jpnn.com - Selama bertahun-tahun, Rusia dan Ukraina telah menjadi pilar utama dalam memenuhi kebutuhan dunia akan hasil pertanian.
Kedua negara ini tidak hanya memasok sebagian besar gandum, jagung, dan minyak bunga matahari dunia, tetapi juga memiliki peran signifikan dalam ekspor minyak bumi, gas alam, dan barang tambang.
BACA JUGA: Kampanye Gibran di Ambon Dihadiri 30 Kepala Desa, Bawaslu Maluku Berani Beri Sanksi?
Namun, sejak terjadinya konflik antara keduanya, dampaknya telah merambah ke pasar global dengan lonjakan harga gandum hingga 41% dan jagung sebesar 28%.
Data dari World Resources Institute menyoroti bahwa konflik ini tidak hanya memengaruhi pasokan komoditas pertanian utama, tetapi juga berdampak pada harga global.
BACA JUGA: Pengamat Ini Sebut Khofifah tak Banyak Mendongkrak Elektabilitas Prabowo-Gibran
Keterlibatan Rusia sebagai salah satu eksportir utama gas alam, minyak bumi, dan barang tambang menambah dimensi yang lebih luas pada ketegangan yang dirasakan oleh pasar global.
Selain itu, peran Rusia sebagai produsen gas alam dan potash turut menyumbang pada produksi pupuk dunia.
BACA JUGA: FIM Ajak Generasi Muda Indonesia di Bali Mendukung Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024 Sekali Putaran
Pentingnya peran Rusia dan Ukraina sebagai penyuplai utama komoditas pertanian telah membuat konflik antara kedua negara ini menjadi perhatian global yang mendesak.
Dalam konteks ini, perang tersebut bukan hanya menjadi masalah geopolitik antara dua negara, tetapi juga telah berdampak luas terhadap ketahanan pangan global.
Gangguan pasokan dari dua negara ini telah menciptakan ketidakpastian dalam ketersediaan dan harga bahan pangan, yang pada gilirannya memengaruhi kerentanan pangan di seluruh dunia.
Hal ini menyoroti pentingnya diversifikasi pasokan pangan global dan mengurangi ketergantungan pada beberapa negara tertentu sebagai penyuplai utama.
Krisis yang timbul dari konflik ini memberikan dorongan bagi negara-negara untuk mempertimbangkan langkah-langkah strategis yang mengurangi risiko terhadap gangguan pasokan dari konflik geopolitik.
Perlu adanya solusi jangka panjang yang memastikan ketahanan pangan global yang lebih baik di masa depan.
Langkah-langkah ini meliputi investasi dalam pertanian lokal di berbagai wilayah, promosi diversifikasi pertanian, pengembangan infrastruktur distribusi pangan yang tahan terhadap gangguan politik, serta kerja sama internasional yang lebih erat dalam mengatasi dampak dari perubahan iklim dan konflik geopolitik.
Kesadaran akan kerentanan sistem pangan global dan dampak yang ditimbulkan dari konflik seperti antara Rusia dan Ukraina harus menjadi pemicu bagi negara-negara untuk bekerja sama dalam menciptakan sistem pangan yang lebih tahan banting dan inklusif secara global.
Dengan demikian, dunia dapat menghadapi gangguan pasokan yang terjadi akibat konflik geopolitik dengan lebih tangguh dan responsif.
Konflik antara Rusia dan Ukraina pastinya memiliki dampak signifikan terhadap ketersediaan dan harga komoditas pertanian global.
Pemblokiran akses pelabuhan, terutama Odesa di Laut Hitam, memutuskan jalur distribusi Ukraina, menghambat proses ekspor impor produk agrikultur. Dampaknya tentu terasa sangat luas.
Penelitian dari SOFI 2022 menunjukkan peningkatan jumlah penduduk dunia yang mengalami kelaparan, mencapai 828 juta jiwa pada tahun 2021, naik dari 782 juta jiwa pada tahun sebelumnya.
Kondisi ini diperparah oleh pandemi, perubahan iklim, serta badai La Nina yang memengaruhi kondisi samudra dan meteorologi.
Keadaan ini menjadi peringatan serius akan kerentanan sistem pangan global terhadap konflik geopolitik. Ketergantungan besar pada negara-negara tertentu sebagai pemasok utama komoditas pertanian meningkatkan risiko krisis pangan global saat terjadi gangguan pasokan.
Situasi ini menekankan urgensi diversifikasi sumber-sumber pangan global, serta perlunya langkah-langkah untuk meminimalkan kerentanan terhadap perubahan politik dan geografis di negara-negara produsen utama.
Krisis ketersediaan pangan yang dipicu oleh konflik ini menunjukkan perlunya upaya kolaboratif internasional untuk mengurangi ketergantungan pada beberapa negara sebagai pemasok utama.
Investasi dalam pertanian lokal, pengembangan teknologi pertanian, serta kerja sama lintas negara untuk menciptakan cadangan pangan global dapat membantu mengurangi dampak negatif dari gangguan politik seperti yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Dalam jangka panjang, dibutuhkan solusi yang berkelanjutan untuk memastikan ketahanan pangan global yang lebih baik.
Hal ini mencakup dukungan terhadap pertanian lokal di berbagai negara, promosi diversifikasi pertanian, investasi dalam infrastruktur distribusi pangan yang tahan konflik, serta kerja sama internasional yang erat dalam mengatasi dampak dari perubahan iklim dan konflik geopolitik.
Kesadaran akan kerentanan sistem pangan global dan dampak yang ditimbulkan dari konflik seperti antara Rusia dan Ukraina harus menjadi pemicu bagi negara-negara untuk bekerja sama dalam menciptakan sistem pangan yang lebih tahan banting dan inklusif secara global.
Selain itu, untuk memastikan bahwa keberlanjutan dan stabilitas masyarakat dalam menghadapi peperangan antar bangsa, swasembada pangan menjadi krusial dalam konteks ini.
Swasembada pangan merujuk pada kemampuan suatu negara untuk memproduksi makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya sendiri.
Di tengah ancaman konflik dan peperangan, memastikan ketersediaan pangan yang memadai menjadi faktor yang sangat penting karena dapat memengaruhi stabilitas sosial, ekonomi, dan politik suatu negara.
Pertama-tama, memiliki ketersediaan pangan yang cukup akan mengurangi ketergantungan pada impor makanan dari negara lain.
Dalam situasi konflik, kemampuan untuk memasok makanan sendiri akan mengurangi kerentanan terhadap ancaman embargo atau blokade perdagangan oleh negara lain.
Contohnya, selama perang, kemampuan untuk mengandalkan sumber daya pangan internal akan membantu menjaga kelangsungan hidup masyarakat dalam menghadapi keterbatasan impor.
Selain itu, swasembada pangan juga memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas sosial suatu negara.
Ketersediaan pangan yang cukup dapat mencegah terjadinya kelaparan dan kerusuhan sosial yang dapat muncul akibat ketidakstabilan pasokan makanan.
Konflik dapat memengaruhi akses terhadap sumber daya pangan, dan kemampuan untuk memproduksi makanan sendiri dapat membantu mengurangi risiko kelaparan massal dan ketidakstabilan sosial. Swasembada pangan juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan.
Negara yang memiliki ketahanan pangan tinggi akan lebih mandiri secara ekonomi karena tidak bergantung pada impor makanan dari luar. Ini dapat mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi harga internasional dan menjaga daya beli masyarakat dalam kondisi stabil.
Untuk mencapai swasembada pangan, negara-negara perlu mengambil sejumlah langkah. Investasi dalam pertanian menjadi sangat penting.
Pengembangan infrastruktur pertanian, teknologi modern, pendidikan petani, akses terhadap pasar yang adil, dan kebijakan yang mendukung pertanian lokal adalah beberapa faktor kunci dalam mencapai swasembada pangan. Selain itu, diversifikasi dalam produksi pangan juga krusial.
Beralih dari fokus pada satu jenis tanaman atau komoditas pertanian saja menjadi strategi yang lebih baik untuk mengurangi risiko kegagalan panen karena faktor eksternal seperti perubahan iklim atau serangan hama.
Meskipun pentingnya swasembada pangan sangat jelas, mencapai tujuan ini tidaklah mudah. Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh negara-negara yang ingin mencapai kemandirian pangan.
Salah satunya adalah perubahan iklim yang dapat memengaruhi produktivitas pertanian.
Peningkatan pola cuaca ekstrem, kekeringan, banjir, atau perubahan musim dapat secara signifikan memengaruhi hasil panen.
Selain itu, terdapat juga masalah infrastruktur dan teknologi. Banyak negara berkembang masih menghadapi kendala dalam mengakses teknologi modern dan infrastruktur pertanian yang memadai untuk meningkatkan produktivitas.
Kurangnya investasi dalam sektor pertanian juga menjadi hambatan besar dalam mencapai swasembada pangan.
Dalam konteks ancaman peperangan antar bangsa, swasembada pangan merupakan elemen kunci dalam menjaga ketahanan suatu negara.
Hal ini bukan hanya tentang kecukupan pangan semata, tetapi juga tentang kestabilan sosial, ekonomi, dan keamanan nasional.
Untuk mencapai swasembada pangan, diperlukan investasi yang besar dalam sektor pertanian, dukungan pemerintah yang kuat, serta upaya untuk mengatasi tantangan seperti perubahan iklim dan kurangnya infrastruktur.
Penting untuk diingat bahwa swasembada pangan bukanlah tujuan yang mudah dicapai, tetapi merupakan langkah krusial untuk memastikan ketahanan suatu negara dalam menghadapi ancaman peperangan dan krisis lainnya.
Dengan mendorong pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan strategi diversifikasi pangan, negara-negara dapat memperkuat posisi mereka dalam menghadapi tantangan global yang kompleks.
Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden nomor urut 02, memiliki komitmen yang kuat untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian guna mencapai swasembada pangan.
Melalui program lumbung pangan desa, daerah, dan nasional, upaya peningkatan produktivitas lahan pertanian menjadi fokus utama.
Untuk mencapai swasembada pangan, diperlukan peningkatan produktivitas lahan pertanian melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi.
Program-program ini akan diterapkan tidak hanya di tingkat desa, tetapi juga di kecamatan, kabupaten/kota, hingga tingkat nasional dengan pendekatan yang lebih efektif, terintegrasi, dan berkelanjutan.
Komoditas pangan seperti padi, jagung, kedelai, singkong, tebu, sagu, dan sukun menjadi fokus utama dalam program-program ini.
Dengan menargetkan tambahan minimal 4 juta hektar luas panen tanaman pangan pada tahun 2029, tujuan jangka panjang untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian menjadi lebih terukur dan ambisius.
Program intensifikasi lahan akan melibatkan peningkatan penggunaan teknologi pertanian modern, pengelolaan air yang lebih efisien, dan pemupukan yang tepat guna.
Sementara program ekstensifikasi lahan akan mengupayakan pengembangan lahan baru untuk pertanian, penggunaan lahan yang tidak produktif, serta pengoptimalan lahan yang sudah ada.
Melalui program-program ini, Gibran Rakabuming Raka memberikan dorongan nyata dalam meningkatkan kedaulatan pangan Indonesia.
Langkah-langkah ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, tetapi juga untuk mengurangi ketergantungan pada impor pangan, sehingga negara dapat menjadi lebih mandiri dalam memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakatnya.
Komitmen Gibran Rakabuming Raka terhadap lumbung pangan desa, daerah, dan nasional menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, petani, dan berbagai pihak terkait dalam mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh.
Ini tidak hanya akan membantu meningkatkan kesejahteraan petani tetapi juga akan memberikan kontribusi besar terhadap stabilitas pangan secara nasional.
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif