Syarat Tender Impor Minyak Mentah dan BBM Diperketat

Senin, 27 Februari 2012 – 13:09 WIB
JAKARTA  -  Pertamina melalui anak perusahaannya, Pertamina Energy  Trading Limited, akan menerapkan persyaratan ketat kepada peserta tender impor minyak mentah dan BBM. Pertamina tidak ingin ada perusahaan oportunis yang kemudian memenangi tender. “Kami seleksi sejak awal dan ingin perusahaan besar  dengan jaringan kuat yang memenangi tender impor minyak mentah dan BBM kita,” kata Coorporate Communication PT Pertamina M Harun di Jakarta.

Menurutnya, kini terjadi pergeseran pemenang tender yakni hanya dimenangi perusahaan minyak besar dengan jaringan kuat. Kedepan,  kata dia, persyaratan sebagai peserta tender antara lain perusahaan tercatat di bursa saham global atau perusahaan negara. Lalu, perusahaan yang memiliki ekuitas minimum 50 juta dolar dan diaudit Ernst and Young (EY), PricewaterhouseCoopers (PwC), KPMG, atau Deloitte.

Selain itu, kata Harun, peserta tender harus memiliki kilang, penyimpanan, pencampuran, perkapalan atau mempunyai sewa fasilitas minimum satu tahun. "Kini terjadi pergeseran pemenang tender yakni hanya dimenangi perusahaan minyak besar dengan jaringan kuat," ujarnya.

Harun juga mengatakan, pengadaan minyak mentah Petral dilakukan dengan tender terbuka yang mengundang 55 perusahaan terdaftar. Lalu, pengadaan minyak mentah lainnya dilakukan langsung ke produsen maupun pihak yang ditunjuk seperti Arab Light dari Saudi Aramco, Azeri dari PTT Thailand, yang menyimpan minyak jenis tersebut terbesar di luar Azerbaijan, Kuwait Petroleum Company, dan Petronas. "Mereka melarang praktik broker dan uang komisi dan selalu mempunyai pengawas internal dalam mencegah korupsi," katanya.
 
Sementara itu anggota Komisi VII DPR Achmad Rilyadi ikut berusara terkait ribut-ribut tender impor minyak mentah dan BBM yang dilakukan Pertamina Energy Trading Limited. Menurut dia, tender dari informasi yang dikumpulkan, tender impor minyak mentah yang diributkan itu bebas dari intervensi mafia.  "Saya pikir impor minyak sekarang ini sudah dilakukan dengan cara-cara yang proper (tepat, red)  dan sesuai prosedur," kata Achmad  Rilyadi di Jakarta.

Menurut dia, kinerja Petral sudah melalui audit baik di Indonesia maupun di Singapura, sehingga tentunya akan ketahuan kalau memang tidak sesuai prosedur termasuk diatur mafia. Pada masa lalu, lanjutnya, proses tender minyak Petral bisa saja diduga melibatkan mafia, namun saat ini Petral sudah menjalankan bisnis perdagangan minyak secara netral dan terbebas dari intervensi mafia tersebut. “Petral memakai Ernst and Young (EY) untuk mengaudit kesehatan laporan keuangan perusahaannya,” ujarnya.

Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto juga menilai, pemenang tender impor minyak Petral yang "itu-itu " saja, tidaklah mencerminkan adanya mafia terselubung. "Penyebabnya bisa saja karena pemenang itulah yang paling berkemampuan dalam bisnis perdagangan minyak dan dapat diandalkan. Tidak bisa kemudian dianggap ada mafia di Petral," ujarnya.

Menurut  Pri Agung Rakhmanto, perdagangan minyak merupakan bisnis berskala besar, sehingga tidak semua pihak mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Dengan demikian, secara alamiah, lanjutnya, pasar minyak memungkinkan terjadinya penguasaan pasar beberapa trader  saja. "Inilah yang kemudian diasosiasikan sebagai kartel, atau dalam konotasi yang cenderung negatif adalah mafia," katanya.
 
Jadi, menurut  Pri, mafia di pasar minyak dengan mafia dalam tender di Petral merupakan dua hal yang berbeda. Mafia yang berada di pasar minyak atau semacam kartel memang tidak bisa dicegah. "Namun, kalau mafia dalam pengadaan tender Petral  bisa dicegah dan diberangus jika memang ada," ujarnya.

Pri Agung juga mengatakan dalam praktik pasar minyak internasional, keberadaan "trader" memang sudah umum. "Anak atau afiliasi perusahaan yang berfungsi sebagai "trader" seperti halnya Petral sudah umum," katanya.

Menurut dia, Petral merupakan kepanjangan tangan PT Pertamina (Persero) melakukan transaksi minyak. Meski demikian, lanjutnya, Petral mestinya jangan menjadi satu-satunya atau bahkan cara utama berdagang minyak. "Pendekatan B to B langsung kepada produsen minyak dan G to G dengan pemerintah negara produsen juga mesti dilakukan agar dapat harga khusus atau lebih murah," ujarnya.

Sebelumnya, mantan anggota DPR, Ade Daud Nasution mengatakan, kalau memang Petral telah menenderkan pengadaan impor minyaknya dengan mengundang puluhan peserta, maka berarti perusahaan tersebut tidak melibatkan mafia. "Kalau ada mafia, tentunya penawar yang paling rendah akan protes," katanya usai mengunjungi kantor pusat Petral di Kawasan Orchard, Singapura, Kamis (23/2). Saat itu, Ade yang ditemani mantan anggota DPR lainnya, Boy Saul dan pengacara Jhonson Panjaitan memperoleh penjelasan langsung dari Dirut Petral, Nawazier. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Elpiji Nonsubsidi Pantas Dinaikkan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler