jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan meminta kepada Pemerintah untuk melakukan kajian yang matang dalam merancang target pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, dalam Pidato Penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan di Gedung Parlemen, Senayan pada Jumat (14/8/2020), Presiden RI Joko Widodo menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5% di tahun 2021.
Syarief Hasan memandang bahwa target tinggi yang dipasang oleh Pemerintah sangat tidak relevan dengan kondisi Indonesia hari ini.
BACA JUGA: Menhan Prabowo Pimpin Pelaksanaan Program Food Estate, Syarief Hasan: Mentan ke Mana?
“Pertumbuhan ekonomi yang anjlok dan minus, PHK (pemutusan hubungan kerja) yang terjadi di mana-mana serta daya beli masyarakat makin rendah, dan kemampuan Pemerintah seharusnya menjadi pertimbangan dalam penentuan target,” ungkap Syarief Hasan.
Beberapa waktu yang lalu, BPS RI mengeluarkan rilis resmi terkait pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok ke minus 5,32% pada Kuartal II 2020. Bahkan, proyeksi dari Kemenko Perekonomian RI menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan minus pada Kuartal III 2020 dan artinya sudah dalam kondisi resesi.
BACA JUGA: Menhan Pimpin Pembangunan Food Estate, Syarief Demokrat: Rancu!
Angka itupun diperparah dengan data dari Kemenaker RI menyebutkan jumlah pengangguran bertambah sebesar 3,05 juta selama Pandemi Covid-19. Bahkan, survei LIPI bersama FEB UI pada (2/5/2020) memprediksi sebanyak 25 juta pekerja terancam kehilangan pekerjaannya.
Banyaknya PHK ini akan berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.
BACA JUGA: Polri Diminta Menjerat Pelaku Intoleran di Solo dengan Pasal Pidana Berat Sesuai UU Ormas
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini pun mendorong Pemerintah untuk membuat grand desain ekonomi Indonesia.
“Pemerintah jangan hanya sekedar membuat target tinggi, lalu melakukan revisi target di tengah jalan seperti yang terjadi dalam kurun tahun 2020. Sebab, pengalaman menunjukkan bahwa kinerja Pemerintah dalam keadaan normal saja sejak 2014 dengan posisi saat itu pertumbuhan ekonomi sudah 4.9-5.0 %, Pemerintah tidak pernah berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih dari 5.2%. Dalam posisi sekarang pertumbuhan ekonomi -5.32% apakah realistis menetapkan target yang tinggi 5 persen? Jangan menetapkan target dengan tujuan pencitraan yang berlebihan,” tegas Syarief Hasan.
Dia juga menyoroti kebijakan Bantuan Sosial Pemerintah yang baru terserap sebesar 30,7%.
“Jika bantuan sosial untuk rakyat ini belum disalurkan secars maksimal, maka bagaimana masyarakat bisa menambah daya belinya? Daya beli masyarakat yang rendah akan membuat ekonomi menjadi semakin melambat,” ungkap Syarief Hasan.
Ia pun mendorong Pemerintah tidak hanya membuat kebijakan jangka pendek, tetapi juga kebijakan jangka panjang.
“Selama ini Pemerintah lebih banyak membuat kebijakan jangka pendek, seperti gelontoran dana untuk instansi dan bantuan langsung. Pemerintah juga harus membuat kebijakan jangka panjang untuk penguatan ekonomi Indonesia,” ungkap Syarief.
Wakil Ketua MPR RI dari Demokrat ini pun mendorong Pemerintah untuk melanjutkan kembali dua kebijakan besar berjangka panjang yakni MP3EI dan MP3KI.
“MP3EI telah terbukti menumbuhkan perekonomian Indonesia rata-rata 6,0 persen bahkan pernah mencapai 6.5 persen di periode 2009-2014. Persentase ini adalah persentase tertinggi dari pertumbuhan ekonomi sejak era reformasi,” ungkap Syarief Hasan.
Konsep yang dipergunakan adalah Program MP3EI atau Master Plan Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi adalah sebuah grand desain jangka panjang untuk menumbuhkan ekonomi berbasis sumber daya. Penumbuhan ekonomi wilayah dilakukan sesuai dengan potensi di daerahnya masing-masing.
“MP3EI ini memberi ruang kepada setiap daerah untuk mengembangkan potensi unggul daerahnya sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Sayangnya Program ini telah dibubarkan oleh Presiden Jokowi,” tutup Syarief Hasan.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich