Tahun Baru Tanpa J

Oleh Dahlan Iskan

Selasa, 01 Januari 2019 – 05:50 WIB
Dahlan Iskan di kawasan makam Maulana Rumi di Konya, Turki. Foto: Instagram/dahlaniskan19

jpnn.com - Penginnya sih ini: malam tahun baru di Istanbul.

Tapi, saat menulis ini, saya masih di Izmir. Padahal ini sudah tanggal 31 Desember.

BACA JUGA: Sepatu Siapa Takut

Bisa saja dipaksakan. Dengan naik pesawat. Tapi itu akan mengalahkan misi saya ke Turki.

Saya pilih terserah nasib. Saya tetap akan jalan darat: dari Izmir ke Istanbul. Bahwa malam tahun baru masih di Bursa juga bagian dari nasib.

BACA JUGA: Turki Berpotensi Jadi Musuh Baru Syria

Toh Bursa adalah ibu kota lama kekaisaran Attaturk. Yang lokasinya di pertengahan. Antara Izmir dan Istanbul.

Saya juga menerima nasib ini: tidak bisa bertemu 20-an mahasiswa kita di Konya. Di kotanya Maulana Jalaluddin Rumi itu. Padahal WA-nya bertubi-tubi.

BACA JUGA: Konya

Saya harus minta maaf berkali-kali. Lewat Bung Arief. Tokoh PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Konya. Yang lagi mengambil gelar doktornya. Di Universitas Selcuk Konya. Studi  hubungan internasional.

Tulisan ‘Selcuk’ itu mestinya begini: Selçuk. Agar membacanya selcuk. Tapi HP saya tidak punya huruf ‘c’ yang diberi buntut di lengkung bawahnya itu.

Padahal kalau saya tulis Selcuk di Turki akan dibaja Seljuk. Turki tidak begitu punya huruf ‘j’. Orang Surabaya akan sulit kalau tidak punya huruf ‘j’.

Selcuk adalah kekaisaran Turki  pada tahun 1000-an. Yang kekuasaannya sampai Parsi. Yang ibu kotanya di Konya. Meski pernah juga beribu kota di Isfaham. Yang sekarang kota terindah di Iran.

“Lokasi universitas kami sangat dekat dengan Museum Rumi, pak,” ujar Arief. Putra seorang kolonel TNI.

Ia alumnus aliyah Pondok Pesantren Assalam Solo. Lalu kuliah di Universitas Indonesia.

Saya ingin sekali memenuhi permintaan itu. Tapi saya juga harus mengamati lebih dalam sistem perumahan perkotaan di Konya. Juga di kota lainnya. Yang begitu mengesankan saya. Terutama dalam mengubah kampung kumuh di tengah kota.

“Kami akan ramai-ramai  menyusul Pak Dahlan ke Istanbul. Kami lagi libur,” ujar Arief.

Alhamdulillah.

Mereka tentu tidak bisa menyusul saya sebelum itu. Tiap hari saya pindah-pindah:  Afyon, Antalya, Ephasus, Izmir, Bursa. Kau kejar aku lari. Mirip judul film. Nyegat di Istanbul adalah yang terbaik.

Saya memang sejak dulu terkesan pada Turki. Sudah sangat lama. Inilah negara Islam yang secara ekonomi termasuk berhasil. Secara demokrasi juga OK. Meski lima tahun terakhir demokrasinya  terasa lebih mundur.

Turki adalah negara Asia yang sudah mengejar Eropa. Atau negara Eropa yang masih berasa Asia. Persis seperti letak negaranya: sebagian di benua Eropa sebagiannya lagi di Asia.

Saya akan menuliskan renungan itu minggu depan. Setelah menyelesaikan seluruh perjalanan Turki saya.

Memang kita bisa saja menyalahkan Turki. Tapi itu sudah kuno sekali. Harus kita lupakan.

Gara-gara Turki kuat, poros ekonomi Eropa-Asia terblokade. Turki yang berhasil meruntuhkan Roma menjadi terlalu kuat.

Eropa akhirnya mencari jalan lain: untuk bisa ke Asia. Tanpa harus lewat Turki.

Dibangunlah armada-armada laut. Meski harus memutar ke Tanjung Harapan. Akhirnya sampai Indonesia. Menjadi penjajah kita.

Saya tidak tahu apa yang terjadi. Seandainya Turki tidak memblokade jalur ekonomi Eropa-Asia itu.

Inilah negara Islam yang bersinggungan langsung dengan Kristen Eropa. Mirip Islam Indonesia. Yang juga jauh dari Mekah. Yang langsung bersinggungan dengan Hindu, Buddha dan Konghucu.

Islam Turki juga sangat intens bersinggungan dengan Zoroaster. Dengan budaya tua Parsi.

Turki menarik untuk dibanding-bandingkan. Saya toh sudah ke seluruh pedalaman Tiongkok, Amerika, Meksiko, Iran, Jepang, India dan banyak lagi.

Selamat tahun baru.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Balik Kemewahan Itu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Dahlan Iskan   Disway   Turki  

Terpopuler