jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana Suparji Ahmad mengomentari banyak masyarakat yang menggalang dana untuk Palestina setelah diserang secara membabi buta oleh Israel.
Menurutnya, penggalangan dana untuk sosial harus sesuai izin pemerintah.
BACA JUGA: Ustaz Adi Hidayat Dituding Gelapkan Donasi Palestina, Taqy Malik Merespons Begini
Pasalnya, hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan PP No.29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.
"Pada dasarnya memang harus sesuai izin pemerintah, bila lingkupnya sampai pada luar negeri perlu izin dari menteri sosial. Penggalangan dana tidak bisa individu," kata Suparji dalam keterangannya kepada JPNN.com, Senin (31/05).
BACA JUGA: Penjelasan Taqy Malik soal Penyaluran Donasi Palestina, Sebegini Jumlahnya
Namun demikian, lanjut dia seorang tokoh atau influencer yang secara individu menggalang dana untuk kemanusiaan, misalnya untuk Palestina harus bisa mempertanggungjawabkannya.
Menurut Akadsmi Universitas Al-Azhar itu, publik berhak tahu ke mana dana tersebut disalurkan.
BACA JUGA: PBB Sepakati Resolusi Penyelidikan Dugaan Pelanggaran dalam Konflik Israel-Palestina
"Tokoh agama, influencer yang menggalang dana untuk membantu Palestina tak perlu dipandang negatif. Selama tokoh/influencer tersebut mampu mempertanggungjawabkan. Artinya persoalan izin/tidak perlu dipermasalahkan terlalu jauh" ujar Suparji.
Suparji menegaskan, penggalangan dana oleh sejumlah toko itu wujud kepedulian Negara Indonesia terhadap Rakyat Palestina.
"Seharusnya kita mendukung, karena Indonesia tak pernah memihak pada Israel," ucap Suparji.
Di sisi lain, lanjut dia masyarakat juga harus selektif dalam mengikuti penggalangan dana.
Pasalnya, jangan sampai masyarakat sembarangan dalam menyalurkan dana sehingga dana yang terkumpul tak jelas peruntukkannya.
"Harus benar-benar lembaga yang track record-nya jelas, kalau tokoh, ya, tokoh yang sudah dikenal baik oleh masyarakat, berintegritas, kredibel, dan akuntabel, kata Suparji. (cr3/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama