Survei Medsos Belum Bisa Disimpulkan Sebagai Kans Kemenangan

Senin, 13 Agustus 2018 – 22:30 WIB
Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno mengikuti tes kesehatan di RSPAD, Jakarta, Senin (13/8). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting Pangi Sarwi Chaniago mengatakan, hasil polling terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di media sosial Twitter, belum bisa merepresentasikan keterwakilan suara rakyat.

“Survei di media sosial itu berbeda dengan survei pada umumnya,” kata Pangi menjawab pertanyaan JPNN.com, Senin (13/8).

BACA JUGA: Fahri Hamzah: Jokowi Pasti Berat Menjawab 65 Pertanyaan

Seperti diketahui, sejumlah survei di Twitter bermunculan pasca-dua kandidat bakal calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin, dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, mendeklarasikan diri.

Sejumlah pihak, baik lembaga maupun personal, langsung menggelar polling di media sosial Twitter. Alhasil, berdasar penelusuran JPNN hingga Senin (13/8), beberapa polling itu menggunggulkan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno.

BACA JUGA: Taufik Wagub DKI, Prabowo - Sandi Pasti Dijauhi Pemilih

Pangi mengatakan, responden atau sampel di dalam survei di Twitter itu belum representatif. Sedangkan dalam survei lain, preferensi pemilih pada umumnya ketat dan disiplin soal metodologi riset. Mulai dari sampel, kousioner, wawancara tatap muka, spot check dan soal keterwakilan wilayah.

“Jadi polling di media sosial sulit disimpulkan sebagai suara mayoritas dan sulit representasi kans kemenangan calon,” ungkap Pangi.

BACA JUGA: Aktivis NU Kalsel Langsung Bergerak agar Jokowi Menang Telak

Akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta itu mengatakan bahwa survei di Twitter itu hanya menggirig opini publik (locomotif effect). Menurut dia, sedikit banyak memang ada pengaruh, masyarakat biasanya memilih capres dan cawapres yang menang di hasil survei.

“Namun tetap masih punya peluang terjadi pergeseran suara akar rumput,” tegasnya.

Dia menambahkan, polling di media sosial banyak kelemahannya. Metodologinya juga belum bisa dijaga. Misalnya, kata dia, yang memilih di polling Twitter itu bisa saja dimobilisasi. Sementara survei pada umumnya, kata dia, metodologi atau pengambilan sampelnya sangat ketat sekali, keterwakilan sampel bisa di pertanggungjawabkan dan data respondennya jelas.

“Sampelnya sulit dijaga, spot check-nya juga tidak jelas. Jadi hasil survei polling medsos belum bisa mengambarkan suara rakyat. Ini hanya hiburan semata,” papar Pangi. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Haruskah Kiai Maruf Amin Mundur dari Ketum MUI?


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler