Tahan Hadapi Krisis ala Abdi Dalem Keraton Jogja

Jatah Beras Sejempol, Bawa Pulang Hanya Tiga Butir

Minggu, 28 Desember 2008 – 05:26 WIB

Presiden sering mengingatkan agar rakyat hidup sederhana pada masa krisisBagi mereka yang tak biasa, imbauan SBY itu mungkin susah dijalani

BACA JUGA: Mengunjungi Museum Smithsonian dan Madame Tussauds di Washington DC

Tapi, bagi abdi dalem Keraton Jogjakarta, badai krisis sehebat apa pun tak akan berpengaruh
Sikap menerima sudah menjadi napas sehari-hari.

Laporan RIDLWAN HABIB, Jogja

''Ono kidun,g rumeksa ing wengi

teguh hayu luputa ing lara

luputa bilahi kabeh

jim setan datan purun

paneluhan tan ana wani

niwah panggawe ala...''

KIDUNG Tolak Bala karya Sunan Kalijaga itu lirih-lirih terdengar di pelataran bangsal Magangan

BACA JUGA: Kisah Penghuni Barak, Empat Tahun setelah Tragedi Tsunami

Malam itu Jumat Legi
Bangsal di gerbang belakang kompleks keraton di sebelah timur Pasar Ngasem, Jogja, tersebut sunyi

BACA JUGA: Mary Astuti, sang Penemu yang Bangga Dijuluki Profesor Tempe

Beberapa orang berpakaian adat Jawa tampak duduk bersila di atas tikar pandan

''Monggo lenggah, MasWah, kok sampun dangu mboten pinarak (Silakan duduk Mas, kok sudah lama tidak berkunjung),'' ujar seorang abdi menyambut Jawa PosSeorang abdi dalem yang lain menuangkan teh panas dari poci ke dalam gelas.

Mereka adalah abdi dalem Magangan yang sedang bertugas jaga malam itu''Istilahnya caos bekti, sepuluh hari sekali berdasar hari pasaran Jawa,'' ujar Suratman Sastrominarjo, 60Abdi dalem yang bergelar Lurah Yudowinagdo itu sudah 23 tahun mengabdikan diri di keraton

Giliran berjaga dimulai sejak pukul 8 pagi hingga 8 pagi esoknyaSetiap setengah jam sekali mereka harus membunyikan lonceng di sudut barat bangsal sebagai penanda waktu.

Abdi dalem Magangan bekerja dengan jadwal yang rapi serta teraturJika seseorang mendapatkan sif (giliran jaga) Jumat Legi, dia harus siaga sampai sif Sabtu Wage datang menggantikan''Jadi, 24 jam penuhTidak tidurKalau tidur, itu bukan berjaga namanya,'' ujar Lurah Yudo lalu tersenyumMalam itu, dia yang paling senior dari sisi kepangkatan.

Proses menjadi abdi dalem tidak mudahButuh ketekunan dan komitmen jangka panjangSejak berdirinya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada 13 Maret 1755, abdi dalem telah hadir menjadi bagian dari pemerintahan raja-raja keraton.

Urutan kepangkatan paling bawah dalam struktur pemerintahan dalam keraton (diurut mulai bawah) adalah Jajar, Bekel Anem, Bekel Sepuh, Lurah, Kliwon, Wedana, Riya Bupati Anem, Bupati Anem, Bupati, Bupati Kliwon, dan Bupati Nayaka.''Tiap tingkat kepangkatan itu ditempuh selama lima tahun,'' ujar Lurah Yudo yang menjadi abdi dalem sejak 1985 itu

Dalam lingkungan keraton ada sekitar 2.000 abdi dalemMereka dibagi menjadi duaYaitu, abdi dalem Punakawan dan KaprajanAbdi dalem Punakawan merupakan abdi yang memiliki tugas pokok harian di lingkungan keratonAbdi dalem Kaprajan adalah abdi dalem yang berasal dari pegawai instansi pemerintah, baik yang sudah pensiun maupun yang masih bekerjaLurah Yudo merupakan abdi dalem Punakawan

Dia menjelaskan, masyarakat umum yang tidak mempunyai trah atau garis keturunan keraton bisa menjadi abdi dalemTapi, harus melalui proses magang dulu di bangsal Magangan''Karena sudah agak lama di sini, saya jadi tahu mana yang serius, mana yang hanya coba-coba,'' ungkapnya

Sering ketika lowongan menjadi abdi dalem dibuka, banyak yang mendaftar''Tapi, sekali dua kali datang, terus tidak kuatMemang modalnya itu di sini,'' kata Lurah Yudo sambil memegang dadanya

Pencatatan absensi calon abdi dalem juga sangat ketatSekali bolos saja, jangan harap bisa dilantikJika bertahan sampai lima tahun, calon abdi dalem itu akan diangkat dengan pangkat Jajar

Profesi abdi dalem di luar keraton bermacam-macam''Ada yang petani, bakul (pedagang), ada yang guru, ada juga mahasiswaMacam-macam,'' ujar Lurah YudoSehari-hari, bapak lima anak itu bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah bank di dekat tempat tinggalnya.

Dalam bertugas, abdi dalem mengenakan seragam pakaian yang disebut kain pranakanWarnanya biru tua dengan corak garis vertikal berjumlah tiga dan empat garisSeragam itu ada sejak 188 tahun lalu saat Sri Sultan Hamengkubuwono V (1820-1855) menciptakan pakaian untuk para abdi

Garis berjumlah tiga dan empat memiliki arti Telupat yang bermakna Kewuluminangka Perpat yang berarti direngkuh dan disaudarakan dalam satu kesatuan di kerajaanSifat persaudaraan yang diharapkan adalah persaudaraan sesama abdi dalem dan persaudaraan dengan Sri Sultan raja mereka.

Jadi, raja sebagai pemimpin tidak melihat abdi dalem sebagai hubungan antara pimpinan dengan bawahan, melainkan abdi dalem sebagai seseorang yang mengabdi kepada budayanya''Baju ini juga ada istimewanya lho, MasKalau di jalan, kebetulan tidak bawa surat-surat dan helm, polisi tidak mau menilangMungkin mereka segan ya,'' kata Lurah Yudo lalu terkekeh

Abdi dalem merawat seragam mereka dengan sangat hati-hatiMereka menganggap semua pemberian Sultan (Hamengkubuwono X) adalah benda pusaka yang sangat berhargaDi Bangsal Magangan juga disediakan loker-loker dari kayu sebagai wadah menyimpan barang-barang abdi dalem

Berapa gaji abdi dalem? Ditanya seperti itu, Lurah Yudo dan beberapa abdi dalem lainnya saling berpandangan''Bagi kami, istilahnya bukan gaji, tapi kucah dalem (pemberian raja)Jumlahnya berbeda-beda berdasar kepangkatan,'' jelasnya

Dengan pangkat Lurah, Yudowinagdo mendapat kucah dalem Rp 9.000 per bulanUntuk pangkat di bawahnya selisih Rp 2.000 per level''Itu sudah sangat kami syukuri,'' katanya

Lima anak Lurah Yudo sekarang sudah bekerja''Dulu waktu saya magang jadi abdi dalem, masih kecil-kecilButuh biaya sekolah banyakTapi, alhamdulillah semua tercukupi,'' ungkapnya

Dia mencontohkan, sehari-hari dengan lima anak dan istri, setidaknya butuh lebih dari satu kilogram beras untuk makanNamun, di keluarganya cukup setengah kilogram saja''Setiap ada acara resmi keraton, saya dapat beras sejempolNah, dua atau tiga butir beras itu saya campurkan di ketel (tempat menanak nasi tradisional)Nasinya jadi lemes, dan anak-anak juga bisa kenyang tanpa harus banyak nasiYa memang secara akal sukar dinalarTapi, saya mengalaminya langsung,'' tegasnya

Saat giliran jaga, mereka juga mendapat jatah makan dari keraton''Coba Mas, nasi sewakul kok ya bisa cukup untuk delapan orang dewasa,'' ujarnyaPerasaan kenyang dan cukup itu, kata Lurah Yudo, berasal dari hati yang tenteram.

''Jadi, menjadi abdi dalem itu tidak cari bayar (gaji)Tapi, mencari pengayoman dan ketenteraman hidupItulah yang sekarang mahal tho Mas,'' katanya.

Berkah keraton, jelas dia, juga berimbas pada profesi masing-masingMisalnya, yang bakul menjadi laris, yang petani sawahnya tidak dirusak hama, yang pegawai negeri karirnya lancar, dan sebagainya''Tapi, itu hanya bagi yang percayaBagi yang tidak, ya silakan saja,'' tuturnya

Ungkapan Lurah Yudo itu diamini rekan-rekannyaKi Bekel Yudokarsono menambahkan, mereka yang berharap gaji besar dari keraton sebaiknya tidak melamar jadi abdi dalem''Kami ini caos bektiPengabdian,'' tegas petani asal Ambarketawang, Gamping, Kabupaten Sleman, tersebut.

Nasib, 35, calon abdi dalem yang baru dua tahun magang, juga mengiyakan''Kalau dirasakan berat, jadi berat, MasTapi, kalau dirasakan ringan, ya enteng,'' ujar pemuda yang sehari-hari berprofesi sebagai pengayuh becak di Malioboro itu(el)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Merasakan Gairah Universal Natal di Kota Besar Jepang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler