Surplus Neraca Dagang Katrol Rupiah

Impor Turun, Ekspansi Bisnis Melambat

Rabu, 02 Juli 2014 – 08:03 WIB

JAKARTA - Neraca perdagangan periode April yang sempat defisit sangat besar pada Mei berbalik surplus. Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung (CT) mengatakan, meski hanya surplus kecil, yakni USD 70 juta, hal itu sudah cukup membuat pasar kembali percaya pada prospek Indonesia.
   
"Artinya, muncul hope (harapan) lagi dan itu memperkuat rupiah," ujarnya di kantor Kemenko Perekonomian kemarin (1/7).
   
Data BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan, neraca dagang sepanjang Mei berhasil surplus karena naiknya ekspor. Di sisi lain, impor susut cukup tajam. Sepanjang Mei 2014, nilai ekspor Indonesia USD 14,82 miliar atau naik 3,73 persen dibanding realisasi April yang USD 14,29 miliar. Ekspor Mei ini terdiri atas nonmigas USD 12,44 miliar dan migas USD 2,37 miliar.
   
Sebaliknya, impor Mei tercatat hanya USD 14,75 miliar atau anjlok dibanding periode April yang mencapai USD 16,25 miliar. Impor Mei terdiri atas impor nonmigas USD 11,04 miliar dan migas USD 3,70 miliar.

"Itu menggembirakan karena bulan sebelumnya (April) neraca dagang kita defisit sangat besar, yaitu USD 1,96 miliar," kata Kepala BPS Suryamin.
   
Tren positif tersebut berimbas pada nilai tukar rupiah. Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) menunjukkan, rupiah kemarin (1/7) ditutup di level Rp 11.798 per USD. Angka itu menguat 171 poin dibanding penutupan Senin (30/6) yang berada di posisi Rp 11.969 per USD. Posisi Rp 11.798 per USD merupakan yang terkuat sejak 13 Juni 2014.
   
Di pasar spot, data Bloomberg menunjukkan rupiah ditutup di Rp 11.863 per USD atau menguat 11 poin dibanding sebelumnya. Mayoritas mata uang utama di Asia Pasifik memang menguat terhadap USD. Rupee India mencatat penguatan terbesar 0,18 persen, disusul ringgit Malaysia 0,18 persen, dan peso Filipina 0,11 persen.
   
Menurut CT, neraca dagang memang menjadi salah satu indikator utama untuk menilai kinerja perekonomian suatu negara.

BACA JUGA: Ciputra Dapat Kredit Pinjaman Rp 350 Miliar dari Mandiri

Dia menyebutkan, pasar melihat tren surplus ini berlanjut jika perusahaan-perusahaan tambang sudah berhasil mencapai kesepakatan dengan pemerintah dan kembali mengekspor hasil tambangnya. "Kalau soal minerba (mineral batu bara) ini beres, nanti surplus tidak lagi kecil," katanya.
   
Meski mencatat kinerja positif, pemerintah harus mewaspadai tren turunnya impor bahan baku maupun barang modal. Berdasar data BPS, impor mesin dan peralatan mekanik yang pada April 2014 mencapai USD 2,34 miliar turun menjadi USD 2,04 miliar pada Mei.

Adapun impor mesin dan peralatan listrik yang pada April USD 1,64 miliar turun menjadi USD 1,40 miliar pada Mei.
   
Ekonom yang juga Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan, penurunan impor barang modal dan bahan baku menunjukkan melambatnya ekspansi bisnis maupun produksi.

BACA JUGA: AirAsia Tak Tertarik Ambil Alih Rute Mandala

Dia menilai, perlambatan tersebut bisa disebabkan pelaku usaha menunggu kepastian politik di Indonesia. "Jadi, mudah-mudahan setelah pilpres keadaan bisa membaik lagi," ujarnya. (owi/c17/oki)

BACA JUGA: Neraca Perdagangan Mei Surplus USD 70 Juta

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sunu Widyatmoko Resmi Jabat Presiden Direktur AirAsia Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler