jpnn.com, CIKARANG - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong seluruh sektor manufaktur di Indonesia dalam penerapan prinsip industri hijau.
Langkah strategis tersebut diyakini mampu mendukung terciptanya industri yang ramah lingkungan dan berdaya saing di kancah global.
BACA JUGA: CLBK Dengan Steven Rumangkang? Angelina Sondakh: Yang Penting Allah yang Kasih
Industri hijau dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan.
"Standar Industri Hijau (SIH) memiliki 2 tujuan. Pertama, untuk peningkatan utilisasi industri yang berefek kepada peningkatan daya saing. Kedua, untuk pemenuhan komitmen bangsa ini dalam menjaga keberlangsungan bumi tempat tinggal kita," ujar Kepala Pusat Industri Hijau, Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Herman Supriadi seusai meninjau fasilitas produksi Baja Lapis Aluminium Seng (BJLAS) milik PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group) di Cikarang, Bekasi, Rabu (8/6).
BACA JUGA: Pupuk Indonesia Salurkan 133 Ribu Ton Pupuk Bersubsidi di Provinsi NTB
Pada prinsipnya, industri hijau ini mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat dengan konsep perputaran ekonomi (Circular Economy).
Untuk itu, terkait perumusan SIH yang tengah dilakukan pemerintah Herman menjelaskan, ada 2 hal penting yang harus diperhatikan.
BACA JUGA: Haruskah Mematuhi Keinginan Orang Tua yang Menyuruh Ceraikan Pasangan? Simak Hukumnya
Herman juga mengapresiasi penerapan Industri Hijau, yang telah dilakukan oleh produsen BJLAS dan BJLS dengan merek dagang Nexalume, Tatalume dan Nexium itu.
Mulai dari penerapan mesin berteknologi tinggi yang dapat meminimalisir munculnya emisi, hingga pengolahan limbah yang berdampak pada circular economy.
“Bagusnya di PT Tata Metal Lestari ini adalah mereka sudah menyiapkan hal infrastruktur Standar Industri Hijau. Dari yang saya lihat tadi, apalagi ditambah informasi dari pengusaha lain yang produknya sama, teknologi di Tata Metal ini sudah jauh lebih baik sehingga sudah menuju kearah industri hijau. Kemudian satu hal lagi yang menarik adalah mereka telah menerapkan prinsip 3P, yaitu People, Profit, Planet. Prinsip ini sesuai dengan konsep industri hijau,” papar Herman.
Herman mengatakan, sudah menjadi tugasnya nanti untuk menentukan apakah standar yang telah dijalankan di PT Tata Metal Lestari bisa dijadikan acuan sebagai Standar Industri Hijau Nasional Baja Lapis atau tidak.
Untuk itu kedatangannya kali ini adalah untuk merumuskan Standar Industri Hijau yang bisa diterapkan secara nasional.
Karena targetnya nanti, Standar Industri Hijau akan diwajibkan tidak hanya untuk industri BJLAS dan BJLS saja, namun untuk semua industri di tanah air ini.
“Kalau sebuah industri sudah memakai konsep industri hijau dan sangat efektif diterapkan untuk semuanya, maka sudah menjadi tugas saya untuk menerapkan kepada semuanya. Karena Standar Industri Hijau (SIH) suatu saat akan diwajibkan. Menjadi wajib karena dianggap menguntungkan buat industri dalam negeri itu sendiri,” terang Herman.
Di kesempatan yang sama, Vice President PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group), Stephanus Koeswandi sangat mengapresiasi langkah pemerintah sebagai regulator yang menaruh perhatian khusus pada perancangan dan penegakan Standar Industri Hijau untuk produk BJLAS dan BJLS yang saat ini tengah digodok.
Saat ini produk BJLAS sudah banyak digunakan dengan berbagai peruntukkan, seperti atap dan baja ringan.
Karena itu, sektor industri ini juga harus sudah mulai memperhatikan dampak lingkungan yang timbul dalam proses produksinya.
Dari sisi bisnisnya, produk yang sudah menerapkan Standar Industri Hijau akan dapat meningkatkan daya saingnya. Dapat digunakan di proyek-proyek strategis nasional, untuk perumahan, bahkan pasar global.
"Dari sisi kelestarian lingkungannya, Standar Industri Hijau yang tengah digodok pemerintah ini juga sejalan dengan program menuju 2050 Zero Carbon Emissions. Untuk itu kami sangat mengapresiasi pemerintah sebagai regulator yang sudah selangkah lebih maju dalam hal ini,” terang Stephanus.
Dia menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan perusahaan yang dia pimpin untuk menyokong target 2050 Zero Carbon Emissions melalui penerapan industri hijau.
Langkah mendasar yang pertama dilakukan adalah dengan merubah Key Performance Indicator (KPI) perusahaannya.
“Yang pertama, PT Tata Metal Lestari dan Tatalogam Group lakukan adalah merubah KPI-nya. Yang tadinya hanya berfokus kepada 1 yaitu profit, kini kami ubah menjadi 3P yaitu People, Profit, Planet," tuturnya.
"Ini artinya perusahaan tidak hanya fokus mengejar keuntungan semata, namun juga menekankan pentingnya tanggung jawab kami terhadap lingkungan sekitar termasuk orang-orang yang terlibat dalam bisnis kami, dan tentunya terhadap planet bumi yang akan kami wariskan kepada anak cucu kita nantinya,” imbuh Stephanus.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada