jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menyampaikan pernyataan tegas terkait perjanjian mengenai penataan flight information region (FIR) Indonesia dan Singapura.
Menurut Syarief, perjanjian ini bukan saja merugikan Indonesia karena Singapura punya kendali atas ruang udara di atas wilayah Kepulauan Riau pada ketinggian 0 – 37 ribu kaki, tetapi juga menempatkan negara ini tidak berdaulat atas wilayah sendiri.
BACA JUGA: Syarief Hasan: Perjanjian FIR dengan Singapura Harus Libatkan DPR RI
“Perjanjian FIR justru menunjukkan titik lemah diplomasi Indonesia," ujar Syarief Hasan.
Pimpinan MPR dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan jika Indonesia hanya mendapatkan hak kendali udara pada ketinggian di atas 37 ribu kaki, hal ini jelas-jelas menunjukkan kedaulatan udara negara ini dimiliki oleh negara lain.
BACA JUGA: Kemenhub Sebut RI Menerima Manfaat Lebih Besar dari Perjanjian FIR dengan Singapura
"Indonesia tidak mendapat keuntungan ekonomi yang sepadan dengan perjanjian yang ditelah ditandatangani ini. Bahkan isinya merugikan Indonesia dari sisi kemanfaatan ekonomi, dan yang paling disayangkan Indonesia kehilangan kedaulatan wilayah NKRI,” kata Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini.
Anggota Komisi Pertahanan DPR ini menekankan kedaulatan negara merupakan hal yang strategis, sensitif, dan tidak dapat dipertukarkan dengan keperluan keamanan operasional dan teknis.
"Ini dua hal yang berbeda," tegasnya.
Terlebih, lanjut Syarief Hasan, Indonesia telah memiliki kesiapan infrastruktur, SDM, dan pendanaan untuk mengelola ruang udaranya, khususnya di ketinggian 0-37 ribu kaki.
Tak hanya itu, kendali penuh Indonesia atas ruang udaranya ini adalah amanat undang-undang yang semestinya harus dijalankan secara konsekuen.
Syarief Hasan mengungkapkan di dalam Pasal 458 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sudah jelas mengatur kendali udara sepenuhnya di tangan Indonesia paling lambat 15 tahun dari pengesahan undang-undang tersebut pada 2009.
"Jadi seharusnya pada 2024 kendali wilayah udara di atas Kepulauan Riau sudah sepenuhnya milik Indonesia," ungkapnya.
Syarief juga mempertanyakan definisi berdaulat versi pemerintah.
Dia mempertanyakan apakah dengan adanya perjanjian FIR tersebut, pemerintah sudah merasa merebut kembali kedaulatan wilayah NKRI?
“Jika pemerintah merasa perjanjian FIR ini tidak melanggar kedaulatan wilayah NKRI, maka kita perlu mengoreksi definisi berdaulat dalam konteks pergaulan internasional," paparnya.
Syarief Hasan menambahkan dirinya termasuk yang tidak mengerti dengan alur logika yang dipergunakan pemerintah ketika menekan perjanjian FIR.
"Ruang udara kita dikendalikan negara lain, yang bahkan dapat dipergunakan untuk tujuan-tujuan strategis negara tersebut, dan kita sama sekali tidak mempersoalkannya," pungkas Syarief Hasan penuh tanda tanya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi