jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan kembali meminta pemerintah mempertimbangkan masukan masyarakat yang menolak omnibus law UU Cipta Kerja.
Pasalnya, penolakan yang dilakukan oleh berbagai kalangan murni lahir dari keresahan masyarakat. Dia pun meyakini masyarakat yang menolak UU ini telah melakukan kajian sebelumnya.
BACA JUGA: Bamsoet dan ARB Bahas Situasi Politik hingga Ekonomi, Ingatkan Bahaya Kredit Macet
“Ketika kita mendengar aspirasi mereka tentang uang pesangon yang berkurang, hak cuti yang semakin lemah, UMR yang semakin kecil, dan aspirasi lainnya, maka dapat dipastikan bahwa mereka telah melakukan kajian sebelumnya,” kata Syarief Hasan di Jakarta, Rabu (14/10).
BACA JUGA: Polisi Tangkap Syahganda Cs, Din Syamsuddin Bersyukur KAMI Panen Dukungan
Apalagi penolakan terhadap omnibus law ini tidak hanya datang dari kalangan buruh dan mahasiswa, tetapi berbagai organisasi kemasyarakatan.
BACA JUGA: Pesan Jenderal Gatot Nurmantyo untuk Rakyat Indonesia, Aktivis KAMI Bukan Karbitan!
“Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama juga telah menyatakan dengan tegas bahwa UU Cipta Kerja hanya menguntungkan konglomerat dan kapitalis, namun menindas dan menginjak kepentingan para buruh, petani, dan rakyat kecil," jelas politikus asal Palopo, Sulawesi Selatan ini.
Syarief Juga menegaskan bahwa Partai Demokrat tidak pernah mendalangi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat. Dia menilai unjuk rasa oleh mahasiswa, buruh dan berbagai elemen masyarakat murni, independen, dan tidak terikat dengan politik praktis.
Meski demikian, pihaknya menyatakan bahwa Partai Demokrat mendukung segala bentuk implementasi kehidupan berdemokrasi, namun tidak anarkistis di Tanah Air. Apalagi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja merupakan bagian dari penyampaian pendapat dan implementasi demokrasi yang dijamin dalam UUD 1945.
"Kami Partai Demokrat menegaskan tidak pernah mendalangi demonstrasi yang terjadi di lapangan," tegas anggota Majelis Tinggi partai berlambang bintang mercy ini.
Dia juga menilai pihak-pihak tertentu yang menuduh Partai Demokrat mendalangi aksi demonstrasi tolak omnibus UU Cipta Kerja sangat tidak bertanggung jawab. Penolakan fraksinya di DPR juga murni berasal dari kajian internal.
Selain itu, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga tidak pernah berpikir untuk mendalangi demonstrasi yang dilakukan rakyat karena SBY sangat menghargai konstitusi dan demokrasi.
Karena itu, kata mantan Menteri Koperasi dan UKM ini, tuduhan Demokrat mendalangi demo tersebut tidak berdasar, fitnah, dan tidak bertanggung jawab. Apalagi penolakan terhadap UU Cipta Kerja juga datang dari guru besar sejumlah universitas.
“Kami dari Partai Demokrat tidak mungkin mendalangi penolakan tersebut. Sebab, guru besar adalah strata tertinggi kampus yang objektif dan ilmiah dalam memandang suatu isu," ungkap Syarief.
Pihaknya juga menyinggung adanya 38 investor global yang mengelola dana investasi hingga US$ 4,1 Triliun juga menyatakan keprihatinan atas pengesahan UU Cipta Kerja.
“Pandangan investor global ini sejalan dengan kesimpulan Komnas HAM yang menilai UU ini bertolak belakang dengan prinsip-prinsip keberpihakan kepada lingkungan," tegas suami Inggrid Kansil itu.
Untuk itu, katanya, pemerintah perlu melihat aspirasi masyarakat sebagai masukan dan saran yang kritis dan konstruktif. Termasuk mengakomodir aspirasi mereka, bukan justru membangun narasi yang tidak berdasar terkait dari aksi penolakan elemen masyarakat.
Dia menambahkan bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh buruh, petani, nelayan, kaum adat, mahasiswa, hingga LSM lahir dari keresahan yang muncul di tengah masyarakat terhadap UU Cipta Kerja.
"Mereka dari masa ke masa terus mengawal segala kebijakan pemerintah, termasuk UU Cipta Kerja. Mereka harusnya diakomodir demi kepentingan bersama bangsa dan rakyat Indonesia," pungkas Syarief.(jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam