Sweeping Melanggar Privacy

Rabu, 10 Juli 2013 – 16:48 WIB
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Wiryanti Sukamdani. Foto: Ricardo/JPNN
MESKI sudah ada larangan razia selain oleh polisi,  namun sweeping oleh ormas tertentu tetap saja terjadi setiap ramadan. Sasarannya, hotel, restoran, juga tempat hiburan malam.

Ini tentu saja menimbulkan ketidaknyamanan tersendiri bagi pengusaha hotel dan restoran.

Apa dan bagaimana kiat pengusaha hotel dan restoran untuk tetap menghidupkan usaha mereka, termasuk menghindari sweeping dari ormas?  Berikut petikan wawancara wartawan JPNN.com Natalia Laurens dengan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Wiryanti Sukamdani di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (10/7).

Apakah sudah ada sosialisasi dari pemda masing-masing daerah soal jam buka? Atau surat edaran kepada PHRI mengenai aturan selama bulan puasa?

Kalau untuk hotel kan enggak, karena hotel kan tempat menginap. Restoran dalam hotel tetap buka seperti biasa. Masa orang mau makan, enggak boleh. Dia mau buka 24 jam juga boleh. Kayak kita di rumah, kalau mau makan, ya makan saja. Masa diatur kamu boleh makannya jam segini. Kan di hotel ada juga room service. Disiapin juga menu sahur. Mau bangun jam 3 untuk sahur boleh saja.  Jadi praktis restorannya enggak tutup. Untuk night club di hotel tentu saja mengikuti perda yang diberikan pemerintah daerah setempat

Ada enggak hotel atau restoran yang mengeluh dan keberatan karena ada perda saat puasa?


Sejauh ini tidak. Kita selalu berkoordinasi dengan pemda. Pemda juga tahu kita itu penghasil pajak, jadi mending kita diskusikan apa maunya Pemda, dan apa maunya PHRI. Jadi sama-sama terima aturannya. So far kita kompak-kompak saja karena kita bermitra dengan pemerintah.

Bagaimana dengan sweeping yang sudah sering dilakukan beberapa ormas tertentu, seperti tahun-tahun sebelumnya? Apa ada ketakutan?

Sebenarnya hotel itu tempat tinggal pada waktu kita jauh dari rumah. Bayangkan kalau enggak ada hotel, mau tinggal di mana kalau kita pergi ke suatu daerah yang asing. Kita enggak mungkin tinggal di masjid atau gereja kan. Harus tinggal di suatu penginapan kan. Hotel itu untuk orang yang jauh dari rumahnya. Filosofi dan deskripsinya itu kan. Hotel adalah rumah kita, pada waktu kita jauh dari rumah. Kita harus anggap seperti rumah kita, waktu jauh dari rumah.  Oleh karena itu menurut saya tidak etis kalau digerebek. Walaupun hotel itu disewa 24 jam, tetap aja itu jadinya seperti rumah sendiri yang kita sewa. Etis enggak kalau digerebek? Orang juga marah kan kalau rumah mereka digerebek. Takut enggak takut kita jadinya. Ini negara hukum bukan? Sweeping  kan sudah melanggar privacy. Kalau kita jauh dari rumah, hotel itu seperti rumah kita walaupun sebentar.

Lalu bagaimana menghadapi jika ada sweeping ormas di bulan puasa saat ini?

Memang pernah ada laporan ada yang sweeping. Terus kita lapor ke polisi juga. Kalau itu polisi yang sweeping, kita tanya apa tujuannya. Biasanya polisi kalau masuk ke hotel dia tanya juga pada manajemen. Saya ada suspect, apakah itu bandar narkoba atau apa. Kita kerja sama dengan polisi. Kita ada MoU dengan polisi, karena polisi sama dengan kita. Kita maunya tertib, aman. Kita malah kerjasama sama polisi, kita kasih kabar kalau ada apa-apa kayak narkoba. Bila perlu kita kasih kamar untuk mereka selidiki di sekitar situ.

Biasanya restoran yang  di-sweeping. Kalau itu langsung kita balikkan ke polisi. Kita tanya, dia (ormas) sweeping atas nama siapa. Emangnya dia polisi. Kita lapor ke polisi, ini gimana bisa begitu. Hotel itu kan seperti rumah kita sendiri selama kita pergi.

Jika ada laporan seperti itu dari PHRI, apa respon polisi?

Polisi respon karena mereka aparat legal. Makanya hotel itu akrab sekali dengan polisi, di mana kita berada kita berkoordinasi dengan kapolres, kapolda kita bekerja sama dengan mereka.

Jelang bulan puasa ini sudah koordinasi dengan kepolisian?

Oiya tentu. Anytime, tidak hanya masa puasa aja. Misalnya ada apa-apa di hotel kita kerjasama. Misalnya ada teroris atau narkoba di hotel, hotelnya juga enggak mau dong terima. Kita malah merasa polisi membantu kita.

Kalau ada night club di hotel tetap buka meski ada larangan Pemda, apakah ada sanksi dari internal PHRI?

Tidak ada dari PHRI sanksinya. PHRI kan bukan aparat penegak hukum. Kita ini kan organisasi. Masing-masing daerah punya aturan perda. Kalau dia melanggar perda, bukan kita yang berikan sanksi. Polisi yang bertugas untuk itu. Paling yang pernah terjadi adalah hotel itu digerebek terus kita PHRI tanya kenapa digerebek. Katanya hotel itu menjual minuman selundupan. Saya klarifikasi, mana hotel tahu itu barang selundupan. Hotel kan beli dari toko. Yang harus digerebek tokonya bukan hotel. Bisa aja kejadian seperti itu. Kita hanya bantu untuk solusi untuk anggota kita. Tapi jangan lupa, mesti dibedain fungsi PHRI sama polisi.  Kalau salah ya dan ada dasar hukumnya, ya bertanggung jawab pada polisi.

Saat puasa, apa pengusaha di PHRI memiliki kiat khusus untuk menghindari sweeping , termasuk membuat program khusus saat puasa?

Biasanya hotel itu menyiapkan acara-acara khusus. Misalnya acara buka puasa, bazaar atau apa saja yang menyangkut puasa, bahkan karyawannya juga pakai kerudung . Kami kan ada sekitar 10 ribu anggota di PHRI seluruh Indonesia, itu kreativitas masing-masing membuat paket Ramadan. Rata-rata ada yang meminta pegawai hotelnya berkerudung. Tapi itu bukan kewajiban. Hanya kreativitas masing-masing hotel. Nah terus kalau kami dari PHRI usul mengadakan pengajian gantian. Tiap hari hotelnya gantian jadi host pengajian. Pindah-pindah hotel. Kita juga buat promosi-promosi yang berkaitan dengan orang mudik. Paket mudik, terutama di hotel yang lokasinya di Solo dan di Jogja. Paket mudik itu menarik, termasuk sahur.

Bicara bulan puasa, tentu ada penurunan pendapatan yang dialami hotel dan restoran. Seberapa besar penurunan omset selama puasa?

Memang kalau kita bicara tingkat hunian itu rendah di hotel, kalau  masuk bulan puasa. Rendahnya karena aktvitas juga menurun. Tidak ada rapat, tidak ada pertemuan-pertemuan di hotel karena bulan puasa orang enggak makan. Nah ini yang menurunkan tingkat hunian hotel. Menurunnya cukup tinggi. Jadi misalnya DKI turunnya rata-rata 10-15 persen. DKI Cuma tinggal 60 sampai 65 persen. Biasanya 80 persen. Bandung itu 55 persen sampai 65 persen. Jawa Tengah 50 persen, DIY  65 persen sampai 70 persen, Riau 45 persen sampai 55 persen, Surabaya 50 persen sampai 55 persen. Sementara Bali dan sekitarnya cukup turun, tetapi diharapkan khusus Bali pada bulan Juli sampai Agustus biasanya naik. Sekarang ini turun sementara aja di awal puasa. Tapi nanti akan mulai naik lagi. Mereka  tidak terpengaruh dengan adanya puasa karena banyak wisatawan mancanegara. Ditambah sekarang musim liburan juga. Terus Batam sama Bintan cukup rendah 50 persen sampai 55 persen. Tapi nanti Lebaran akan ramai lagi. Biasanya empat hari sebelum dan sesudah Lebaran, hampir hotel-hotel yang ada resort akan ramai, karena yang tidak Lebaran berkesempatan libur. Polanya tiap tahun begitu. Tapi untuk daerah tertentu seperti Bali memang berbeda.

Apakah sampai ada pengurangan karyawan hotel dan restoran, karena pendapatan menurun saat puasa?


Ya enggak usah, kenapa puasa harus mengurangi orang. Nanti mereka yang susah juga kalau karyawannya dikurangi. Kan setelah puasa akan naik lagi pendapatan, terutama saat Lebaran. Saya imbau ke hotel, jangan sampai berhentikan karyawan, karena susah lagi cari karyawan.  Belum tentu temukan karyawan yang siap pakai.

Harapan PHRI selama bulan puasa?
Kami berharap semua anggota PHRI tetap memberikan pelayanan terbaik untuk publik yang menggunakan jasa kami. Sejauh ini saya rasa semuanya aman karena kami juga selalu berkoordinasi dengan Pemda dan kepolisian.  (flo/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ada yang Perlu Ditakuti

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler