Syaikhu DPR Mengkritik Kemenhub Terkait Penghapusan Batasan 50 Persen Jumlah Penumpang

Rabu, 10 Juni 2020 – 19:05 WIB
Anggota Komisi V DPR RI Ahmad Syaikhu. Foto: DPR.go.id

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ahmad Syaikhu mengkritik kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tentang penghapusan batasan jumlah penumpang selama pandemi.

Syaikhu mengingatkan wabah Covid-19 belum selesai yang dibuktikan dengan grafik yang belum melandai.

BACA JUGA: Pembatasan Transportasi Dilonggarkan, Bamsoet Minta Kemenhub Tetap Mengacu Protokol Kesehatan

“Saya ingatkan kepada Kemenhub, wabah ini belum selesai. Grafik belum juga melandai. Jangan hapus batasan jumlah penumpang,” tegas Syaikhu.

Anggota Komisi V itu memaparkan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia setiap hari terus meningkat. Bahkan penambahan jumlah kasus baru masih pada kisaran 700-900 kasus per harinya.

BACA JUGA: Polisi Tangkap 100 Pengendara Moge yang Konvoi saat Pembatasan Sosial

Pada Selasa (9/6) saja, tercatat rekor kasus baru, yaitu sebesar 1.043 kasus dalam sehari. Di sisi lain angka kesembuhan masih sekitar 500 kasus per harinya. Sehingga saat ini Indonesia masih "surplus" kasus Covid-19, dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda penurunan yang signfikan.

“Angka-angka ini secara jelas menunjukkan pandemi terus berlangsung. Tidak ada penurunan kasus,” ujar Syaikhu.

BACA JUGA: Sukur Cek Kesiapan Mesin Partai Tetap Bekerja di Aceh dan Sumbar Jelang Pilkada

Ironisnya, kampanye 'New Normal' terus digaungkan dan dijalankan pemerintah. Salah satunya dengan menerbitkan Permenhub No.41 Tahun 2020 yang merevisi Permenhub No.18 Tahun 2020.

Terbitnya Permenhub No.41 Tahun 2020 sungguh mengherankan. Karena didasari adanya keinginan Pemerintah untuk mengendalikan transportasi dalam rangka menghadapi masa adaptasi kebiasaan baru, menuju masyarakat produktif dan aman Covid19, dengan tetap menekan penyebaran Covid-19.

Namun aturan yang muncul justru berupa pelonggaran. Dan, pasal yang dilonggarkan adalah terkait pengendalian transportasi pada wilayah yang ditetapkan sebagai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dimana seluruh pasal yang memuat aturan besaran pembatasan jumlah penumpang, sekarang dihapuskan.

Padahal dalam kondisi dibatasi saja, menurut dia, jumlah penderita Covid-19 masih terus meningkat. Tak terbayangkan jika terjadi pelonggaran.

“Kita patut khawatir. Dibatasi saja kasus masih bertambah, apalagi jika besaran jumlah penumpang dihapuskan," lanjut Syaikhu.

Mantan Wakil Wali Kota Bekasi itu memberi contoh kasus adanya dua penumpang pesawat yang lolos pemeriksaan dari Jakarta. Keduanya dinyatakan negatif Covid-19. Namun ketika tiba di tujuan, yakni Padang, keduanya dinyatakan positif Covid-19. 

“Kasus ini berpotensi akan banyak terjadi ketika batasan jumlah penumpang dihapus,” jelas Syaikhu.

Seharusnya, tambah Syaikhu, Kementerian Perhubungan menahan diri dari menerbitkan aturan yang kontra produktif terhadap upaya penghentian wabah Covid-19 ini. Selama adaptasi 'New Normal', seharusnya aturan-aturan yang mendukung terciptanya physical distancing tetap diterapkan.

Apabila telah terbukti efektif dalam menekan dan menurunkan jumlah penderita Covid19, maka pelonggaran dapat diterapkan.

Jika pelonggaran ini diterapkan sekarang, pada saat masih terjadinya peningkatan jumlah penderita Covid19, dikhawatirkan yang terjadi adalah "Old Normal". Yaitu terus meningkatnya penderita Covid-19 yang sesuai fitrahnya (kenormalannya) akan terus meningkat jika aspek physical distancing diabaikan.

Oleh karena itu, secara tegas, Syaikhu meminta Kemenhub membatalkan Permenhub No.41 Tahun 2020. Selain itu juga, sepatutnya Kemenhub melakukan konsultasi dengan sektor lain, seperti kesehatan, asosiasi dokter dan sebagainya.

“Tujuannya untuk meminta masukan terkait pengendalian transportasi di masa adaptasi 'New Normal' ini, agar dapat mengeluarkan aturan yang tidak kontraproduktif terhadap upaya penghentian wabah Covid-19 ini,” katanya.

"Batalkan kebijakan ini. Keluarkan peraturan yang tidak kontra produktif. Jangan sepelekan nyawa rakyat,” tegas Syaikhu.(ikl/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler