Bahas Wacana Amendemen UUD 1945 dengan Guru Besar UGM

Syarief Hasan: Kita Harus Memilih yang Terbaik

Selasa, 27 Oktober 2020 – 10:29 WIB
Wakil Ketua MPR Syarief Hasan bersama Wakil Rektor UGM Prof Djagal Wiseso Marseno. Foto Humas MPR RI.

jpnn.com, YOGYAKARTA - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan bicara tentang wacana amendemen UUD 1945 dalam Focus Group Discussion (FGD) bersama Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Gadjah Mada (UGM) di Bulaksumur, Yogyakarta, Senin (26/10).

Kegiatan Sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih dikenal dengan Empat Pilar MPR dalam bentuk FGD mengusung tema "Wacana Amendemen UUD NRI Tahun 1945 Khususnya Terkait Dihidupkannya Kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)".

BACA JUGA: Bamsoet Ungkap Dampak dari Ketiadaan GBHN dalam Pembangunan

Syarief mengatakan wacana amendemen UUD 1945 itu merupakan rekomendasi dari MPR periode 2014-2019, yang diharapkan bisa dituntaskan di periode MPR 2019-2024.

"Semua pimpinan MPR menyepakati hasil rekomendasi pimpinan MPR sebelumnya," katanya dalam forum yang dihadiri Wakil Rektor UGM Prof Djagal Wiseso Marseno; Ketua DGB UGM Prof Koentjoro; serta puluhan guru besar lainnya, seperti Prof Kaelan dan Prof Sofian Effendi.

BACA JUGA: Inilah Kekhawatiran Chandra Jika Gus Nur Tetap Ditahan

Namun demikian, legislator asal Sulawesi Selatan ini menyampaikan perlu kehati-hatian dalam membahas amendemen yang hingga kini terus didalami materi-materinya melibatkan seluruh komponen bangsa berdasarkan klaster-klaster yang ada.

Sebagai pimpinan MPR, Syarief Hasan terus berkeliling aspirasi mengenai amendemen tersebut kepada para intelektual, akademisi, dan civitas akademika dari berbagai perguruan tinggi.

BACA JUGA: Kabar Baik untuk Laskar FPI, Ini Bocoran Tanggal Kepulangan Habib Rizieq Shihab

Sebelum Covid-19 melanda, politikus Partai Demokrat itu sudah mengunjungi berbagai perguruan tinggi dari Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan provinsi lainnya.

"Sebelum di UGM, saya menjaring aspirasi mengenai wacana amendemen UUD di Universitas Padjadjaran. Jadi kami fokus pada akademisi," ucap Syarief.

Sejauh ini, katanya, ada tiga kelompok sikap masyarakat dalam menyikapi amendemen tersebut; ada yang ingin kembali ke UUD 1945 yang asli; sebagian mau mempertahankan yang sudah ada; dan terakhir ada yang ingin melakukan amandemen kembali.

Ketiga sikap itu menurut mantan menteri Koperasi dan UKM Ini ada plus minus, dan ada konsekuensinya. Apalagi amendemen UUD 1945 sudah beberapa kali dilakukan. Salah satunya ketika MPR tidak lagi menjadi lembaga yang menetapkan dan membuat GBHN.

Ketika ada keinginan untuk kembali mengatur GBHN  dalam UUD, kata Syarief, itu akan memunculkan pertanyaan apakah nanti Presiden akan memberikan pertanggungjawaban kepada MPR, dan apakah nanti akan membuat MPR menjadi lembaga tertinggi negara lagi?

Hal demikian menurutnya bikin wacana amendemen menjadi kompleks dan saling terkait. Karena itu diperlukan komitmen nasional yang diambil dari konsekuensi-konsekuensi yang ada. “Kita harus memilih yang terbaik," tegas Syarief.

Dia menjelaskan, ketika tidak ada GBHN, maka pemerintah melakukan pembangunan berdasarkan UU Nomor 17/2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, dan UU No. 25/2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Undang-undang itu menurutnya diimplementasikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan hasilnya membawa hasil yang baik dalam pembangunan. “Banyak kemajuan yang dicapai Presiden SBY. Untuk itulah dalam FGD ini kami ingin banyak mendengar dari para guru besar," kata Syarief.

Koentjoro dalam sambutan mengatakan, DGB UGM merasa senang bisa diajak ikut menyelesaikan permasalahan bangsa. Diakui juga bahwa setiap negara mempunyai tujuan dalam berbangsa dan bernegara. Pointer-pointer pembangunan pada masa lalu, itu termaktub dalam GBHN.

"Agar tidak menimbulkan masalah maka haluan negara yang ada harus mengacu pada Pancasila," ucap Koentjoro.
 
Sementara itu, Djagal Wiseso menilai wacana amendemen merupakan isu strategis bagi bangsa. Karena itu tepat bila DGB mengangkat masalah ini. Sebab, dalam menyikapi setiap masalah yang ada, kampus berpegang pada prinsip dengan dasar keilmuan karena akademisi bukan politisi.

Selain itu, katanya, dalam proses ketatanegaraan menurutnya Indonesia tak boleh berkiblat pada salah satu kekuatan dunia. Dia juga berpesan bila negeri ini mau langgeng, maka bangsanya harus berpegang teguh pada nilai-nilai pendahulunya. “Kita harus berkiblat pada keindonesiaan sendiri," tegas Djagal Wiseso.(jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler