JPNN.com

Survei 100 Hari Kinerja Prabowo-Gibran, CISA: Publik Cukup Puas, Ada Catatan

Rabu, 15 Januari 2025 – 14:17 WIB
Survei 100 Hari Kinerja Prabowo-Gibran, CISA: Publik Cukup Puas, Ada Catatan - JPNN.com
100 hari kinerja Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) merilis hasil survei menjelang 100 hari kerja Prabowo dan Gibran.

Jajak pendapat yang bertajuk Survei 100 Hari Kerja: Performa Kinerja Pemerintah dan Dinamika Sosial dan Politik Nasional itu dilakukan pada 5-10 Januari 2025.

BACA JUGA: Siap Hadapi Retreat dari Prabowo, Khofifah: Supaya Tidak Monoton

Survei itu melibatkan 1.189 responden di 38 Provinsi dengan margin of error sebesar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen melalui metode simple random sampling.

Direktur Eksekutif CISA Herry Mendrofa mengungkapkan mayoritas publik relatif cukup puas terhadap kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran melalui Kabinet Merah Putih selama 100 hari kerja pertama, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik.

BACA JUGA: Sowan ke Istana, Khofifah Undang Prabowo Hadiri Kongres PP Muslimat NU

“Meskipun publik puas, kebijakan Prabowo dan Gibran atas kenaikan PPN 12 persen masih dianggap belum tepat dilakukan oleh pemerintah saat ini,” kata Herry dalam keterangannya, Rabu (15/1).

Selain itu, dia menjelaskan dalam persepsi publik didapatkan opini bahwa Kementerian Sosial dan Menteri Sosial Saifullah Yusuf, menjadi menteri atau pejabat negara yang dianggap publik bekerja optimal selama ini dengan 29,91 persen.

BACA JUGA: Presiden Prabowo Mengevaluasi Proyek PSN PIK2, Jokowi: Ya, Enggak Apa-Apa

"Dia unggul dari Menteri Agama Nasaruddin Umar dengan 23,63 persen, Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyanti dengan 18,76 persen, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya 11, 86 persen, dan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi dengan 11, 52 persen," lanjut dia.

Herry menjelaskan mayoritas publik juga menganggap Pemerintah Prabowo dan Gibran telah bekerja optimal dalam mengelola pemerintahan dan birokrasi. 

Dia mengungkapkan ada 52,81 persen yang setuju, 27,84 persen yang tidak setuju, serta yang netral 10,85 persen dan tidak tahu/tidak menjawab 8,49 persen.

“Sedangkan bagi 42,48 persen publik melihat pemerintah belum optimal dalam memberikan perlindungan penyelenggaraan demokrasi seperti kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat, sedangkan 41,29 persen tidak setuju dan yang netral sebanyak 8,41 persen," kata dia lagi.

Sementara itu, sebanyak 29,52 persen menilai Kementerian Sosial telah bekerja optimal dibandingkan Kementerian atau lembaga negara lainnya.

Lalu, disusul oleh Kementerian Agama 24,14 persen, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi 18,92 persen, Sekretaris Kabinet 15,90 persen, serta Kantor Komunikasi Kepresidenan 11,52 persen.

Dia menjelaskan dasar penilaian publik terhadap kinerja Kementerian atau Lembaga Negara termasuk Menteri atau pejabat negara dilihat dari beberapa faktor. 

"Faktor-faktor tersebut meliputi, komunikasi 30,45 persen, integritas 21,61 persen, kepemimpinan 19,43 persen, pelayanan publik 10,26 persen, etos kerja 5,47 persen, program kerja 4,37 persen, antikorupsi 3,36 persen, inovasi 2,52 persen, independensi 1,68 persen, dan responsibilitas 0,84 persen," jelasnya. 

Dia menjelaskan berdasarkan survei yang dilakukan ditemukan bahwa 57,95 persen masyarakat menganggap pemerintah telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meskipun ada 34,65 persen yang tidak setuju dengan hal tersebut.

“Hal ini tentunya linier dengan opini publik sebesar 52,49 persen yang meyakini bahwa pemerintah telah memberikan kepastian perlindungan sosial bagi masyarakat. Kendati demikian masih ada 40,45 persen yang tidak setuju, 1,93 persen yang netral, serta 5,13 persen yang tidak tahu/tidak menjawab,” ujar Herry.

Herry pun menyebutkan adanya mayoritas publik menilai bahwa kebijakan pemerintah dalam hal menyalurkan bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), sembako, beras (cadangan pangan) serta bantuan sosial lainnya sepanjang tahun 2024 hingga Januari 2025 telah optimal. 

“Ada 68,72 persen yang setuju, 24,05 persen yang tidak setuju, sedangkan yang netral hanya 2,78 persen serta tidak tahu/tidak menjawab sebanyak 4,46 persen,” tuturnya.

Menurut Herry, penilaian itu cukup berdasar karena merupakan konsekuensi logis dari kinerja kementerian dan lembaga negara terkait, yang dianggap mampu mengelola kebutuhan prioritas masyarakat khususnya kelompok prasejahtera.

Dia menyebutkan semua itu dilakukan melalui konsolidasi dan integrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), lalu makin mantapnya ketepatan sasaran penerima manfaat, evaluasi yang berkesinambungan atas preferensi kebijakan yang diambil hingga sinergi dan kolaborasi antarstakeholder yang selama ini cukup konsisten.

Herry juga menjelaskan dalam survei juga ada harapan terutama pada pemerintah untuk tetap menjamin adanya subsidi alternatif, agar terwujudnya peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat.

"Ada 68,37 persen yang menyatakan setuju dengan kebijakan tersebut, 28,93 persen yang tidak setuju, yang netral 0,93 persen serta tidak tahu/tidak menjawab 1,77 persen,” kata Herry.

Dalam survei itu juga ditemukan bahwa 50,88 persen responden setuju jika kebijakan pemerintah soal memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, Kehidupan Kerukunan Beragama dan Toleransi, serta Solidaritas Sosial lainnya telah optimal sedangkan 38,39 persen tidak setuju dengan opini tersebut.

Dalam hal kebijakan ekonomi, lanjut Herry, 53,66 persen publik menilai kebijakan ekonomi berjalan optimal, sekitar 41,63 persen yang tidak setuju, 1,93 persen yang netral, serta yang tidak tahu/tidak menjawab 2,78 persen.

"Dan Bagi 51,64 persen responden menganggap kebijakan ekonomi telah meningkatkan taraf perekonomian pribadi atau keluarga, lalu 43,64 persen tidak setuju, 1,93 persen yang netral, serta yang tidak tahu/tidak menjawab 2,78 persen,” tutur Herry.

Dia juga mengungkapkan 51,81 persen publik memiliki persepsi bahwa kebijakan ekonomi pemerintah sukses meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional walaupun 43,32 persen tidak setuju, 2,10 persen yang netral, dan 2,78 persen yang tidak tahu/tidak menjawab.

“Sementara itu mayoritas publik justru menolak kenaikan PPN 12 persen yang telah diputuskan oleh Pemerintah. Bagi 55,34 persen tidak setuju karena kebijakan kenaikan PPN tidak mempengaruhi atau tidak berdampak signifikan tergadap kenaikan taraf perekonomian masyarakat. Namun, 40,46 persen masih menilai preferensi kebijakan kenaikan logis dan rasional sehingga setuju dengan kebijakan pemerintah tersebut,” pungkas Herry. (mcr8/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Kabar Megawati Telepon Prabowo agar Hasto Tak Ditahan? Begini Kata Ketua KPK


Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler