jpnn.com - SURABAYA - Harga properti masih terus berlanjut tahun ini. Hasil survei Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Wilayah IV (Jatim) memasuki awal 2014 sudah terkerek.
Deputi Kepala KPBI Wilayah IV Soekowardojo mengatakan proyeksi BI pada Triwulan I-2014 naik 3,3 persen di banding tiga bulan sebelumnya (q to q). Sedangkan, pertumbuhan harga telah mencapai 25,3 persen di banding Triwulan I-2013. "Sampai akhir tahun, BI memperkirakan kenaikan harga bisa mencapai 25 persen," ujarnya.
BACA JUGA: Hatta Minta Pemda Tak Umbar IUP ke Investor Asing
Pria yang akrab di sapa Soeko mengatakan ada beberapa faktor yang menyebut beberapa faktor harga tahun ini masih naik. Responden menyatakan bahwa kenaikan harga bahan bangunan, kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan upah kerja masih menjadi penyebab utama kenaikan rata-rata harga perumahan di tahun 2013.
Di samping itu, tingginya biaya perizinan serta, upaya pengembang untuk memberikan penambahan fasilitas umum yang memadai juga menjadi alasan kenaikan harga yang ditawarkan. "BI melakukan survei terhadap 71 pengembang di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto," tuturnya.
BACA JUGA: Ini Daftar Rute Kereta Api Yang Tarifnya Turun
Perkiraan kenaikan harga tertinggi secara q to q terjadi pada rumah tipe besar (3,3 persen), disusul oleh tipe menengah (2,8 persen) dan, tipe kecil (2,6 persen). Sementara itu, secara tahunan harga rumah diprediksi akan mengalami kenaikan hingga 25,3 persen, terutama dari kenaikan rumah tipe besar (33,1 persen), tipe menengah (25,9 persen) dan tipe kecil (17 persen).
"Rumah tipe besar, konsumen tidak terpengaruh finansialnya dengan kondisi ekonomi sekarang. Mereka masih mampu beli, tapi pengembang terbatas dengan lahan," tuturnya.
BACA JUGA: Bandara Soetta Raih Penghargaan Dari Pemkot Tangerang
Wakil Presdir dan Chief Operating Officer PT Intiland Development Tbk Sinarto Darmawan menyebut kondisi properti berhubungan erat dengan kondisi makro. Namun, dia mengakui segmen rumah besar cenderung mengalami kenaikan pesat, karena masalah pasokan.
Sinarto mencontohkan, rumah di kawasan lapangan golf yang luasnya berkisar 6 sampai 7 hektar. Biasanya terdapat 300 sampai 350 unit rumah. "Pengembang tidak bakal menambah rumah lagi di kawasan itu, sebab lahan terbatas. Padahal, peminat tinggi. Tidak heran jika, secondary juga tinggi," tuturnya.
Karena itu, tambah Sinarto, kebijakan BI untuk mengerem penjualan di segmen ini tidak terlalu signifikan efeknya. Konsumen bisa melakukan pembelian dengan in house yang lagi nge-trend untuk pengembang-pengembang besar.
"Selain itu, booming harga di Surabaya juga baru 3 tahun terakhri ini. Masih jauh dengan Jakarta," ucapnya.(dio)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Relaksasi Kredit Bencana Rp 1,18 T
Redaktur : Tim Redaksi