jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Political Opinion (IPO) memotret tingkat pengetahuan masyarakat terhadap program kerja kementerian yang dianggap baik selama pandemi Covid-19.
Dari 1.200 responden, 76,1 persen menyatakan bahwa Kementerian Sosial (Kemensos) paling baik dibanding kementerian lain.
"Kemensos 76,1 persen, Kementerian Kesehatan 61,7 persen, Kementerian BUMN 55 persen, dan Kementerian Dalam Negeri 51,3 persen," kata Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah dalam laporannya di publikasi survei nasional dan kajian opini publik bertajuk 'Refleksi Penanganan Pandemi dan Dampak Konstelasi Politik 2024, Sabtu (14/8).
Selanjutnya, Kementerian Keuangan mendapat 42,7 persen, Kemenko Perekonomian 36,8 persen, Kementerian PUPR 33,4 persen, Kemenko Maritim dan Investasi 30,8 persen.
Sedangkan tingkat kinerja paling buruk diisi oleh Kementerian PPPA 0,1 persen, Kementerian Komunikasi dan Informatika 0,1 persen, Kementerian Sekretariat Negara 0,1 persen, Kementerian ESDM 0,1 persen, Kementerian Koperasi dan UKM 0,3 persen, Kementerian PAN-RB 0,3 persen, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan 0,4 persen.
Di sisi lain, IPO juga menangkap penilaian responden terkait program jaring pengaman sosial (JPS) apakah tepat sasaran dan efektif.
Untuk program bantuan tunai, sebanyak 26,9 persen responden menyatakan tepat sasaran, 54,8 persen tidak tepat sasaran, 18,3 persen tidak menjawab atau tidak tahu.
BACA JUGA: Berselingkuh dengan Istri Orang, Holil Menerima Akibatnya, Mengerikan!
Namun, di sisi lain dari 1.200 responden itu, 51 persen orang menyatakan bahwa program bantuan tunai efektif, 32 persen tidak efektif, sedangkan 17 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Untuk program bantuan sembako, 62,1 persen responden menyatakan tepat sasaran, 34,8 persen tidak tepat sasaran, dan 3,2 persen menjawab abstain.
Di sisi lain, sebanyak 62 persen responden menyebut bahwa bantuan sembako tidak efektif, 21 persen efektif, dan 17 persen abstain.
Untuk program Prakerja, 26,4 persen responden menyatakan tepat sasaran, 66,1 persen tidak tepat sasaran, sedangkan 7,5 persen menjawab abstain.
BACA JUGA: Truk Sampah Terguling, Penumpang Loncat, Pikal Luka di Kepala
Mayoritas responden juga menyatakan program tersebut tidak efektif.
"Terdapat 66,7 persen responden menyatakan program jaring pengaman sosial rawan dikorupsi, 52,7 persen
menyatakan jaring pengaman sosial tidak
signifikan membantu, 56,3 persen beranggapan pemilihan penerima bantuan tidak transparan dan terbuka," kata Dedi.
Metode survei yang dilakukan IPO, yaitu terlebih dulu menentukan sejumlah desa untuk menjadi sampel.
Pada setiap desa terpilih akan dipilih secara acak, menggunakan random kish grid paper, sejumlah 5 RT.
Pada setiap RT dipilih dua keluarga dan setiap keluarga akan dipilih satu responden dengan pembagian laki-laki untuk kuesioner bernomor ganjil, perempuan untuk bernomor genap, sehingga total responden laki-laki dan perempuan pada pembagian 50:50.
BACA JUGA: Kemensos, Bulog, dan PT Pos Indonesia Pacu Koordinasi, Bantuan Beras PPKM Tahap Dua Siap Meluncur
Pada tiap-tiap proses pemilihan selalu menggunakan alat bantu berupa lembar acak.
Metode itu memiliki pengukuran kesalahan (sampling error) 2,50 persen, dengan tingkat akurasi data 97 persen.
Pengaturan pengambilan sample menggunakan teknik multistage random sampling (MRS) atau pengambilan sample bertingkat.
Survei tersebut mengambil representasi sample sejumlah 1.200 responden yang tersebar proporsional secara nasional. Periode survei dilaksanakan pada 2-10 Agustus 2021. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Asuwa Ditemukan Tewas Mengenaskan di Bawah Jembatan Ampera
Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Fathan Sinaga