jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong para petani untuk meningkatkan produktivitas.
Di antaranya dengan menggunakan varietas unggul, memperluas penggunaan pupuk organik dan melakukan pemupukan secara berimbang.
BACA JUGA: Syahrul Yasin Limpo Tegaskan Bicara soal Pangan Tak Boleh Dibatasi Kepentingan
Langkah ini penting dilakukan untuk menghasilkan padi berkualitas.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mengatakan pertanian adalah sektor kunci yang bisa memperkuat ekonomi.
BACA JUGA: Mentan Syahrul Sebut Penyuluh Pertanian Ujung Tombak Transfer Ilmu kepada Petani
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru dalam meningkatkan produktivitas.
Caranya adalah memperkuat networking dan mengembangkan pupuk organik sebagai penyubur tanaman.
BACA JUGA: Tiga Jurus Mentan Syahrul Yasin Limpo Menghadapi Krisis Pangan Global
"Untuk mengantisipasi dan beradaptasi kita perlu tiga hal. Pertama memperkuat pendidikan, teori dan pertemuan seperti ini untuk membangun networking. Kedua kita bangun agenda dan manajemen sistem sebagai sebuah ilmu yang akan kami terapkan. Ketiga mengubah mindset dari para pelaku pertanian untuk berubah dengan kondisi yang ada. Salah satunya mengembangkan pupuk organik," ujar SYL dalam acara Training of Trainer (TOT) yang digelar secara virtual.
Menurut SYL, sektor pertanian sudah sejak lama menjadi bantalan ekonomi nasional.
Pertanian juga terbukti menjadi sektor pembuka jutaan lapangan kerja. Oleh karena itu, generasi yang ada saat ini harus memperkuatnya dengan bekerja lebih keras lagi.
"Pertanian itu harus kita jaga bersama. Menjadi pejabat jangan sampai salah maintenance. Yang paling penting, kita jangan menjadi orang yang menghilangkan nilai-nilai kebangsaan," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa salah satu yang harus dilakukan bersama adalah melakukan pemupukan berimbang.
Sistem tersebut sangat penting untuk mendukung tumbuh kembangnya sebuah tanaman.
Namun, kata dia, pemupukan juga tidak boleh berlebih karena bisa mengakibatkan erosi dan gagal tanam.
"Pemupukan tidak boleh berlebih. Kalau pupuk urea berlebih dia memasamkan tanah dan berbahaya. Akibatnya gampang tererosi dan cepat jenuh airnya. Disitulah bisa mengakibatkan gagal tanam," ujarnya.
Menurut Dedi, pemupukan adalah komponen utama pada sebuah tanaman.
Oleh karena itu diperlukan keberimbangan baik urea maupun dengan proses perawatan.
Salah satunya mengatur aliran air. Air sangat diperlukan pada sawah yang baru proses tanam. Namun pengairan tidak boleh berlebih karena dapat merusak akar tanaman.
"Air adalah infiltrasi. Dan air harus kita jadikan anugrah. Dengan kita belokan airnya ke lahan pertanian untuk irigasi makan dengan sendirinya ia akan menghasilkan karbohidrat dalam bentuk beras. Disitulah pentingnya kita membuat sumur resapan sebanyak banyaknya. Yang pasti, pemupukan harus benar dan di imbangi dengan pupuk organik, kalau di lahan miring imbangi dengan guludan agar erosi tidak banyak," katanya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menyediakan pupuk subsidi dengan kapasitas 9 juta ton.
Para petani bisa mendapatakan pupuk tersebut melalui sistem e-RDKK. Sistem itulah yang akan mendata siapa saja para petani yang berhak menerima pupuk.
"Basis dari pengajuan subsidi pupuk adalah RDKK. Jadi manakala ada lahan yang diluar domisili kecamatan, dia tidak mendapatkan pupuk. Solusinya kompromi saja, tidak boleh ada lahan yang tidak kebagian pupuk kalau sudah berhak dan sesuai SOP yang dikeluarkan oleh kementan," katanya.
Di samping itu, pemerintah juga mendorong para petani untuk membuat pupuk organik yang bisa dilakukan menggunakan bahan alami seperti jerami dan kotoran hewan ternak.
Petani bahkan bisa membuat sertifikasi untuk pembuatan pupuk organik berbasis bisnis.
"Bagaimana caranya mendapatkan sertifikasi? kalau untuk komersial itu harus uji mutu dan efektivitas bersama sama dengan kementan. Jadi di dalam sertifikasi organik itu yang paling penting adalah prosesnya, bukan hanya produknya," jelasnya.
Sebagai informasi, kegiatan TOT ini dihadiri 7.680 peserta yang terdiri dari widyaiswara, dosen, guru dan penyuluh pertanian seluruh Indonesia. Namun demikian, realisasi registrasi peserta secara online mencapai 12.228 pendaftar atau 159,22 persen. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi