Samarinda hampir seluruhnya dari Sungai Mahakam. Air baku yang diproduksi masih bisa digunakan untuk kebutuhan masyarakat. “Masih layak di konsumsi. Tapi, kalau dijadikan air minum, ya harus dimasak dulu,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Samarinda Nusyirwan Ismail mengatakan, perlu audit di sungai yang membelah ibu kota Kaltim itu. Pemkot, kata dia, tentu akan mendukung hal tersebut. Tapi penting dikoordinasikan dengan Kutai Barat (Kubar) dan Kutai Kartanegara (Kukar) yang juga dialiri Mahakam.
“Langkah penanganannya juga harus padu. Kabupaten/kota lain yang dilintasi DAS (Daerah Aliran Sungai) Mahakam juga mesti punya tanggung jawab yang jelas. Jangan juga saling menyalahkan, yang berakibat semakin parahnya persoalan sungai ini,” kata Nusyirwan.
Pihaknya juga masih menunggu langkah Pemprov Kaltim. Soalnya, penanganan ini harus diselidiki dulu sumbernya. Misalnya, sedimentasi dan pencemaran di Samarinda tak melulu disebabkan oleh kota ini. Karena sifat sungai bergerak dari hulu ke hilir.
“Sedimentasi itukan bergerak. Melintasi beberapa kabupaten dan kota. Jadi dalam prosesnya, BLH (Badan Lingkungan Hidup) Kaltim juga harus melibatkan pula Kementerian LH,” tutur Wawali.
Diketahui, BLH Kaltim menilai, kondisi Sungai Mahakam sudah tercemar berat. Penelitian yang dilakukan instansi ini dalam tiga tahun terakhir, 2009 hingga 2011, menunjukkan tren pencemaran meningkat dari tercemar ringan menjadi tercemar berat. Salah satu dampak yang bisa terjadi yakni meningkatnya biaya operasional air baku PDAM. Hal ini karena akan membuat perusahaan tersebut lebih banyak menggunakan bahan penjernih air.
Selain pencemaran, pendangkalan sungai juga memperparah kondisi Mahakam. Pengukuran yang pernah dilakukan para peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Mulawarman (Unmul) pada 2005 hingga 2008 menyebut jika kondisi kedalaman Mahakam telah berkurang. Dengan status signifikan jika dihitung dalam periode lima tahunan. Contohnya, di bawah Jembatan Mahakam kedalamannya hanya berkisar 30 meter. Di Pasar Pagi tinggal 15 meter dan di sekitar PDAM Selili antara 20 hingga 25 meter. (*/rdh/far/k1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepala Puskesmas Diganti, Perawat Mogok Kerja
Redaktur : Tim Redaksi