Tak Ada Ancaman yang Ganggu NKRI, Indonesia Belum Butuh Pembentukan Komcad

Rabu, 10 Februari 2021 – 21:59 WIB
Ketua Badan Pengurus Centra Inisiative, Al Araf. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, MALANG - Koordinator Peneliti Imparsial, Evitarossi Budiawan menyatakan pembentukan komponen cadangan (Komcad) belum dibutuhkan saat ini lantaran tidak adanya ancaman yang menganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ini disampaikan Eva dalam diskusi daring 'Conscientious Objection dan Dilema Komponen Cadangan yang diselenggarakan Centra Initiative bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya pada Rabu (10/2).

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Eits, Abu Janda Jangan Senang Dulu, Gaya Kepemimpinan AHY di Demokrat Disentil, Aplikasi Berbahaya

 "Imparsial bukan menolak  tetapi ini belum mendesak," tegas Eva.

Dia mengatakan, pemerintah harus menyusun conscientious objection sebelum membentuk Komcad. Conscientious objection adalah penolakan berdasarkan hati nurani untuk menolak tugas militer.

BACA JUGA: Amerika, Rusia hingga China Punya Komcad, Ini Bedanya dengan Wajib Militer

Eva juga menyoroti pembentukan Komcad yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) itu.

"Di negara-negara yang tidak mengakui conscientious objection terhadap kedinasan militer, bentuk-bentuk hukuman tertentu tidak boleh diterapkan, khususnya penjara atau hukuman mati," ujar Eva.

BACA JUGA: RUU Komcad Harus Persetujuan Publik

Eva menambahkan, penolakan untuk dimobilisasi setelah mendaftar Komcad yang secara suka rela juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Menurut dia, konsep pembentukan Komcad perlu direvisi lantaran berpotensi melanggar hak kebebasan dalam berkeyakinan.

"Ekspresinya ini bisa dibatasi dan ini beberapa ketentuan yang membatasi berkeyakinan. Kebebasan beragama ini dianggap bisa dilanggar karena alasan keamanan negara," sambungnya.

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Centra Inisiative, Al Araf menambahkan pembentukan komponen cadangan belum mendesak.

“Rencana pembentukan komponen cadangan pada saat ini sesungguhnya tidak urgent. Pemerintah dan DPR sebaiknya fokus untuk memperkuat komponen utamanya yakni TNI dalam memodernisasi alutsista dan meningkatkan kesejahteraan prajuritnya guna mewujudkan tentara yang profesional,” kata Al Araf.

“Ketimbang membentuk komponen cadangan. Sebagaimana diketahui, hingga saat ini kondisi alutsista di Indonesia masih jauh dari ideal dan tingkat kesejahteraan prajurit masih minim,” tambah dia.

Dia mengatakan, pembentukan komponen cadangan tentunya akan menjadi beban baru bagi anggaran sektor pertahanan yang saat ini jumlahnya masih terbatas.

Pemerintah dan DPR seharusnya, kata dia, bisa  mengalokasikan anggaran untuk sektor pertahanan secara lebih efektif dan efisien.

Pembentukan komponen cadangan pada saat ini adalah bentuk dari perencanaan pertahanan yang tidak tepat sasaran.

“Kami memandang salah satu persoalan utama dari aturan tentang Komponen Cadangan adalah mengenai ruang lingkup ancaman yang akan dihadapi oleh komponen cadangan sangat luas,” katanya.

Dalam pasal 4 UU PSDN ruang lingkup ancaman meliputi ancaman militer, ancaman nonmiliter dan ancaman hibdrida. Luasnya ruang lingkup ancaman menimbulkan permasalahan tersendiri, di mana Komponen Cadangan yang telah disiapkan dan dibentuk pemerintah bisa digunakan untuk menghadapinya.

Terutama ancaman keamanan dalam negeri sehingga berpotensi menimbulkan terjadinya konflik horizontal di masyarakat.

Pembentukan dan penggunaan komponen cadangan seharusnya diorientasikan dan ditujukkan untuk mendukung komponen utama pertahanan negara yakni TNI dalam menghadapi ancaman serangan militer dari negara lain saja. (flo/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler