Susah-Susah Gampang tapi Cukup Rasakan Beban Moral

Selasa, 18 Maret 2014 – 07:25 WIB

jpnn.com - PEMILIHAN Umum (Pemilu) 2014 tinggal menghitung hari. Proses seleksi Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) segera dimulai.

Selain pengakuan siap untuk menjadi Capres Cawapres, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu memastikan kesehatan jasmani dan rohani calon sebagai bagian dari proses seleksi Pemilu. Salah satu yang berperan penting dalam proses seleksi adalah tim kesehatan Capres Cawapres.
----------
BRIGITA SICILLIA, Jakarta
----------

BACA JUGA: Kisah - Kisah Keluarga Penumpang Malaysia Airlines MH370

Keberadaan tim tersebut baru muncul pada Pemilu 2004 berdasarkan Keputusan KPU no 26/2004 tentang tata cara pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden. Keputusan KPU tersebut dikirimkan kepada partai politik peserta pemilu. Keputusan itu menjadi satu paket dengan SK KPU Nomor 37/SK/KPU/tahun 2004 dan panduan teknis penilaian kemampuan rohani dan jasmani buatan IDI.

Adalah dr Broto Wasisto MPH sebagai Ketua Tim Pemeriksaan Kesehatan Capres dan Cawapres 2004 dan dr Danardi Sosrosumihardjo SpKJ (K) selaku anggota Tim Pemeriksaan Kesehatan Capres Cawapres 2004 dan 2009 yang pernah dipercaya memeriksa kesehatan Capres Cawapres perdana kala itu.

BACA JUGA: Adopsi Panti Jompo Jepang, Ada Ruang Spa dan Ofura

Dari tangan merekalah rekomendasi status kesehatan Capres Cawapres dihasilkan. ’’Penunjukan dilakukan oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) setelah mendapat mandat dari KPU untuk membantu pelaksaan proses seleksi Capres Cawapres. KPU dan IDI berembuk untuk menentukan kriteria sehat jasmani dan rohani bagi Capres Cawapres itu seperti apa,’’ ulas Danardi kepada INDOPOS (Grup JPNN), belum lama ini.

Untuk menentukan kriteria sehat jasmani dan rohani, menurut Danardi, dikumpulkan 14 Perhimpunan Dokter Spesialis  (PDSp). Antara lain, penyakit dalam, jantung, paru, THT, kesehatan jiwa, neurologi, dan bedah.

BACA JUGA: Aldico Saparadan, Kembangan Stem Sell untuk Nyeri Sendi

’’Supaya kriteria sehat itu benar-benar sesuai makna sehat sesungguhnya, sehingga ketika sudah diambil keputusan tidak akan mendapat gugatan dari pihak manapun,’’ jelas dokter spesialis kesehatan jiwa itu.

Usai ditunjuk, dia pun mengaku siap untuk menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Dokter kelahiran Jogjakarta, 63 tahun silam itu mengaku tidak sulit karena hanya melaksanakan tugas hariannya sebagai dokter. ’’Tapi beban moralnya itu yang lumayan dirasa berat, karena akan menentukan nasib calon pemimpin bangsa,’’ urai suami dari Siti Indrawati itu.

Apa tidak ada pihak-pihak yang mengajak anda berbuat curang? ’’Untungnya, selama 2004 dan 2009 terlibat sebagai tim pemeriksa kesehatan Capres Cawapres saya tidak menemukan hal itu. Karena saat diperiksa itu dikawal ketat, supaya tidak terjadi kecurangan-kecurangan,’’ ungkap dokter yang kini masih berprakter di RSCM, Jakarta itu.

Dalam menjalankan tugasnya dalam pemeriksaan kesehatan jiwa, dia dibantu psikiater, psikolog, dan perawat. Pada 2004 memang tim dokter jumlahnya lebih besar, karena jumlah pasangan Capres Cawapres juga cukup banyak.

Capres Cawapres pada 2004 yaitu Hamzah Haz-Agum Gumelar, Amien Rais-Siswono Yudohusodo, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Wiranto-Salahuddin Wahid, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK). Sedangkan pada 2009 SBY-Boediono, Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, dan JK-Wiranto.

’’Jadi kalau umumnya hanya butuh 2 psikolog dan 1 perawat untuk 1 pasangan calon, di 2004 tim keswa saja sudah mencapai hampir 10 orang. Belum untuk tim dokter lainnya,’’ urai dosen tamu di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

Lalu, materi apa saja yang ditanyakan pada proses pemeriksaan?

Menurut dokter yang sudah menjalani profesinya lebih dari 15 tahun itu, selain wawancara untuk mengetahui psikologi Capres Cawapres, juga dilakukan pemeriksaan dengan instrumen.

Selain itu, nantinya keputusan keswa ditambah dengan hasil pemeriksaan biologis lain seperti hasil pemeriksaan darah, rontgen, serta pemeriksaan penunjang lainnya. ’’Baru nanti keluar hasil akhir status keswa Capres Cawapres,’’ jelas dokter yang kini berpraktik di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading itu.

Menurutnya, dari pemeriksaan fisik, kesehatan jiwa lebih menentukan apakah Capres Cawapres siap untuk maju atau tidak. Sebab, sebagai pemimpin negara, kesehatan jiwa menjadi poin penting.

Jika dilihat dari kesehatan fisik, sambungnya, tidak akan ada Capres Cawapres yang memenuhi sepenuhnya kriteria sehat yang sesungguhnya. Maklum, Capres Cawapres umumnya berusia di atas 50 tahun.

’’Tetapi di tengah keterbatasan fisiknya, apakah yang bersangkutan memiliki kesehatan jiwa, otak dan perilaku sehat, itu yang lebih dibutuhkan sebagai pemimpin negara,’’ jelasnya.

Mengingat pentingnya kondisi kesehatan calon pemimpin negara, Danardi berharap KPU akan melanjutkan tes kesehatan bagi seluruh pasangan Capres Cawapres pada Pemilu 2014 ini. Tujuannya tentu agar pemilu menghasilkan pemimpin negara yang benar-benar sehat secara fisik, mental, psikologis, moral dan sosial.

Sehingga saat terpilih menjadi presiden dan wakil presiden, bisa menjalankkan tugas-tugasnya dengan optimal. Pernyataan tersebut diamini Broto.

Menurutnya setiap pemeriksaan kesehatan bahkan harus punya nilai prediksi 5 tahun ke depan, sesuai masa jabatan presiden Indonesia. ’’Jika ada sesuatu, maka tim kesehatan harus mendiskusikan kembali kondisi calon tersebut,’’ paparnya.

Lantas apakah presiden harus benar-benar bersih dari penyakit untuk bisa lolos?

Menurut Broto, Capres Cawapres boleh saja memiliki penyakit, asalkan bukan penyakit yang bisa menyebabkan gangguan fisik sehari-hari sehingga menghambat kemandirian individu.

Penyakit yang dimaksud adalah yang tidak diperkirakan akan mengakibatkan kehilangan kemampuan fisiknya dalam 5 tahun ke depan.

’’Yang pasti, penilaian kesehatannya antara lain anamnesis, pemeriksaan jiwa, pemeriksaan jasmani seperti jantung, paru, pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan laboratorium juga dilakukan,’’ ujar dokter yang sudah berpengalaman puluhan tahun itu.

Salah satu contoh disabilitas seperti gangguan jantung sehingga tidak memungkin seseorang bekerja normal, apa lagi Presiden. Lalu penglihatan yang gagal, banyak sekali contohnya.

Broto menambahkan, seorang Capres yang duduk di kursi roda maupun yang mengalami kelumpuhan setengah badan akibat stroke ringan masih bisa menjadi presiden. Namun keputusannya ditentukan tim ahli tata negara dan pemerintahan.

’’Selama dia bisa menjalankan tugas dan fungsinya sesuai aturan itu pincang atau lumpuh boleh saja, tapi itu ditetapkan para ahli. Kalau panu segala kulit boleh lah, gundul seperti saya juga boleh,’’ candanya lantas tertawa.

Sementara beberapa penyakit serius yang tidak dianggap sebagai disabilitas juga ada. ’’Seperti HIV, DM terkontrol, dan hipertensi terkontrol masih diperbolehkan. Bahkan satu mata yang bisa melihat dan kanker stadium 1-2 juga masih boleh,’’ tutupnya. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Diimingi Menikah, Dalang Hingga Pejabat pun Tertipu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler