Tak Ada Jalan Lain, Oposisi Harus Mengusung Prabowo

Jumat, 03 Agustus 2018 – 19:18 WIB
Prabowo Subianto. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Dua poros kekuatan politik semakin menunjukkan geliat persaingan menggebu-gebu jelang pendaftaran calon presiden Pemilu 2019. Namun sampai sekarang kedua poros belum juga menentukan pasangan calon yang bakal diusung.

Pengamat politik Pangi Sarwi Chaniago mengatakan, poros pendukung Jokowi dengan sokongan enam partai politik di parlemen sepertinya masih menunggu momentum dan mengulur waktu untuk mengumumkan siapa yang akan menjadi cawapres pendamping Jokowi.

BACA JUGA: Anda Kira Pak Jokowi Gampang Dapat Tiket Capres? Berat, Bos!

"Partai koalisi di kubu ini menyerahkan sepenuhnya nama cawapres untuk ditentukan oleh Jokowi, sembari terus memberikan pancingan untuk dapat membaca sinyal, mengintip, main mata dan sambil menunggu bola pantulan koalisi," kata Pangi, di Jakarta, Jumat (3/8).

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu mengatakan, di sisi lain Gerindra kini semakin percaya diri mengajukan mantan Prabowo Subianto sebagai calon presiden.

BACA JUGA: Demokrat: Tunggu Saja Prabowo Tentukan Cawapres

Menurut Pangi, keyakinan itu semakin melemahkan argumen sebagian kalangan yang menginginkan Prabowo menjadi kingmaker dengan mengajukan nama lain.

Keyakinan kuat partai Gerindra ini setidaknya didasarkan atas beberapa arugumentasi yang cukup kuat. “Pertama, rekomendasi Partai Gerindra adalah jawaban untuk menepis keraguan publik terkait posisi Prabowo Subianto sebagai calon presiden potensial penantang Jokowi," ujarnya.

Kedua, lanjut Pangi, terlihat dari dukungan PKS sebagai mitra koalisi utama yang sudah membagun komunikasi dan kerja sama politik yang sudah lama dengan Partai Gerindra.

BACA JUGA: Fahri Hamzah: Masa Kampanye Tak Dukung Pemerintah Dilarang?

Meskipun partai besutan Sohibul Iman itu masih tetap mengajukan syarat untuk memilih salah-satu nama dari sembilan nama yang diajukan sebagai cawapres pendamping Prabowo.

Ketiga, dukungan Partai Demokrat akhirnya berlabuh ke Prabowo dan bergabung ke koalisi Gerindra-PKS dan PAN sebagai imbas tertutupnya pintu komunikasi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan barisan partai pengusung utama Jokowi.

Pangi mengatakan harus dicermati pernyataan SBY yang mengakui hubungan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri masih ada jarak dan berusaha untuk dipulihkan 10 tahun terakhir. Menurutnya, ini terkesan Megawati menjadi batu ganjalan sulitnya Demokrat berlabuh ke poros koalisi pengusung Jokowi.

"SBY dan Prabowo memimpin grand coalition atau koalisi gemuk tersebut dalam rangka semakin mengokohkan dan mematangkan Prabowo sebagai calon presiden yang tergabung dalam koalisi Demokrat-Gerindra-PKS dan PAN real sebagai sang penantang Jokowi," ujarnya.

Keempat, kata Pangi, rekomendasi GNPF Ulama yang semakin mengukuhkan posisi Prabowo Subianto sebagai capres favorit pilihan umat. Rekomendasi itu menempatkannya pada posisi yang diharapkan dapat mengemban amanat dan menyuarakan serta memperjuangkan kepentingan umat.

Kelima, lanjut Pangi, efek ekor jas atau coattail effect menjadi salah satu pertimbangan paling rasional yang harus diambil oleh Partai Gerindra atau partai manapun untuk menaikkan pamor dalam level tertentu.

Selain itu, lanjut Pangi, juga menjadi bagian dari upaya meyelamatkan partai dari keterpurukan sebagai konsekuensi logis diselenggarakannya pileg dan pilpres secara serentak.

Situasi ini, kata Pangi, setidaknya bisa dibaca dari hasil beberapa lembaga survei yang menunjukkan kecenderungan peningkatan perolehan suara dari partai yang diasosiasikan sebagai partai pendukung utama calon presiden seperti PDI Perjuangan dan Partai Gerindra.

”Kedua partai ini mendapat limpahan berkah dengan peningkatan perolehan suara partai yang cukup signifikan,” tuntasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Koalisi Sudah Beres, Tinggal Prabowo Putuskan Cawapres


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler