Syarat Penting Agar Anak Aman Mengikuti Vaksinasi COVID-19

Jumat, 17 Desember 2021 – 19:09 WIB
Ilustrasi - Seorang anak sekolah mengikuti vaksinasi di Balaikota Bandung, Kamis (16/12/2021). Foto: Nur Fidhiah Shabrina/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengeluarkan rekomendasi terbaru agar anak usia 6-11 tahun aman mengikuti vaksinasi COVID-19.

Ketua Umum IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso, dalam rekomendasi kali ini ada beberapa perubahan dibanding rekomendasi sebelumnya.

BACA JUGA: Omicron Mengancam, WHO Tebar Keraguan terhadap Vaksin COVID-19

Hal tersebut mengacu pada penemuan atau hasil diskusi dengan banyak pihak.

IDAI merekomendasikan anak dengan penyakit kormobiditas seperti kondisi kronis yang stabil boleh diberikan imunisasi.

BACA JUGA: Omicron Mengancam, Gibran Bergerak Cepat

Namun, setelah mendapat rekomendasi dari dokter yang merawat.

Menurut IDAI, mereka mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami komplikasi jika terinfeksi COVID-19.

BACA JUGA: Kota Surabaya Menjalankan Langkah Cerdas Cegah Omicron, Bagaimana dengan Jakarta?

“Di lapangan itu anak-anak dengan kondisi yang kronis seringkali ditolak, tetapi IDAI justru menguatkan anak-anak dengan kronis tetapi stabil," ujar dr Piprim dalam keterangannya, Jumat (17/12).

Misalnya, anak dengan penyakit jantung bawaan, boleh vaksin asal kondisinya stabil.

Demikian juga anak dengan diabetes melitus, boleh vaksin asal gula darahnya terkontrol.

Demikian juga anak dengan kondisi autoiumun terkontrol, harus mendapatkan vaksinasi.

"Karena kalau mereka kena COVID-19 risikonya lebih tinggi,” kata Piprim.

Selain itu, anak yang telah sembuh dari COVID-19, termasuk yang mengalami long COVID-19, perlu dilakukan vaksinasi COVID-19.

Namun, anak yang menderita COVID-19 derajat berat atau MIS-C (Multi System Inflammantory Syndrome in Children) pemberian vaksinasi COVID-19 ditunda 3 bulan.

Sementara pada derajat ringan hingga sedang dapat ditunda satu bulan.

IDAI juga merekomendasikan anak dengan kebutuhan khusus, anak dengan gangguan perkembangan dan perilaku, dan anak di panti asuhan atau perlindungan, perlu mendapat vaksinasi COVID-19 melalui pendekatan khusus.

Terakhir, jika sebelumnya jarak pemberian vaksin COVID-19 dengan vaksin lainnya minimal 4 minggu, IDAI merekomendasikan minimal dua minggu.

“Karena vaksin COVID-19 seperti Sinovac, Coronavac, atau vaksin biofarma, termasuk vaksin mati maka tidak masalah dengan jarak dua minggu,” katanya.

Ketua Satgas Imunisasi IDAI Prof Dr dr Hartono Gunardi, SpA(K) mengatakan program vaksinasi Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) sebaiknya dilakukan terlebih dahulu.

Namun, bila sekolah telah mendatangkan vaksin COVID-19, maka tidak masalah anak diberikan vaksin COVID-19 terlebih dahulu dan setelah 2 minggu kemudian dilakukan imunisasi BIAS.

“Misalnya di daerah yang masih menunggu vaksin COVID-19-nya datang, silakan imunisasi BIAS terlebih dahulu, baru setelah itu diberikan vaksinasi COVID-19,” katanya.

Piprim menegaskan imunisasi penting dilakukan karena dapat mencegah penyakit-penyakit yang lebih berbahaya, terutama apabila penurunan cakupan vaksinasi berada di bawah 60 persen maka dapat menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) timbul kembali.

“Difteri contohnya, dari 30.000 kasus yang terkena difteri yang meninggal 3.000, jadi sekitar 10 persen case fatality rate-nya, sedangkan COVID-19 ini 1 persen,” ujarnya.

IDAI menggaris bawahi beberapa penyakit yang diperlukan perhatian khusus atau pertimbangan dokter, sebelum anak melakukan vaksinasi COVID-19.

Yakni, defisiensi imun primer, penyakit autoimun tidak terkontrol. Anak kanker yang sedang menjalani kemoterapi atau radioterapi.

Demam 37,50 C atau lebih, penyakit-penyakit kronik atau kelainan kongenital belum terkendali.

Lantas, diabetes melitus belum terkendali, insufisiensi adrenal seperti HAK (Hiperplasia Adrenal Kongenital), penyakit Addison.

Gangguan perdarahan seperti hemofilia, pasien transplantasi hati dan ginjal, reaksi alergi berat seperti sesak napas, urtikaria general.


Sejumlah kontraindikasi atau kondisi yang dilarang untuk diberikan vaksinasi COVID-19 pada anak:

Reaksi anafilaksis karena komponen vaksin pada pemberian vaksinasi sebelumnya.

Penyakit Sindrom Guillain-Barre, mielitis transversa, acute demyelinating encephalomyelitis.

Sedang mendapat pengobatan imunosupresan/sitostatika berat.

Dalam 7 hari terakhir anak dirawat di rumah sakit, atau mengalami kegawatan seperti sesak napas, kejang, tidak sadar, berdebar-debar, perdarahan, hipertensi, tremor hebat.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler